kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dulu pengamen, kini Nellys juragan beras (1)


Selasa, 06 Maret 2012 / 14:27 WIB
Dulu pengamen, kini Nellys juragan beras (1)
ILUSTRASI. Yuk lindungi anak dari dampak buruk menonton TV dengan 6 cara ini. ANTARA FOTO/Saiful Bahri/hp.


Reporter: Havid Vebri | Editor: Tri Adi

Di kalangan para pedagang beras di Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), sosok Nellys Soekidi sudah sangat populer. Memiliki lima kios dan gudang penyimpanan beras di PIBC, ia tercatat sebagai juragan beras yang cukup besar di Pasar Induk Beras Cipinang.

Selain memiliki lima kios di pasar induk, ia juga memiliki delapan toko beras lain yang tersebar di kawasan Jabodetabek. Di antaranya di Pondok Ungu, Bintara, Kalimalang, Cilodong, Depok, Bintaro, dan Cengkareng.

Nah, jika ditotal, toko beras Nellys ini ada 13 unit yang nilai asetnya mencapai Rp 7 miliar-Rp 8 miliar. Dari 13 toko yang ia beri nama Nellys Jaya itu, ia mampu menjual sebanyak 50 ton beras per hari.

Dari penjualan itu, omzet yang dikantonginya mencapai sekitar Rp 500 juta per hari atau Rp 15 miliar per bulan. Sayang, ia tak mau menyebutkan laba bersih dari berjualan beras ini. "Yang jelas untungnya sedikit tapi kontinu," ujarnya.

Sukses yang diraih Nellys tidak datang begitu saja. Terlahir dari pasangan buruh tani, ia hanya bisa menamatkan bangku sekolah menengah atas (SMA) di Ngawi, Jawa Timur.

Lantaran kondisi ekonomi orang tuanya yang lemah, ia pun memutuskan untuk merantau ke Jakarta. "Saya tamat SMA tahun 1990 dan langsung ke Jakarta," katanya.

Sama seperti kaum urban lainnya, tujuannya datang ke Jakarta untuk mengadu nasib. Tapi karena tidak memiliki keahlian, ia hanya bekerja serabutan dengan menjadi tenaga kasar di proyek-proyek bangunan.

Jika proyek sedang sepi, ia menghabiskan waktu dengan mengamen di terminal dan bus-bus kota. Sebagai pengamen, ia biasa mangkal di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. "Tapi meskipun ngamen, saya tidak pernah melakukan sesuatu yang melanggar aturan," ujarnya.

Saat mengamen inilah ia bertemu dengan seorang teman dari kampung halaman. Oleh temannya, ia diajak membantu mengelola toko beras milik bosnya di PIBC. "Itu sekitar tahun 1992," ujar Nellys.

Di toko beras tersebut, ia diperbantukan di bagian pembukuan. Tugasnya mencatat semua pengeluaran dan pemasukan toko. Meski mengemban tugas yang penting, Nellys mengaku tidak digaji secara layak oleh bosnya tersebut.

Kendati demikian, ia tetap berusaha menyisihkan hasil jerih payahnya itu sedikit demi sedikit. "Selebihnya buat makan," ujarnya.

Di luar materi, sesungguhnya ia banyak mendapat pengalaman baru. Selain mendapat pengetahuan seputar ilmu akuntansi atau pembukuan, ia juga banyak mendapat relasi para pemasok beras dari berbagai daerah, seperti Cirebon dan Garut. "Selama bekerja saya selalu berusaha jujur, dan itu dinilai oleh para pemasok beras yang menjadi mitra bos saya," ujarnya.

Pada tahun 1993, ia memutuskan berhenti bekerja dari toko tersebut. Berbekal ilmu akuntansi dan relasi yang sudah dimilikinya, ia nekat berjualan beras sendiri.

Awalnya ia berjualan di los pasar induk dengan modal hanya Rp 3 juta. "Itu hasil menabung selama bekerja," ujarnya. Kendati bermodal cekak, tapi ia mendapat dukungan dari pemasok beras yang menjadi relasinya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×