Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi
Desa Haurgeulis pernah berjaya menjadi sentra sarang walet. Banyak warga kampung ini yang menyulap rumahnya menjadi tempat tinggal burung bernama Latin Collocalia fuciphaga ini. Modal utamanya, cukup mendirikan bangunan kosong untuk tempat tinggal walet saja. Ada sekitar 150 rumah walet di sentra tersebut.
Haurgeulis yang terletak di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, sudah menjadi sentra sarang burung walet sejak pertengahan tahun 1980. Puluhan bangunan tinggi menjulang banyak berdiri di kampung ini.
Data Kantor Desa Haurgeulis mencatat, ada sekitar 150 rumah yang menjadi sarang walet di Haurgeulis. Sebanyak 70% di antaranya miliki warga desa setempat, sedangkan 30% sisanya kepunyaan orang Jakarta, Cirebon, dan Medan.
Letak Haurgeulis ada di ujung Barat Indramayu. Untuk menuju desa ini, Anda bisa menyusuri Jalur Pantai Utara (Pantura) Indramayu. Kemudian masuk ke jalan utama Pasar Patrol.
Setelah memasuki Kecamatan Anjatan, Anda akan bertemu rel kereta api. Nah, ini merupakan tanda masuk ke Kecamatan sekaligus Desa Haurgeulis. Bangunan Kantor Kecamatan Haurgeulis menyapa Anda begitu menginjakkan kaki di daerah ini. "Dulu Haurgeulis disebut metro dolar karena banyak warga bisa kaya mendadak dari usaha sarang walet," ungkap Abdul Kadir, warga Desa Haurgeulis yang juga punya sarang walet.
Abdul bercerita, saat ia memulai usaha sarang walet pada 1980, baru ada lima gedung yang menjadi rumah burung itu. Saat itu, harga jual satu kilo sarang walet masih Rp 300.000.
Banyak pembeli datang dari Indramayu, Tegal, dan Jakarta. Lantaran tergiur dengan bisnis ini, banyak warga Desa Haurgeulis yang tadinya berprofesi sebagai petani yang kemudian beralih menjadi pengusaha sarang walet. "Mereka tahu harga jual sarang walet mahal, padahal modalnya cuma gedung," ucap Abdul.
Ratusan mungkin ribuan burung ini, menurut Abdul, datang dari hutan milik Perum Perhutani di sekitar desa tersebut. "Banyak burung walet yang masuk ke rumah-rumah warga dan bersarang, sehingga perlu bangunan khusus untuk menjadi sarang mereka," katanya yang mengungkapkan, semua saudaranya di Haurgeulis juga ikut menjadi pengusaha sarang walet.
Dalam sekejap, walet pun mengubah wajah Desa Haurgeulis. Jumlah bangunan untuk tempat walet bersarang terus bertambah. Salah satunya, milik Supardi Amex yang juga tergiur dengan usaha sarang walet.
Supardi, pedagang kelontong di Pasar Haurgeulis, merogoh kocek hingga Rp 100 juta untuk memulai bisnis sarang walet pada 1995. Ia membangun gedung di atas rumahnya dengan ukuran 6x12 meter.
Supaya walet-walet itu datang dan tidak terusi, Supardi, istri dan tujuh anaknya terpaksa pindah, kemudian tinggal di rumah kecil, persis di depan bangunan rumah walet.
Usaha dan tekadnya tidak sia-sia. Tiap tiga bulan, ia bisa memanen 10 kilogram sarang walet. Dengan harga per kilogram mencapai Rp 12 juta pada 2008, ia menjualnya ke pengusaha di Cirebon dan Jakarta. "Ada juga yang datang ke mari langsung ambil," ujar Supardi.
Tapi, masa jaya Desa Haurgeulis sebagai sentra sarang walet mulai memudar. Soalnya, jumlah walet yang datang dan bersarang di kampung ini terus menyusut. Tetapi, Abdul mengatakan, warga tetap tidak mau melepas usaha yang sudah membuat mereka kaya mendadak tersebut.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News