kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Imelda membidik pasar lokal dengan gaya baru (1)


Senin, 06 Desember 2010 / 10:50 WIB
Imelda membidik pasar lokal dengan gaya baru (1)
ILUSTRASI. Bursa Efek Indonesia


Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Bagi Imelda Ahyar, dunia bisnis tak asing lagi. Sejak masih remaja, perancang busana yang mengusung konsep nouvelle couture ini sering membantu membuat pembukuan keuangan perusahaan keluarganya. Pengalaman berbisnis inilah yang kemudian mengilhami Imelda bersolo karier di industri fesyen Tanah Air.

Perkembangan industri fesyen di Indonesia, perlahan tapi pasti, mulai menjanjikan. Seiring dengan makin banyaknya masyarakat yang memberi apresiasi pada produk fesyen lokal, merek dalam negeri terus bermunculan. Apalagi, model fesyen lokal sekarang ini tidak kalah dengan produk luar.

Karena itu, Imelda Ahyar memutuskan untuk menggeluti dunia fesyen dengan bendera sendiri. Tapi, jebolan sekolah mode ESMOD Prancis 2001 ini siap bersaing secara internasional. "Saya memberanikan diri untuk membangun nama sendiri serta image dan networking mulai nol," ujarnya.

Hanya, Mel, panggilan akrab Imelda, menuturkan, industri fesyen yang berkembang pesat dan selalu bergerak ini juga menciptakan persaingan yang ketat. Makanya, butuh strategi jitu untuk memenangkan pertempuran. "Harus punya sense, apa yang akan menjadi tren mendatang. Jangan sampai kita seorang fashion desaigner tapi jadi followers alias buntut," kata dia.

Yang tidak kalah penting, Mel bilang, ia mesti menguasai pasar Indonesia yang saat ini masih didominasi oleh produk-produk asing. "Padahal, tenaga kerja kita dari lulusan fesyen sudah banyak, bahan baku juga banyak, dan masyarakat pun telah melek fesyen," ujarnya.

Sayang, Mel mengungkapkan, pengetahuan fesyen di Indonesia masih kurang, lantaran selalu berkiblat pada produk desainer asing.

Itu sebabnya, pemilik butik Mel Ahyar Happa dan Mel Ahyar Coutere ini memilih pangsa yang berbeda dengan jalur desainer lainnya untuk merebut pasar. Anak ke- 4 dari 5 bersaudara yang lahir di Palembang ini memilih lini produk couture atau adibusana yang menampilkan kekuatan serta teknik konstruksi pola yang menutupi kekurangan pada bentuk badan sang klien.

Soalnya, banyak pelanggan Mel menderita penyakit skoliosis atau yang dikenal dengan kelainan tulang, sehingga menyebabkan bahu atau panggul menjadi asimetris. "Oleh karena itu, saya berkomitmen untuk dapat menutupi kekurangan bentuk badan klien kami dengan model baju yang berbeda dari yang dijual di toko atau desainer kebanyakan," jelas Mel.

Baju buatan Mel juga memiliki kekuatan pada konsep multikultur yang belum ada di Indonesia. Peminat gaun-gaun seperti ini pun cukup banyak, berkat garis desain yang unik dan harga yang terjangkau.

Mel boleh dibilang cukup kreatif untuk menyiasati persaingan yang ketat dengan para desainer lokal lainnya. Ia selalu meluncurkan dua produk berlainan yang membedakan busana pesanan khusus rancangannya dengan pakaiaan siap pakai hasil kreasinya.

Khusus untuk para fashionista, di studio Mel Ahyar Couture, Mel menawarkan busana pesta dengan teknik adibusana. Adapun untuk produk ready to wear Mel Ahyar Happa, "Saya menawarkan koleksi-koleksi cocktail dan busana sehari-hari dengan konsep multikultur," katanya.

Mel menjamin, bahan busana yang digunakannya berkualitas bagus. Teknik pewarnaan yang dipakai juga alami dan mengadopsi sentuhan teknik adibusana. Dan, yang paling penting, harganya jauh lebih terjangkau. "Harga Mel Ahyar Happa dipatok mulai Rp 300.000 hingga Rp 3,5 juta, namun ada juga yang Rp 6 juta ke atas," ujar Mel.

Namun, memulai bisnis fesyen, bukan tanpa kendala. Selain harus dengan modal yang tinggi, Mel juga menemui masalah lain hingga sekarang. Salah satunya, masih terbatasnya ajang fesyen skala internasional di Indonesia yang mengundang pembeli dari luar negeri.

Tak hanya itu, bahan baku tekstil dan trimming (pola) masih sangat mengandalkan produk dari China dan Hongkong. Belum lagi, bahan tekstil yang diperlukan oleh para perancang busana lokal harus dipesan dalam order yang besar, yakni minimum ribuan yard.

Tapi, Mel sedikit beruntung karena dalam setiap rancangan gaunnya yang menonjolkan sisi nouvelle couture alias gaya adibusana, pengadaan bahan bakunya lebih mudah dipesan tanpa harus terkena syarat minumum order. Meski begitu, harga bahan baku tersebut masih terbilang sangat tinggi.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×