kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Dengan bersatu, omzet petani mete di Flores Timur kian melaju


Sabtu, 03 Juli 2021 / 11:00 WIB
Dengan bersatu, omzet petani mete di Flores Timur kian melaju


Reporter: Ratih Waseso | Editor: Markus Sumartomjon

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kelompok tani bisa membuat derajat hidup para petani bisa lebih baik. Kondisi ini juga terjadi di Kelompok Petani Mete Antonia di Desa Ile Padung, Kecamatan Lewolema, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur.

Sesuai namanya, Kelompok Petani Mete Antonia merupakan wadah bagi petani yang membudidayakan mete.  Sebanyak 75% lahan di Desa Ile Padung ditanami pohon mete. Namun, sebelum kelompok tani ini terbentuk, para petani masih belum mengetahui potensi bisnis dari pohon mete.

Maklum, para petani di Desa Ile Padung terbiasa memakai sistem ijon dalam menjual hasil panennya. Dengan sistem ini, harga jual mete pun menjadi tidak optimal. Inilah yang membuat para petani tidak bisa mengembangkan lahan pohon mete karena tidak memiliki biaya.

Untungnya, ada Rm Emanuel Temaluru yang tengah bertugas di wilayah tersebut. Melihat potensi dari areal mete di Ile Padung, hatinya tergerak untuk melakukan pembinaan terhadap para petani mete di desa ini. Mulai 2013, ia pun membina para petani mengenai peningkatan kualitas panen dari pohon mete.

Mulai dari budidaya pohon mete, pengolahan mete, hingga pengelolaan pasca panen. Misalnya, memisahkan hasil panen biji mete berdasarkan kualitasnya.
Emanuel pun membentuk Kelompok Petani Mete Antonia. "Jadi, saya melakukan diskusi dengan mereka," katanya kepada KONTAN.

Baca Juga: Jamkrindo terus mengembangkan model kemitraan dengan pengusaha mikro

Pelan namun pasti, hasil budidaya mete pun mulai terlihat. Hingga akhirnya di 2018, Emanuel bertemu dengan pengurus Jamkrindo dan mendapat tawaran pembiayaan bagi Kelompok Petani Mete Antonia.

Pembiayaan dari Jamkrido tersebut Kelompok Petani Mete Antonia gunakan untuk pengembangan budidaya dan pengolahan mete. Hasilnya pun semakin terlihat.

Sebelum ada Kelompok Petani Mete Antonia, para petani cuma menjual mete dalam bentuk gelondongan dengan harga hanya Rp 7.000 per kilogram. Kini, mereka sudah bisa menjualnya dalam bentuk kacang mete. "Setelah ada pendampingan dan ada quality control, sekarang harga mete gelondong  Rp 20.000 per kilogram dan  kacang mete Rp 150.000 per kilogram," ujar Emanuel.

Dalam setahun, Kelompok Petani Mete Antonio mampu memanen sekitar 500 ton kacang mete, dengan periode panen mulai Juni hingga Oktober. Sementara luas lahan yang petani di Kelompok Petani Mete Antonio miliki total 2.500 hektare.

Di awal pembentukan Kelompok Petani Mete Antonia, baru 6 petani yang bergabung. Tapi kini, sudah ada 60 petani dalam kelompok tani tersebut.

Begitu juga omzet yang meroket. Sebelum kelompok tani terbentuk, rata-rata petani hanya meraup omzet Rp 30 juta per bulan. Sekarang, Rp 300 juta sebulan.

Sayang, omzet para petani tergerus saat pandemi. Beruntung, hasil panen mete bisa disimpan lama hingga mencapai tiga tahun.  

Selanjutnya: Yuk, ke sentra produksi cengkih di Sulawesi (1)

  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×