kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Fatichun, juragan batik yang tak bisa membatik (2)


Kamis, 27 Desember 2012 / 20:37 WIB
Fatichun, juragan batik yang tak bisa membatik (2)
ILUSTRASI. Refleksi layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia Jakarta, Selasa (4/8). Kinerja LQ45 mulai membaik, analis rekomendasikan saham-saham ini. KONTAN/Carolus Agus Waluyo/04/08/2020.


Reporter: Marantina | Editor: Havid Vebri

Batik khas Salatiga sudah mulai diciptakan pada tahun 2004. Namun, pemerintah setempat baru serius mengembangkan batik khas daerah itu pada 2008, ketika Dinas Pariwisata Salatiga mengadakan pelatihan seputar batik.

Fatichun (64) menjadi salah satu pesertanya, sekaligus menjadi satu-satunya peserta yang terjun ke bisnis batik. Peserta lainnya tidak melakukan hal yang sama karena kekurangan modal.

Tidak lama setelah mendapat pelatihan, Fatichun langsung memulai usaha batik. Fatichun mengaku, merogoh kocek Rp 150 juta buat modal awal mendirikan usaha batik dengan brand Selotigo.

Modal itu digunakan untuk membeli perlengkapan membatik dan mendirikan galeri batik di Jalan Raya Salatiga – Bringin kilometer (km) 2, Watu Rumpuk, Salatiga.

Waktu itu, Fatichun mengaku mendapatkan pinjaman modal dari anaknya sendiri yang tengah bekerja di Jepang. Menjadi pengusaha batik sukses sering kali membuat orang menyangka Fatichun memiliki keterampilan membatik. Padahal, pemilik usaha batik Selotigo ini mengaku sama sekali tidak bisa membatik.

Maklum, usaha batik baru dimulainya ketika ia sudah berumur 60 tahun. Saat itu, ia baru dua tahun pensiun dari PNS Kabupaten Semarang. "Jangankan membatik, menjahit kain saja saya tidak bisa," katanya.

Lantaran tidak memiliki keterampilan membatik, saat awal memulai usaha, ia  langsung mendatangkan delapan orang pembatik dari Pekalongan dan Sidoarjo.

Saat itu, masih belum banyak pembatik profesional dari Salatiga. Seluruh kegiatan produksi diserahkan pada para pembatik tersebut. Ia hanya menjalankan manajemen batik Selotigo.

Setelah mendapatkan sumber daya manusia (SDM), Fatichun mencari merek dagang yang dirasa mampu mewakili visinya memajukan batik khas daerahnya.

Awalnya, ia mau memakai nama "Salatiga". "Tapi ketentuannya nama kota tidak bisa dijadikan merek dagang," ujarnya. Karena itu, ia memilih nama Selotigo yang memiliki arti tiga batu yang bertumpuk.

Nama ini memiliki kesamaan arti dengan motif "Watu Rumpuk" yang menjadi ciri khas batik daerah Salatiga. Pada tahun 2010, Fatichun mulai memasarkan batik Selotigo melalu internet, terutama di Facebook dan blog. Namun cara ini dirasa kurang efektif sehingga Fatichun tidak meneruskannya.

Sekarang, Fatichun fokus melakukan pemasaran lewat radio lokal. Dalam beberapa kesempatan, ia diundang menjadi pembicara talkshow di radio seputar batik khas Salatiga. Di situ, ia juga mempromosikan produk batiknya.

Selain itu, ia juga rajin mengikuti pameran di beberapa kota, seperti Semarang, Kudus, dan Grobogan. Fatichun juga pernah mengikuti fashion show khusus produk batik.

"Waktu itu ada acara pemilihan model. Batik saya terpilih diikutkan pada fashion show," katanya. Selama empat tahun menjalankan usaha batik, Fatichun masih belum menemukan pembatik asli Salatiga.

Padahal, ia ingin menambah desain batik khas Salatiga agar lebih bervariasi.           

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×