kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hafiz pernah pontang-panting cari pinjaman (2)


Selasa, 09 November 2010 / 10:56 WIB
Hafiz pernah pontang-panting cari pinjaman (2)
ILUSTRASI. Mi ramen masakan jepang


Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi

Kesempatan untuk mendapatkan seluruh alat produksi, gerobak, serta resep rahasia dawet datang pada 2008. Waktu itu, pemilik usaha dawet yang selama dua tahun menjadi pemasok bahan baku bagi 19 gerobak Hafiz Khairul Rijal mengalami musibah dan butuh uang. Ia menawarkan aset berikut resepnya senilai Rp 50 juta.

Tak mau melepaskan kesempatan emas yang ada di depan mata, sekalipun tidak punya uang sebanyak itu, Hafiz Khairul Rizal nekad meminjam uang dari mertuanya. Tapi, tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman Rp 50 juta.

Hafiz dan Citra, istrinya, harus meyakinkan orang tua mereka, bahwa usaha dawet yang sedang mereka geluti bisa maju. Mertua Hafiz akhirnya setuju meminjamkan duit, tapi dengan syarat, "Kami dikasih waktu seminggu untuk mengembalikan," ungkapnya.

Tanpa pikir panjang, Hafiz menyanggupi syarat tersebut. Namun, sepekan kemudian masalah datang, lantaran ia tidak sanggup mengembalikan pinjaman itu. Hafiz pun menghubungi semua teman-temannya. Dari 20 orang kawan, ia berhasil mengumpulkan duit Rp 50 juta.

Sewaktu mengembalikan pinjamannya, dia meminta mertuanya menabungkan uang itu ke dalam deposito. Dengan begitu, Hafiz bisa menjadikan deposito tersebut sebagai jaminan memperoleh kredit dari bank dengan jangka waktu setahun.

Kredit dari bank kemudian ia pakai untuk membayar semua utangnya kepada teman-temannya.

Setelah urusan utang piutang beres, Hafiz langsung tancap gas. Setelah mendapatkan seluruh alat produksi, gerobak, dan juga resep rahasia, ia mulai mengibarkan usahanya dengan bendera Cah mBanjar.

Bukan tanpa sebab Hafiz mengusung merek ini. Dawet memang minuman asli Banjarnegara. Apalagi, pasokan gula kelapa untuk pemanis dawetnya tetap didatangkan langsung dari daerah di Jawa Tengah itu.

Usahanya berkembang pesat dalam hitungan bulan. Tak heran, Bank Mandiri menganugerahi penghargaan Wirausaha Mandiri kepada Hafiz pada 2008. Dari situ, pria kelahiran Medan, 1978 ini berkenalan dengan para pengusaha muda lainnya, seperti pemilik Kebab Turki Baba Rafi dan Homy Group. "Untuk pengembangan kemitraan, saya belajar dari mereka," kenang Hafiz.

Untuk menjadi mitra Dawet Cah mBanjar, waktu itu investor hanya cukup merogoh kocek sebesar Rp 6 juta. Tapi sekarang, nilai investasinya naik menjadi Rp 8 juta. "Saat ini, gerobak dawet Cah mBanjar sudah tersebar, mulai dari Meulaboh hingga Palu," katanya.

Tapi, bukan berarti bapak dua anak ini mengembangkan usaha kemitraan Dawet Cah mBanjar dengan muda. Nilai investasi yang terhitung mini membuat mitra kadang tidak merasa sayang kalau kehilangan uang segitu. Sehingga, mereka tidak total menjalankan usahanya.

Banyak mitranya yang beroperasi tanpa merekrut karyawan. Akhirnya, usahanya berhenti di tengah jalan. Intinya, manajemen mitra banyak yang kurang bagus. Nah, "Yang seperti ini justru menjadi bad campaign buat kami," ujar Hafiz.

Memang, sekarang ada sekitar 220 gerobak Dawet Cah mBanjar hasil kongsi dengan puluhan mitranya. Namun, tidak semua beroperasi. "Ada sekitar 40% yang idle," kata Hafiz.

Meski begitu, Hafiz tak patah arang dan akan terus melebarkan sayap bisnis dawetnya. Tentu, sambil terus memelihara gerobak-gerobak yang masih beroperasi. Sebab, keberlangsungan usaha Dawet Cah mBanjar sangat penting untuk memuluskan rencana ekspansi selanjutnya.

Terlebih, ia berniat mencari master kemitraan di beberapa kota di Indonesia. Upaya ini juga berguna untuk menjadi titik pengiriman bahan baku dawet. Nilai investasi master sebesar Rp 50 juta untuk lima gerobak dan rumah produksi. Kini, baru ada ada master di Makassar, Nias, Jakarta, Palu, dan Palembang.

Tapi, Hafiz tak asal memilih master. Ia sangat berhati-hati dalam mencari mitra. "Saya mencari yang memang passion-nya sama," kata dia. Investor yang berminat menjadi master memang banyak. Tapi, belum tentu mereka cocok dengan kriteria yang dicarinya.

Contoh, ada calon mitra yang memiliki ilmu tinggi tapi jam terbangnya kurang. Soal pemilihan lokasi kadang menjadi sesuatu yang kecil tapi penting. "Kebanyakan memilih tempat karena mereka punya tempat tersebut," kata Hafiz. Padahal, lokasi itu belum tentu oke sebagai tempat jualan.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×