kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45917,21   7,90   0.87%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kiat usaha: Bikin sendiri atau beli yang jadi?


Selasa, 26 Februari 2013 / 15:06 WIB
Kiat usaha: Bikin sendiri atau beli yang jadi?
ILUSTRASI. Ada banyak bahan alami yang bisa digunakan sebagai moisturizer untuk kulit kering.


Reporter: J. Ani Kristanti, Meylisa Badriyani | Editor: Tri Adi

Mengawali usaha dengan merancang sendiri, atau membeli kemitraan, atau waralaba, sama-sama menjanjikan. Namun, sebaiknya, kenali potensi dan tujuan Anda berbisnis supaya usaha baru benar-benar mendatangkan penghasilan yang maksimal.

Beberapa tahun belakangan ini, pamor pengusaha (entrepreneur) sedang mengkilat. Banyak orang yang meninggalkan kariernya, dan terjun menjadi seorang pengusaha.

Kisah sukses tentu saja menjadi inspirasi bagi banyak orang untuk merintis jalan sebagai pebisnis. Apalagi, banyak media juga meliput dan menayangkan cerita pengusaha yang berhasil merintis usaha mereka. Tak sedikit orang yang lantas berpikir untuk mengikuti jejak para pengusaha tersebut dengan membuka usaha sendiri.

Apalagi, di zaman yang serba sulit seperti saat ini. Kebutuhan dan biaya hidup yang melambung atau kebosanan pada rutinitas pekerjaan di kantor, mendorong orang untuk memiliki usaha sendiri. Selain untuk meningkatkan penghasilan, menjalankan usaha sendiri juga memungkinkan pengaturan waktu yang lebih fleksibel.

Nah, jika Anda sudah memiliki keputusan untuk terjun menjadi seorang pengusaha, ada dua pilihan untuk memulai usaha tersebut. Yakni, merintis usaha sendiri atau membeli usaha yang sudah jadi yang ditawarkan dalam skema waralaba dan kemitraan.

Namun, sebelum memilih dua bentuk usaha itu, ada baiknya Anda benar-benar mengenali tujuan Anda dari membuka usaha. Pertama, apakah ingin murni menjadi seorang entrepreneur atau hanya sekadar menjadi investor?

Jika ingin menjadi entrepreneur sejati, Anda perlu membuka usaha secara mandiri. Sebaliknya, jika Anda hanya ingin menjadi investor, Anda bisa membeli tawaran kemitraan atau waralaba yang saat ini banyak beredar.

Hengky Eko, seorang konsultan usaha dan juga pemilik jaringan waralaba Bakso Kota Cak Man pun mengatakan, untuk Anda yang memiliki kesiapan, baik dari segi waktu dan modal, memulai usaha dengan brand sendiri tidaklah menjadi kendala. "Yang penting, Anda fokus dan konsisten untuk mengelola usaha ini ke masyarakat," tutur Eko.

Modal dan waktu memang diperlukan supaya usaha Anda tak hanya bertahan seumur jagung dan menanggung kerugian besar. Untuk membangun usaha, Anda membutuhkan riset terlebih dulu. Baik itu riset soal produk yang ingin Anda jual, hingga riset soal pasar yang akan dibidik. Tentu saja, untuk melakukan berbagai riset ini, Anda butuh waktu bukan?

Selain itu, di tahap awal usaha, belum tentu usaha yang Anda rintis bakal langsung mendatangkan keuntungan.

Di sini, ada tahap trial and error.  Nah, supaya orang melihat keseriusan Anda dalam membangun usaha, tentu saja Anda harus menyiapkan cukup modal untuk mendukung keberadaan usaha Anda. Selama bulan-bulan pertama, Anda harus siap jika harus menuai kerugian.

Untuk lebih jelasnya, mungkin Anda bisa menyimak pengalaman Wieke Anggarini, ketika terjun menjadi pengusaha enam tahun silam. Wanita 34 tahun ini memutuskan untuk langsung terjun ke usaha Tahu Petis Yudistira karena ingin memiliki usaha dan mengembangkan brand sendiri. "Jadi, anggapannya, 100% usaha itu adalah milik saya," tambahnya.

Sebelum terjun, Wieke pun melakukan riset terlebih dahulu. Mendatangi pabrik tahu, untuk mengetahui produk yang diinginkan calon pembeli.

Ia pun melihat, pada saat itu belum ada pelaku usaha lain yang menggarap brand produk tahu petis dengan konsep seperti yang diangankan Wieke. Ya, ia ingin, penganan tradisional asal Semarang ini ini bisa menjangkau kalangan atas masyarakat ibu kota dengan menyajikan produk berkualitas dan kemasan yang baik.  

Dengan usaha sendiri, Wieke pun menyadari risiko yang bakal dihadapi lebih besar, ketimbang membeli sebuah usaha waralaba. "Risikonya antara laku dan tidak laku. Ya, memang sesederhana itu," ujar Wieke.

Maklum, belum banyak orang yang mengenal tahu petis di Jakarta. Alhasil, camilan ini tak akrab di lidah pecinta kuliner Jakarta. Karena itu, Wieke bilang, pada tahap awal, ia perlu waktu untuk mengedukasi produknya ke masyarakat.

Nah, di sinilah calon pelaku usaha harus mampu mengenal lingkungan dan bidang bisnis yang dijalankan. Jika mereka masuk ke pasar baru, mereka harus siap untuk memperkenalkan produknya ke pasar.

Seperti yang dilakukan Wieke, ia pun rajin mengikuti satu pameran ke pameran kuliner lainnya, demi memperkenalkan petis yang disebutnya sebagai pasta udang. Dan, dengan usahanya itu, terbukti, banyak orang makin mengenal dan menyukai produknya.

