kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Isu bakso babi menghangat, pedagang bakso merugi


Senin, 17 Desember 2012 / 15:18 WIB
Isu bakso babi menghangat, pedagang bakso merugi
ILUSTRASI. Logo International Monetary Fund (IMF). REUTERS/Yuri Gripas/File Photo


Reporter: Havid Vebri | Editor: Havid Vebri

Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah nasib para pengusaha bakso, khususnya di daerah Ibu Kota Jakarta dan sekitarnya. Kondisi mereka kini kian terpuruk setelah marak beredar isu bakso daging babi selama beberapa hari terakhir.

Sebelumnya, para pedagang bakso juga tertekan kenaikan harga daging sapi sejak sebulan terakhir. Chris Heru Permadi, pemilik Bakso Rawit Wong Tegal di Bintaro, Tangerang bilang, maraknya bakso babi kian memberatkan bisnis baksonya yang sudah tertekan lonjakan harga daging sapi.

"Omzet usaha kami sampai turun 50% gara-gara isu bakso babi ini," katanya, kemarin.

Chris mengaku, sejak merebak isi bakso babi, penjualan baksonya turun drastis. Biasanya, penjualan di akhir pekan lebih dari 60 porsi per hari, kini hanya terjual sekitar 20 sampai 25 porsi per hari. "Seperti hari Sabtu kemarin (15/12) itu, kami hanya dapat 20 porsi," katanya.

Bahkan, pernah dalam satu hari, salah satu cabang Bakso Rawit Wong Tegal hanya bisa menjual 10 porsi. Cabang yang paling anjlok penjualannya berada di salah satu kantin gedung perkantoran. "Langsung ngedrop karena karyawan banyak yang takut," ujar Chris.

Menurut Chris, isu bakso babi membuat masyarakat khawatir mengonsumsi bakso. Kalaupun ada yang tetap mengonsumsi, biasanya konsumen menanyakan bahan dasar daging yang digunakan. "Konsumen saya juga banyak menanyakan memakai dagingnya apa?" ungkapnya.

Bakso Rawit Wong Tegal menyasar konsumen kalangan menengah atas lantaran mematok harga jual mulai Rp 13.000 - Rp 18.000 per porsi.

Menurut Chris, peredaran bakso babi sangat merugikan pengusaha bakso seperti dirinya yang murni menggunakan daging sapi. Padahal, itu ulah segelintir pedagang. "Tapi, yang menanggung beban adalah 5.000 pedagang bakso di Jakarta," ujarnya.

Selain pedagang bakso skala menengah seperti dirinya, banyak juga gerai bakso skala besar yang omzetnya turun, terlebih pedagang bakso keliling. Dagangan mereka kini nyaris tidak laku, karena masyarakat khawatir usaha itu memakai bakso babi.

Makanya, sekarang banyak pedagang bakso keliling berhenti berjualan. Chris mengharapkan pemerintah segera bertindak cepat mengatasi persoalan ini. Selain memberi sanksi pedagang bakso nakal yang menggunakan daging babi, harga daging sapi juga harus diturunkan. "Karena itu akar masalahnya," ujarnya.

Chris bilang, sudah banyak menanggung kerugian gara-gara kenaikan harga sapi. Soalnya, ia tak bisa menaikkan harga jual bakso sebesar kenaikan harga sapi. Akhirnya, terpaksa ia memangkas margin hingga 20% per porsi.

Surya Hartanto, pemilik  Tahu Bakso Mbok Turi di Jakarta juga merasakan dampak kenaikan harga sapi. Begitu harga sapi naik, ia mengimbanginya dengan menaikkan harga jual bakso. Dari sebelumnya Rp 1.750 menjadi Rp 2.000 per butir.

"Banyak konsumen yang protes dan penjualan sempat turun," katanya. Maraknya bakso babi juga kian memberatkan usahanya.     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×