Reporter: Yudo Widiyanto | Editor: Tri Adi
Pinot Bread sukses mengembangkan brand, meski membidik niche market. Agar sukses menembus pasar yang peminatnya tidak terlalu banyak itu, Pinot menyiapkan sejumlah langkah untuk mengembangkan bisnis.
Anda yang tinggal di Jakarta, mungkin sudah tidak asing lagi dengan nama Pinot Bread. Bahkan, mungkin Anda termasuk salah satu penggemar dan penyantap merek roti ala Jepang tersebut. Belakangan ini nama Pinot Bread semakin mentereng. Merek gerai roti ini bersaing dengan berbagai brand roti lain yang sudah sejak lama muncul di Indonesia.
Pinot Bread merupakan gerai roti yang didirikan oleh pasangan suami istri Albert Cahyono dan Hindri Juliaty. Pasangan ini berniat mendirikan gerai roti lantaran di masa lalu mereka sempat kesulitan menemukan roti sehat tanpa bahan pengawet dan perasa buatan.
Karena tidak kunjung menemukan, Albert dan Julia akhirnya memutuskan mendirikan gerai roti sendiri. Gerai tersebut diberi nama Pinot Bread. “Pinot diambil dari nama anggur paling berkualitas di Eropa,” tutur Julia. Sekadar info, sebelumnya Albert dan Julia sudah pernah membuka kedai kopi bernama Pinot Coffee.
Albert dan Julia memilih memasarkan roti ala Jepang. Alasannya, roti ala Jepang lebih menyehatkan lantaran proses pembuatannya masih secara tradisional serta menggunakan bahan baku berkualitas tinggi. Selain itu, “Saat itu belum ada gerai roti yang memakai konsep Jepang,” tandas Julia.
Pasangan suami istri ini sendiri menilai roti Jepang punya kelebihan. Misalnya kualitas roti jauh lebih bagus. Maklum saja, proses pembuatan roti Jepang membutuhkan waktu enam jam. Bandingkan dengan proses pembuatan roti pada umumnya hanya memakan waktu dua sampai tiga jam.
Sengaja memasang harga yang mahal
Niat suami istri ini membuka gerai roti tidak setengah-setengah. Untuk memperdalam ilmu membuat roti Jepang, Julia berangkat ke Jepang dan belajar. “Saat itu saya sempat mengambil sekolah di Jepang untuk mempelajari proses pembuatannya,” ungkap Julia.
Hasilnya, Pinot Bread pun menjual seratus lebih jenis roti. Menu unggulan Pinot Bread antara lain roti Yokohama Cream yang terdiri dari 16 jenis.
Walau mengklaim sebagai toko roti ala Jepang, Pinot Bread tetap menjual beberapa jenis roti dari Amerika dan Eropa, seperti Mexico Chocolate, Mocca Cream, Hot Dog Bread, sampai Lasagna. Harga roti-roti tersebut antara Rp 9.000 sampai Rp 30.000 per potong. Pinot juga menjual pelbagai cake.
Harga roti Pinot memang mahal ketimbang kebanyakan gerai roti lain. Albert menuturkan, awalnya harga yang cukup tinggi ini merupakan imbas kenaikan harga bahan baku produksi di 2005. “Saat itu harga roti Pinot masih bisa lebih murah ketimbang merek roti yang lain,” ujar Albert.
Pinot bahkan sempat berdarah-darah lantaran harga produk tidak sejalan dengan kenaikan gaji pekerja. “Harga masih kami sesuaikan dengan daya beli, akibatnya kami harus memotong profit margin hingga kurang dari 30% sehingga tak untung besar,” tandas Albert.
Akhirnya Albert dan Julia memutuskan mengincar pasar kalangan atas atau premium. Alasannya, pasangan ini ingin konsisten mengusung edukasi hidup sehat. Untuk itu, mereka tidak mungkin menurunkan kualitas produk. “Intinya kami ingin mengedukasi gaya hidup sehat,” ujar Albert.
karena itu, Albert dan Julia tidak sembarangan membuat roti. Pinot memilih menggunakan bahan baku impor. Misalnya, Pinot mengimpor tepung terigu langsung dari Jepang. Untuk mentega dan susu, Pinot mengimpornya dari Selandia Baru.
