Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Havid Vebri
Pelaku industri permebelan seakan tak ada matinya mencoba menghadirkan inovasi. Berbagai model dan konsep furnitur baru terus bermunculan untuk memenuhi selera konsumen.
Paling baru adalah furnitur dengan konsep artventure yang digagas oleh Andi Saidan, pemilik CV Kamtumi Furniture di Jepara, Jawa Tengah. Lewat konsep tersebut, Andi menggabungkan konsep klasik ala Prancis dengan teknik pemindahan gambar dari sebuah kertas pada mebel yang dinginkan, baik berbahan dasar kayu maupun besi.
"Ini saya sendiri yang buat, namanya konsep artventure. Dan sepanjang yang saya tahu, ini baru satu-satunya di dunia, akan segera saya patenkan," tutur pria berusia 46 tahun ini.
Pemindahan gambar dari kertas ke furnitur ini dilakukan dengan menggunakan cairan kimia hasil temuan Andi sendiri. Penemuan itu dilakukan berkali-kali melakukan uji coba.
Aneka produk furnitur telah ia hasilkan dengan konsep arventure ini, seperti meja, kursi, pagar, lemari, dan lain-lain. Ide awal penemuan konsep artventure ini bermula saat ia merintis usaha sebagai makelar furnitur di bawah bendera CV Kamtumi pada tahun 2009.
Kala itu, Andi bekerjasama dengan seorang investor dari luar negeri. Namun, seiring berjalannya waktu, kerjasama keduanya tidak berjalan mulus. "Saya minta mundur, tapi mereka tidak mau. Mereka tetap melanjutkan kerjasama dengan manajer produksi saya," kata dia.
Sampai akhirnya, Andi bertemu dengan seorang klien baru dari Rusia yang meminta CV Kamtumi memproduksi barang secara berkelanjutan untuk mereka.
"Saya berpikir bagaimana jika saya memproduksi untuk mereka tidak hanya sebatas jadi broker saja, apalagi saya memiliki jiwa seni," kata pria kelahiran Solok, Sumatra Barat ini.
Mulai produksi
Akhirnya, Andi memutuskan untuk belajar memproduksi furnitur dan banyak melakukan riset di internet. Tanpa sengaja, ia menemukan sebuah blog milik seorang berkewarganegaraan Amerika yang menjelaskan tentang cairan khusus untuk memindahkan gambar dari kertas ke media lain.
"Cairan itu ternyata dijual tapi hanya untuk yang punya hobi saja, belum ada untuk pembuatan sesuatu yang komersial. Dan akhirnya saya putuskan mau mengaplikasikannya pada furnitur," kata Andi.
Ia lalu menghubungi pemilik blog tersebut dan membeli seperempat liter cairan itu dengan harga yang cukup mahal. Berbekal cairan itu, Andi lalu melakukan ujicoba pemindahan gambar pada pada mebel.
Namun hasilnya tidak sempurna. "Beberapa kali saya coba, gambar yang dihasilkan tetap buram dan saya hampir menyerah," ungkap Andi.
Ia kemudian melakukan riset sendiri di internet tentang larutan tersebut. Kali ini ia menemukan satu blog yang menjelaskan bagaimana membuat suatu larutan yang bisa memindahkan gambar dari kertas ke benda lain.
"Saya pelajari blog itu, dan akhirnya pada Agustus 2013 saya temukan hasil yang sangat memuaskan," tutur pria yang hanya lulusan sekolah menengah atas ini.
Andi mengklaim, temuannya bisa memindahkan gambar dari kertas pada furnitur secara sempurna. Pada Desember 2013, Andi mulai mulai mengaplikasikan temuannya itu pada bahan furnitur.
Ia juga membentuk tim kecil, lalu mengajari mereka cara memindahkan gambar tersebut. "Sebagai modal, saya gadaikan mobil saya untuk beli furnitur dari perajin, serta saya manfaatkan mebel bekas yang ada di rumah dengan dicat ulang," kata Andi.
Cara produksinya, mula-mula gambar dicetak dengan kertas, kemudian ditempel pada mebel yang telah dibersihkan dan dicat. Gambar lalu disemprot dengan cairan tersebut serta dipres agar tidak ada gelembung udara.
Setelah itu, lapisan kertasnya ditarik dan gambar pada kertas tadi akan menempel pada mebel. Gambar ini kemudian disemprot dengan cairan bening agar warnanya tampak cerah. "Gambar ini bisa tahan hingga puluhan tahun," kata Andi.
Dengan bantuan Pemerintah Jepara, hasil karya Andi pertama kali diperkenalkan pada pameran di International Furniture & Craft Fair Indonesia (Iffina) 2014, Jakarta.
Di ajang pameran itu, furnitur artventure karyanya mendapat sambutan luar biasa. Andi bahkan berhasil memboyong penghargaan The Most Inspiring Product.
Berkat pameran itu pula, Andi mendapat orderan dari berbagai negara, seperti Turki, Rusia, dan Belgia. Lantaran masih terkendala permodalan dan tenaga kerja, Andi baru menerima orderan satu kontainer furnitur dari Turki senilai US$ 28.000 serta melayani toko di Bali.
Sejak Maret 2014 sampai saat ini, Andi mengaku telah meraup omzet Rp 400 juta. Karena terkendala tempat, Andi juga menggunakan pihak ketiga dalam memproduksi furnitur artventure tersebut.
Barang setengah jadi dia ia datangkan ke perajin, lalu disubkontrakan pada pihak ketiga untuk finishing dan pengecatan. "Setelah dicat sesuai yang saya mau, baru dibawa ke studio saya yang luasnya hanya 800 meter persegi," ungkapnya.
Saat ini untuk mengerjakan satu kontainer furnitur, Andi membutuhkan waktu 2,5 bulan dengan dibantu enam karyawan. Ke depan, ia berencana terus menambah tenaga kerja sehingga bisa menghasilkan dua kontainer setiap bulannya.
Ia juga berencana memperkuat barang ready stock hingga 50 item. Setiap item memiliki lima gambar, sehingga ketika ada konsumen yang tertarik tidak perlu menunggu waktu lama untuk penyelesaian. "Seperti sekarang harus menunggu 2,5 bulan baru selesai," ujarnya.
Andi mengatakan, pihaknya akan fokus melayani konsumen pengguna langsung dan pasar ritel. Furnitur yang ia produksi dibanderol dengan harga rata-rata mulai Rp 800.000 hingga Rp 3 juta. "Untuk buyer di luar negeri yang mengorder dalam partai besar akan diberikan diskon 20%," kata Andi.
Tahun depan, Andi berencana melakukan joint venture dengan mitra yang tertarik menjadi agen tunggal pemegang merek. Lewat kerjasama ini, ia akan memproduksi barang setelah mitra menanamkan modal.
"Untuk biaya operasional akan saya kenakan 10%. Dan keuntungan penjualan barang akan dihitung setiap bulannya, 10% di antaranya akan digunakan untuk biaya operasional. Lalu 50% untuk mitra dan 40% untuk saya," tutur Andi.
Andi mengaku, saat ini sudah ada yang tertarik menjadi agen tunggal pemegang merek Kamtumi Furniture. Namun karena masih fokus mengerjakan proyek dengan Turki, Andi belum bersedia melayaninya.
"Syarat menjadi agen, toko atau ruko tempat berjualan harus milik sendiri," kata dia. Menurut Andi, kendala terbesar mengembangkan usaha ini adalah kurangnya tenaga terampil untuk aplikasi gambar dan permodalan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News