kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Darmono, ahli pewarna tekstil yang sukses berbisnis properti


Senin, 10 Oktober 2011 / 14:02 WIB
Darmono, ahli pewarna tekstil yang sukses berbisnis properti
ILUSTRASI. Kopi adalah salah satu makanan penyebab kista yang perlu Anda perhatikan. KONTAN/Muradi/2017/08/14


Reporter: Dian Pitaloka Saraswati | Editor: Tri Adi

Meski berbekal pengalaman manajerial di perusahaan tekstil, Setyono Djuandi Darmono berani mengelola perusahaan properti. Berkat kegigihannya, dalam 22 tahun, Jababeka berkembang menjadi perusahaan beraset
Rp 3,3 trilliun.

Minim gelar pendidikan bukan halangan menjadi kaya dalam pengalaman. Meski hanya menggondol gelar diploma tekstil, Setyono Djuandi Darmono justru berhasil di bisnis properti. Berbekal kemampuan manajerial yang kuat, pengusaha yang biasa dipanggil Darmono ini sukses membangun PT Jababeka sebagai salah satu raksasa pengembang kawasan industri.

Kini Jababeka telah berkembang menjadi perusahaan properti yang mengelola kawasan industri, komersial, dan perumahan di Cikarang, Jawa Barat. Luas lahan Jababeka mencapai 3.000 hektare (ha) dengan lahan yang belum tergarap (landbank) mencapai 800 ha.

Jababeka tidak hanya berkutat pada bisnis properti, tapi juga membangun pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan energi kawasan industri. Jababeka juga merambah bisnis pelayanan kargo dan logistik di Cikarang Dry Port (CDP). Saat ini perusahaan ini tengah menyelesaikan akuisisi 1.340 ha lahan di kawasan wisata Tanjung Lesung, Pandeglang, Banten, milik PT Banten West Java. Aset bisnisnya Rp 3,3 triliun.

Lahir di Magelang 62 tahun silam, Darmono merupakan anak ketiga dari lima bersaudara. Ia lahir saat terjadi agresi militer Belanda ke Yogyakarta. Ia dan keluarganya terpaksa mengungsi ke Muntilan, Jawa Tengah, kampung halaman ibunya. Di sana mereka harus rela tinggal di rumah kecil dengan dua kamar, bersama nenek, paman, dan keluarga lain. Ia masih ingat terpaksa tidur berlima dalam kamar yang sempit.

Ayah dan ibunya bukanlah pekerja kantoran. Ayahnya adalah pedagang zat pewarna makanan dan zat pewarna tekstil. Sejak kecil, Darmono sering membantu kedua orang tuanya mengemas cairan kimia. Ia juga membantu ibunya menjual telur ayam dan buah jeruk dari pohon di halaman rumah.


Ingin hidup layak

Meski hidup penuh kesederhanaan, Darmono merasa kehidupannya belum layak. Ia kerap merasa malu. “Sewaktu sekolah, terlihat sekali kesenjangan antara yang kaya dan miskin,” katanya. Sejak itu ia bertekad mencari kehidupan yang lebih baik demi membantu orangtuanya. “Cita-cita saya sederhana, ingin mendapatkan kehidupan yang layak,” ungkapnya.

Pria yang bernama asli Kho Liong Djwan ini lantas berangkat ke Bandung demi mengejar impiannya menjadi sarjana teknik sipil. Tapi Darmono tidak berhasil lulus ujian masuk ke Institut Teknologi Bandung (ITB). “Akhirnya, saya masuk Akademi Tekstil Berdikari (ATB) Bandung. Namanya kedengaran seperti ITB,” ujar Darmono tertawa.

Selain belajar di bangku akademi, untuk memperkaya ilmu Darmono juga mengikuti berbagai kursus bahasa asing, baik bahasa Belanda maupun Inggris. “Saya membiayai kursus dengan berjualan zat pewarna tekstil di pasar,” katanya.

Selain itu Darmono juga mengasah pengalaman dengan mengikuti pelbagai kesempatan pelatihan kerja lapangan (PKL). Salah satunya adalah PKL di Imperial Chemical Industries (ICI), perusahaan zat kimia asal Inggris di Bandung.

Pada tahun 1969, setelah menyabet gelar diploma III, Darmono memutuskan diri langsung bekerja di ICI. “Atasan langsung menerima karena saya paham teori, praktik, dan juga bahasa asing,” katanya.

Setelah 11 tahun bekerja dan menduduki jabatan manajer, Darmono memutuskan pindah ke anak usaha ICI demi kenaikan jabatan. Pada saat yang sama ia juga tergoda pada tantangan baru. Ia melihat peluang bisnis yang cukup berprospek ke depan. “Pada saat itu properti sedang menanjak,” katanya.

Meski tak memiliki pengetahuan di bidang properti, Darmono lantas menerima tawaran koleganya, Adi Rahardja, untuk mendirikan PT Permada Binangun Jaya. Perusahaan ini bergerak di bidang pengembang perumahan di Bintaro dan Ciputat. “Mereka percaya pada kemampuan manajerial saya saat bekerja di ICI,” katanya.

Dengan bermodal 20% saham senilai Rp 100 juta, Darmono mengawali karier sebagai presiden direktur perusahaan ini. Meski menggeluti bidang baru, ternyata dia sangat jeli dan tekun, khususnya saat membaca peluang bisnis untuk mengembangkan bisnis properti.

Memasuki tahun 1990, Darmono melihat peluang membuka kawasan industri. “Saat itu baru ada hanya kawasan industri Pulogadung,” ungkapnya. Menurut dia, pengembangan kawasan industri di Jakarta terlalu lambat, padahal permintaannya terus naik.

Dengan membentuk konsorsium yang terdiri dari 21 perusahaan, Darmono mulai membangun kawasan industri Jababeka. Bisa dibilang Jababeka adalah menjadi pelopor kawasan industri di sebelah timur Jakarta. Setelah Jababeka baru kawasan industri lain berkembang di Bekasi–Karawang.

Pada tahun 1995, Jababeka masuk di bursa. Dua tahun melantai, perusahaan ini terbelit utang akibat krisis ekonomi. Terpaksa sebagian utang dikonversi menjadi saham. Jababeka pun selamat.



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×