Reporter: Avanty Nurdiana | Editor: Tri Adi
Bisnis pariwisata membesarkan Johnnie Sugiarto. Memulai bisnis dari radio di Palembang, kini, bisnis Johnnie terus menggurita, dari lounge, biro wisata, pusat hiburan, serta hotel dan resor di banyak kota. Omzet usahanya ratusan miliar rupiah.
Potensi pariwisata Indonesia yang begitu besar bisa mendatangkan untung melimpah bagi mereka yang bisa memanfaatkannya dengan baik. Salah satu pengusaha yang berhasil di bidang ini adalah Johnnie Sugiarto. Lewat El John Group, selama 20 tahun lebih, ia sukses mengelola beberapa hotel, pusat rekreasi, media (Travel Club dan Travel Review), serta beberapa bisnis pendukung sektor ini.
Saat ini, El John Group mengelola 12 executive lounge di beberapa bandara di Indonesia. Ia juga memiliki enam hotel di bawah nama Parai di beberapa kota di Sumatra dan Kalimantan. Beberapa kawasan wisata seperti Teleng Ria Pacitan, pemandian Tirta Tapta di Bangka, dan Teluk Gelam di Sumatra Selatan dikelola anak usahanya. Selain itu, ia punya bisnis jasa penerbangan Indonesia Air Ambulance, khusus untuk pelayanan orang sakit. Total omzet bisnis El John Group mencapai ratusan miliar setiap tahun.
Untuk meraih kesuksesan seperti sekarang, Johnnie harus bekerja keras. Terlahir dari keluarga biasa di Sungaipenuh, Jambi, sejak kecil, Johnnie dan delapan saudaranya harus bekerja untuk bisa menyokong kehidupan keluarga. “Untuk membiayai kami agar bisa sekolah, kakak saya harus menjadi tukang tambal ban sepeda di pinggir jalan,” kenang dia. Ia juga pernah menjadi penjual rokok untuk ikut menanggung biaya sekolah dua adiknya.
Kondisi semakin susah ketika ayah Johnnie harus meringkuk di penjara lantaran masalah politik. Ia mengaku tidak mengetahui persis apa masalahnya kala itu. Ia hanya ingat pesan dari ayahnya. Sang ayah bilang, jika tidak mengetahui politik, sebaiknya ia tidak ikut-ikutan.
Selesai bersekolah menengah atas di tahun 1970-an, Johnnie merintis karier di bidang jurnalistik. Awalnya, dia bekerja menjadi penyiar radio di Palembang. Ia lantas menjadi wartawan di Harian Berita Ekspress Palembang. “Saat bekerja di radio, saya bermimpi bisa membeli radio tersebut,” ujar dia.
Mimpi yang awalnya hanya sekadar angan ternyata terwujud. Dua tahun setelah dia bekerja, pemilik stasiun radio bilang ingin menjual. Ia mencari cara agar bisa membelinya. Maklum, saat itu, dia memang tidak mempunyai uang.
Akhirnya, Johnnie sepakat dengan sang pemilik radio untuk membeli secara mencicil. Ia berusaha mendapat masukan pendapatan dari para pengiklan. Usaha itu ternyata berhasil. Akhirnya, dari pendapatan iklan, ia berhasil melunasi kewajibannya ke pemilik lama.
Bisnis biro perjalanan
Tidak puas hanya memiliki radio, Johnnie lantas mencoba menjajaki sektor lain. Ia mencoba berbisnis kontraktor dan pemasok barang. “Waktu itu, ada teman yang mengajak berbisnis,” jelas dia. Tapi, ternyata, bisnis kontraktor dan pemasok itu tidak sesuai dengan hati nuraninya. Dia beranggapan, bisnis tersebut sarat dengan tipu muslihat. Setelah menjalani bisnis itu selama lima tahun, ia memutuskan keluar.
Awal 1980, Johnnie mencoba masuk ke bisnis pariwisata dengan mendirikan biro perjalanan. Minat di bisnis ini muncul tidak sengaja. Saat masih di radio, ia sering menawarkan paket berlibur ke suatu tempat dengan membayar sejumlah uang. Ternyata, cukup banyak orang tertarik. “Kalau diajak jalan dalam satu kelompok, orang suka. Sebagai penyedia jasa, kami juga suka kalau pelanggan puas,” kata dia.
Setelah bisnis biro perjalanan berhasil, pada tahun 1984, Johnnie mengembangkan bisnis pendukung biro perjalanan, yakni bisnis hotel. “Kalau punya biro perjalanan, kami juga harus punya tempat penginapan,” imbuh dia. Ia membangun hotel pertama di Batam. Selanjutnya, ia juga membangun di Bangka, Papua, dan kota lainnya.
Dari sisi modal, Johnnie mengaku tidak memiliki banyak duit untuk mengembangkan bisnisnya. Karena itu, ia memiliki strategi menggandeng pihak lain. Di bisnis perhotelan dan pengelolaan kawasan wisata, ia banyak menjalin bekerja sama dengan pemerintahan daerah. “Lahannya dari mereka, namun modal tetap berasal dari saya,” jelas dia.
Sebagian modal investasi yang ditanamkan Johnnie di bisnis memang berasal dari kantongnya. Tapi, ada juga pinjaman dari beberapa bank, seperti Bank Mandiri dan BCA. Kepercayaan dari pihak perbankan dan pemerintah daerah ini membuat dia makin mudah melebarkan sayap bisnis.
Saat ini, meski potensi pengembangan hotel di banyak kota cukup bagus, Johnnie lebih menggarap Bangka dan Lombok. “Setelah ada bandara baru, dua pulau itu akan menjadi alternatif pariwisata yang menarik selain Bali,” ujar dia.
Di Bangka, ia berencana membangun waterpark yang berisi 10 wahana. Nilai investasi di lahan seluas lima hektare itu mencapai Rp 80 miliar–Rp 100 miliar. Rencananya, akhir tahun akan selesai. Di Lombok, ia akan membangun hotel dengan konsep low budget. Tapi Johnnie mengaku masih menghitung nilai investasi pasti untuk hotel itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News