Reporter: J. Ani Kristanti, Melati Amaya Dori | Editor: Tri Adi
Marka jalan merupakan petunjuk penting saat berkendara. Garis putih yang membelah ataupun membatasi pinggiran jalan ini menjadi panduan bagi para pengendara di jalan.
Tak heran pembangunan jalan berkaitan erat dengan pembuatan marka ini. Setiap pembangunan jalan baru membutuhkan pengecatan marka. Apalagi, pemerintah makin giat menggerakkan program keselamatan berlalu-lintas. Alhasil, marka jalan menjadi rambu penting yang mutlak dibuat.
Kedua hal inilah yang meningkatkan potensi usaha pembuatan marka jalan. Imam Su-prapto, pemilik PT Tunas Makmur Jaya Abadi, mengatakan, potensi usaha ini masih bagus. Alasan dia, wilayah Indonesia masih sangat luas, hingga peluang pembuatan jalan baru masih sangat besar.
Bahkan, lanjut Imam, pemerintah daerah, yang awalnya terkesan kurang peduli dengan keselamatan jalan, sekarang sudah mulai peka. “Jelas, potensi usaha pembuatan marka jalan ini semakin besar,” kata Imam yang terjun ke usaha ini sejak tahun 2000 silam.
Potensi yang makin merekah ini dilihat Imam dari permintaan cat marka jalan yang terus meningkat sejak 2011. Maklum, selain menawarkan jasa pembuatan marka jalan, Imam juga memproduksi cat khusus untuk pembatas jalan ini. “Dari 2.000 kaleng menjadi 2.500 kaleng tiap bulan. Itu berarti, permintaan untuk pekerjaan pengecatan marka jalan ini tumbuh terus,” ujar dia.
Lantaran masih menyimpan potensi yang besar, H. Setyo, pemilik PT Setia Karya, juga terjun ke bisnis ini lima bulan lalu. Sama halnya Imam, Setyo yang awalnya adalah produsen cat khusus marka akhirnya menekuni pengecatan marka jalan, setelah melihat pembangunan jalan yang terus terjadi di pusat kota maupun daerah.
Selain jalan baru, penyedia jasa ini juga mengincar kegiatan perawatan atau pengecatan marka ulang yang sangat diperlukan. “Biasanya, pengecatan ulang dilakukan minimal setahun sekali,” kata Setyo yang memproduksi cat marka bermerek Total Indonesia.
Pekerjaan pengecatan marka ini biasanya ditawarkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan. Nah, untuk jalan tol, proyek ini biasanya dimiliki Jasa Marga dan Bina Marga. Selain instansi pemerintah, adakalanya, pengembang kawasan juga membutuhkan jasa ini untuk jalan-jalan di kawasannya.
Nilai pekerjaan ini beragam, bergantung pada ketebalan dan spesifikasi material atau cat yang digunakan. Jangan lupa, setiap jalan mempunyai standar tersendiri, yang akan menentukan ketebalan cat marka yang dibutuhkannya.
Ambil contoh, jalan raya biasa, ketebalan catnya sekitar 2 milimeter (ml). Jalan tol membutuhkan ketebalan cat hingga 7 ml. Selain cat yang tebal, kualitas cat yang diminta harus bagus. “Istilahnya, Asto 79. Kalau standar pakainya cat material Asto 77,” jelas Setyo. Setelah pengecatan dengan warna putih, marka juga diberi lapisan glassbead supaya warna putih keluar dan tetap terang di malam hari.
Tarif pengecatan marka jalan yang dipasang Setyo berkisar Rp 75.000 hingga Rp 140.000 per meter persegi (m²). Nilai total suatu proyeknya bisa berkisar Rp 150 juta hingga Rp 900 juta. Namun, ada juga proyek senilai Rp 35 juta hingga Rp 55 juta. Adapun kisaran proyek yang diperoleh Imam berkisar Rp 400 juta hingga Rp 1 miliar. Untung dari usaha ini bisa mencapai 25%.
Tebal, kuat, dan rapi
Modal untuk memulai usaha pengecatan marka ini lumayan besar. Para pemain setidaknya memiliki beberapa aplikator pendukung, berupa mesin yang khusus mengecat marka.
Setyo bercerita, saat memulai usaha ini, dia menggelontorkan modal hingga Rp 170 juta. Dana itu terpakai untuk membeli alat masak cat khusus marka atau preheater, mesin aplikator marka jalan, dan peralatan lain.
Berbagai peralatan untuk mengecat marka memang bisa dirangkai sendiri. Setyo memesan mesin-mesin itu ke produsen mesin di Bandung. Lantas, dia pun merangkaikan mesin-mesin itu di truk yang biasa ia pergunakan untuk mengecat marka. “Ini langkah untuk berhemat,” ujar dia.
Maklum, mesin-mesin aplikator marka buatan luar negeri juga banyak tersedia. Malah, biasanya, mesin dan alat masaknya sudah menyatu dengan truk. Setyo menyebut, harga mesin produksi Jerman sekitar Rp 1,5 miliar, sedang buatan China Rp 600 juta.
Proses pengecatan sendiri, biasanya dimulai dari penyemprotan jalan yang akan dicat supaya bebas dari debu. Tujuannya, supaya cat bisa melekat kuat. Setelah bersih, baru cat disemprotkan dan diberi lapisan glassbead.
Bila dikerjakan dengan truk yang sudah terangkai dengan mesin, dalam sehari bisa dilakukan pengecatan seluas 800 m2. Sedang bila pengecatan dilakukan secara manual, yaitu cat dibawa oleh operator, luas pengecatan cuma 300 m2 per hari.
Bila tak membuat sendiri, cat marka bisa diperoleh dari berbagai pemasok cat khusus marka yang biasa disebut thermoplastic. Sayangnya, Setyo bilang, belum banyak penyuplai cat jenis itu di Indonesia.
Karena itulah, Setyo dan Imam memproduksi sendiri material cat mereka, selain mengimpor dari Malaysia. Tapi, cat marka dengan kualitas paling bagus adalah cat buatan Amerika Serikat, yang harganya US$ 2,1 per kilogram (kg).
Karena menggunakan beberapa mesin, tenaga kerja untuk usaha ini biasanya adalah orang-orang yang memahami pengoperasian berbagai mesin. Tak heran apabila perusahaan Setyo banyak mempekerjakan lulusan STM jurusan mesin. “Itu yang utama,” katanya. Dalam satu tim, biasanya terdiri dari tujuh orang pekerja.
Proyek ini selalu berulang, dengan adanya kebutuhan perawatan jalan. Oleh karena itu, kepuasan konsumen merupakan hal yang utama, supaya jasa Anda dibutuhkan kembali. Bukan hanya ketebalan dan kekuatan cat, sebaiknya Anda juga memperhatikan kerapian pada aplikasi, kecerahan dan kecepatan bekerja.
Nah, siapkah Anda mencoba usaha ini?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News