Pinot kulak keju dari tiga negara, yakni Jepang, Selandia Baru, dan Italia. Pinot juga selalu mencuci telur untuk membuat roti, agar kulitnya bebas dari kotoran hewan. Dus, seluruh bahan baku roti Pinot tidak mengandung pengawet dan zat berbahaya.
Hasilnya, Pinot bisa membuat roti yang empuk dengan tekstur lembut. Menurut Albert, jika salah satu bagian roti ditekan, bentuk roti tersebut akan kembali seperti semula begitu tekanan dilepas. Sementara bentuk roti pada umumnya akan berubah bila ditekan.
Di tambah lagi, rasa roti bikinan Pinot memang enak. Perlahan tapi pasti, pamor Pinot Bread makin berkibar megah. Untuk lebih memperkenalkan produknya, Pinot cuma menggunakan pemasaran dari mulut ke mulut. Karena rasa rotinya yang enak, model pemasaran itu pun terjadi otomatis.
Pengamat perilaku konsumen dari Universitas Indonesia Tengku Ezni Balqiah mengungkapkan, salah satu penyebab brand Pinot Bread menjadi buruan orang adalah karena Pinot telah sukses melakukan diferensiasi produk.
Diferensiasi itu sudah terlihat dari bahan baku yang digunakan. Karena memakai bahan baku impor, tidak semua bahan baku yang dipakai Pinot digunakan oleh produsen roti lain. Hal itu membuat Pinot Bread menjadi khas. “Konsumen akan bangga dan memamerkan roti yang tidak mudah dibeli oleh sembarang orang itu,” tutur Tengku.
Memberi kesan eksklusif
Selain itu, Pinot juga membuat variasi produk beragam. Ini juga menjadi gaya promosi bagi Pinot. Dengan kata lain, Pinot sukses membangun sisi emosional konsumen. “Karena ada unsur tersebut, biarpun mahal tetap banyak yang membeli,” sebut Tengku.
Pinot juga rajin menggelar program promosi, termasuk menawarkan diskon harga, terutama setiap ada pembukaan gerai baru. Asal tahu saja, diskon yang mereka tawarkan bisa mencapai 100% alias gratis dan berlangsung selama tiga bulan. Pinot juga memberi diskon tambahan 10% bagi setiap orang yang berbelanja dengan nilai di atas Rp 1 juta di bulan tertentu.
Strategi ini sukses. Masyarakat menyambut antusias gerai-gerai baru Pinot. Menurut Albert, dalam satu hari pengunjung bisa mencapai rata-rata 450 orang. “Sekarang Pinot Bread memiliki keanggotaan hingga sebanyak 1.000 orang,” tandas Albert.
Tengku juga menilai strategi tersebut efektif. Menurut dia, Pinot berhasil membangun gerai yang memberi kesan eksklusif kepada para pembeli. Lewat cara ini, lagi-lagi, mereka sukses membangun sisi emosional pembeli. Selain itu, ketika orang menyukai Pinot Bread, maka pemasaran mulut ke mulut berlangsung lancar.
Hanya, Tengku berpesan, agar loyalitas pelanggan tetap terjaga, produsen yang bermain di niche market harus mampu menjaga pola promosi agar tidak terkesan pasaran. Selain itu, Pinot masih harus mengedukasi masyarakat soal budaya makan roti.
Toh, Pinot tetap optimistis dengan bisnisnya. Pinot berniat menambah produksi. Gerai penjual roti ini pun perlahan tapi pasti terus menambah. Penjualan pun makin moncer. Sayang, baik Albert maupun Julia enggan membeberkan hal tersebut. Yang jelas, kini produksi pabrik Pinot bisa mencapai 3.000-3.500 dalam sehari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News