kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Kain sulam tetap prospektif meski terempas pamor kain batik


Senin, 15 Agustus 2011 / 12:49 WIB
Kain sulam tetap prospektif meski terempas pamor kain batik
ILUSTRASI. Minuman keras beralkohol jenis bir Anker Beer produksi PT Delta Djakarta Tbk di hipermarket Jakarta Selatan (13/2/2015). KONTAN/Daniel Prabowo


Reporter: Bambang Rakhmanto, Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi

Kain sulam tangan semakin kehilangan pamor seiring naiknya pamor kain batik. Walaupun pasarnya semakin menciut, prospek kain sulam terutama sulam usus masih bisa mendatangkan untung. Sayangnya, proses pengerjaan yang memakan waktu dan harga yang relatif mahal menjadi kendala pemasaran kain sulam tangan.

Seni kerajinan kain sulam kian sayup-sayup terdengar. Kerajinan yang mengandalkan ketrampilan tangan ini semakin kehilangan pamor, kalah dibandingkan dengan kain batik yang belakangan ini semakin berkibar.

Salfrida Nasution Ramadhan, Ketua Komunitas Pecinta Sulam, mengatakan bahwa kerajinan sulam sebenarnya mampu menunjang perekonomian masyarakat. “Namun sulam tangan tersendat karena orang lebih melirik kain batik,” katanya.

Selain itu, peminat sulam tangan juga terbatas. Padahal, dengan proses pengerjaan yang full handmade ini membuat harga kain sulam tangan relatif lebih mahal.

Harga sebuah selendang sulam tangan bisa mencapai Rp 3 juta. Harga yang mahal itu, menurut Salfrida, karena menyulam seperti melukis sehingga sulam itu bernilai seni tinggi.

Seperti juga batik, tiap daerah di Indonesia memiliki ciri khas kain sulam masing-masing. Beberapa daerah yang terkenal dengan kain sulamnya adalah Kalimantan, Sumatra Barat, dan Gorontalo. “Dari 46 jenis sulaman di dunia, Indonesia memiliki jenis yang unik," katanya.

Salah seorang perajin kain sulam tangan asal Padang, Sumatra Barat adalah Rukbenny. Ia mengaku bisa menyelesaikan satu helai selendang dalam waktu satu bulan. “Membuatnya harus hati-hati dan selalu memperhatikan jarak antartusukan peniti,” urai Rukbenny.

Ia menambahkan, berjualan selendang sulam tangan di Sumatera Barat relatif mudah namun di luar Sumatera Barat perlu kerja keras. “Pasar sulaman tangan sangat terbatas,” ujarnya.

Nah, untuk menyiasati susahnya menjual selendang sulam itu, Rukebenny banyak mengikuti pameran kerajinan. Di situlah ia menawarkan karyanya.

Karena pasar di luar Sumatera Barat terbatas, dia mengaku hanya bisa menjual satu selendang sulam seharga Rp 3 juta per bulan. Termasuk juga dua lembar taplak meja sulam tangan dengan harga Rp 1,5 juta per lembar.

Selain di Sumatera Barat, kain sulam juga terkenal di Lampung dengan nama sulam usus. Sulam usus menggunakan bahan kain licin, seperti sutra atau satin.

Namun berbeda dengan selendang sulam gaya Sumatera Barat, sulam usus ternyata lebih diminati konsumen. Salah satu produsen sulam usus adalah Yusuf Masroh, pemilik butik Elfira di Lampung. Di butik itu, selain menjual beragam produk pakaian, Yusuf juga menjual kebaya dari sulam usus. "Sulam usus memiliki prospek bagus," katanya.

Prospek yang bagus dibuktikan dengan jumlah penjualan kebaya sulam usus yang mencapai 200 helai per bulan. Bahkan, saat ini Yusuf sudah melirik pasar luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Amerika.

Dengan jumlah pesanan yang banyak, Yusuf membagi pesanan itu dengan seluruh komunitas sulam usus di Lampung. Dari penjualan kebaya sulam usus, Yusuf mengaku memperoleh omzet bulanan sedikitnya mencapai Rp 180 juta dengan keuntungan Rp 45 juta. Omzet setinggi itu lantaran Yusuf menjual kebaya sulam usus seharga Rp 900.000 hingga Rp 2,5 juta. "Kebaya yang dihasilkan mampu mengikuti tren, sehingga diminati konsumen," katanya.

Selain kebaya, sulam usus juga bisa dibentuk menjadi sarung bantal, tempat tisu, bed cover, penutup galon, hingga tatakan gelas.

Walaupun pasarnya lebih luas, sulam usus juga tak lepas dari kendala, yakni waktu pengerjaan yang lama dan rumit. "Semua masih menggunakan tangan. Mesin hanya digunakan untuk membentuk usus saja," terang Yusuf.

Yusuf mengungkapkan, untuk menyelesaikan satu pesanan kebaya sulam usus, perajin membutuhkan waktu pengerjaan hingga satu bulan sampai satu setengah bulan lamanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×