Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Havid Vebri
Sebagian besar warga pekerja di Gang Cibuntu Tengah I RT 05 RW 09, Kelurahan Warung Muncang, Kecamatan Bandung Kulon, Bandung, terampil membuat boneka kain. Keterampilan itu mereka dapat dari belajar secara turun temurun.
Maklumlah, sentra boneka di daerah ini sudah berdiri sejak 20 tahun lalu. Endar, salah satu perajin, bilang, membuat boneka merupakan salah satu bentuk keterampilan tangan yang membutuhkan ketelitian dan kerajinan.
Dia bilang, cara membuat boneka bermacam-macam. Namun pada intinya tetap membutuhkan keterampilan tangan dalam menjahit secara manual.
Menurutnya, ada lima langkah sederhana membuat boneka. “Cari bahan, bentuk pola, jahit, isi bahan, jahit lagi,” ujarnya.
Kelima langkah itu dapat dikerjakan seorang diri. Namun, untuk keperluan komersial harus melibatkan perajin lain agar bisa menghasilkan produksi dalam skala besar dalam waktu yang cepat. Endar sendiri mempekerjakan enam karyawan dengan kemampuan produksi mencapai 180 boneka per hari.
Dede Sunaryat, perajin lainnya, menjelaskan, membuat boneka membutuhkan membutuhkan ketelitian dan kerajinan. Langkah pertama adalah membuat pola memakai kertas karton.
Selanjutnya kain digunting atau dijahit mengikuti pola karton tersebut. Pembuatan pola beraneka ragam, tergantung dari pesanan atau produk yang sedang laris di pasaran.
Ia mengaku selalu berusaha membuat boneka dengan pola baru, Untuk itu, ada kalanya ia meniru boneka buatan pabrik yang sudah ada. “Duplikat dari pabrik. Dibongkar untuk kemudian ditiru,” ujarnya.
Setelah pola selesai dibuat tinggal dibawa ke tukang bordir. Di tukang bordir ini, kain-kain yang akan dipakai sebagai bahan pembuat boneka dibentuk mengikuti pola yang sudah digambar.
Lewat tukang bordir juga dibuat motif dan aksesori yang diinginkan. Menurut Dede, pekerjaan yang dilakukan oleh tukang bordir pasti lebih rapi dan lebih bagus karena mereka memiliki keahlian dan alatnya. “Tapi biasanya di tempat bordir ini kami harus mengantre dengan perajin lain,” ucapnya.
Gara-gara antrean ini, beberapa kali ia terlambat memenuhi pesanan.
Setelah keluar dari tempat bordir, kain yang sudah memiliki pola dijahit oleh perajin menjadi bentuk yang diinginkan. Waktu yang dibutuhkan dalam proses menjahit tersebut tergantung dari tingkat kerumitan desain. “Tapi hasil jahitnya masih menyisakan lubang," ujar Dede.
Setelah dijahit, maka tugas selanjutnya adalah mengisi kain tersebut dengan dakron. Setelah boneka mencapai tingkat keempukan yang diinginkan, lubang yang tersisa itu dijahit kembali.
Di rumahnya yang sederhana, Dede mengaku memiliki empat orang perajin termasuk dirinya. Setiap hari, ia dapat memproduksi boneka 80 hingga 100 buah boneka.
Lantaran membuat boneka cukup rumit, beberapa perajin ada yang memilih meninggalkan usaha ini dengan berjualan boneka. Salah satunya Suhendi yang membuka toko boneka tak jauh dari Gang Cibuntu. “Jualan boneka lebih untung," ujarnya.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News