Yang harus diingat, dalam sebuah usaha, terutama makanan, Anda harus selalu memikirkan barang sisa, karena tidak laku. Apalagi, jika Anda mempunyai etalase yang menyajikan makanan siap saji. Oleh karena itu, Anda perlu berhitung dengan cermat agar tidak banyak sisa yang terbuang sia-sia.

Untuk memulai usaha sendiri, selain melihat adanya peluang dari belum ada atau belum banyaknya pemain di suatu daerah, Anda juga harus memiliki passion di bidang usaha tersebut. Passion ini mungkin bisa digali dari ketertarikan atau hobi pada satu jenis usaha.

Misalnya, jika Anda mempunyai ketertarikan pada fashion. Maka, tak ada salahnya jika Anda menjajal peruntungan dengan menjual produk fashion. Atau, jika sebelumnya Anda mempunyai keahlian di suatu bidang tertentu, misal desainer rumah tinggal (arsitek), boleh saja, keahlian itu menjadi bekal Anda untuk mengembangkan usaha sendiri.

Usaha juga bisa datang dari pengalaman yang pernah Anda alami sehari-hari. Yulia Astuti, pemilik jaringan salon muslimah Moz5, mengembangkan usaha salon ini berangkat dari pengalamannya yang sulit mencari salon khusus wanita, sekitar sepuluh tahun lalu. "Saat itu salon khusus wanita sangat jarang. Kalaupun ada, ya, cuma salon rumahan yang kadang-kadang ada suami, anak, dan karyawan laki-laki,"  ujar wanita berkerudung yang bercita-cita punya usaha sendiri ini.  

Karena ingin memiliki usaha sendiri, Yulia pun menangkap kebutuhan itu sebagai peluang berbisnis. Apalagi, ia melihat potensi pasar salon khusus bagi perempuan yang ogah menunjukkan rambutnya kepada lelaki yang bukan muhrim, begitu besar. "Saya menilai, tren wanita berkerudung makin meningkat.  Apalagi, setelah munculnya kerudung untuk anak muda," tutur Yulia.

Dari sebuah salon di Margonda, Depok, kini Yulia telah memiliki enam cabang Moz5. Selain itu, Yulia yang menawarkan kemitraan salon muslimah sejak 2008, kini sudah memiliki 23 mitra.


Harus fokus

Lain lagi dengan cerita Frans Satrya Pekasa, pemilik PT Gading Dampar Kencana, perusahaan eksportir furnitur. Kejelian melihat adanya celah pasar menjadi peluang baginya untuk memulai usaha sendiri.  

Saat memutuskan terjun berbisnis furniture pada tahun 2000-an lalu, Frans melihat banyaknya agen furnitur rotan dan kayu jati (buyer) di kota kelahirannya, Cirebon. Ia pun lantas menjadi perantara antara buyer lokal dan para perajin furnitur. Tak hanya di Cirebon, Frans juga berburu berbagai mebel hingga Jepara, Jawa Tengah.

Usaha yang dirintis bersama temannya dengan modal Rp 25 juta terus berkembang. Bahkan, dalam setahun, Frans berhasil mengembalikan modalnya dan perusahaannya pun terus berkembang.

Sayang, Frans sedikit terlena. Ia terpikat pada bisnis baru, yakni bisnis batubara yang sedang naik daun di era tahun 2004. "Bisnis baru itu membuat saya tak lagi fokus pada furnitur," ujarnya. Frans pun harus rela kehilangan perusahaan yang dirintisnya dan meninggalkan beberapa masalah.

Inilah yang perlu Anda ingat, yakni selama menjalankan usaha sendiri ini. Anda harus fokus selama menjalankan usaha tersebut. Cermati perkembangan usaha Anda, kesulitan serta ancaman yang bisa saja terjadi.  

Frans pun berpesan, jika usaha pertama Anda sudah berhasil, ada baiknya untuk tidak terburu-buru ekspansi ke bidang usaha lainnya. Apalagi, jika Anda tak menguasai bisnis baru itu sepenuhnya.

Namun, bermodal tekad kuat serta keyakinan, Frans pun kembali menuai sukses di bisnis furniture. Tahun lalu, perusahaannya mampu mengapalkan 30 kontainer mebel setiap bulan dan menjadi pengusaha furnitur pertama yang memiliki showroom di China.  

Jatuh bangun membangun bisnis sendiri juga dialami Ida Sofiati, pemilik PT SMS Indoputra. Setelah terpuruk menjalankan usaha kontraktor bersama suaminya, Ida pun menjajal bisnis pupuk, tujuh tahun silam.

Berkat kegigihan usahanya, Ida pun berhasil mengembangkan bisnis pupuk biologi ini hingga menjadi yang terbesar di Asia. Ia pun menggandeng kerja sama pemasaran dengan sebuah perusahaan multilevel marketing (MLM).

Sayang, kerja sama ini tak berlangsung lama karena Ida melihat kecurangan yang dilakukan perusahaan MLM tersebut. Ia pun memutuskan kontrak dan harus rela kehilangan pasar yang besar. "Omzet saya anjlok hingga 50%," katanya.

Berkat kegigihan, Ida kembali bergerilya untuk memasarkan pupuk Agrobost. Tak hanya pasar ritel, ia juga menggarap pasar korporat. Ida pun makin fokus dengan terus mengembangkan berbagai produk yang berkaitan dengan tanaman.

Berkaca dari beragam pengalaman ini, mungkin bisa disimpulkan, kegagalan bisa saja mewarnai perjalanan saat seseorang membangun sebuah bisnis. Bagi sebagian orang, malah, belum tentu sukses ketika

melakoni bisnisnya yang pertama kali. Biasanya, orang yang menjalankan usaha itu baru berhasil ketika sudah menjalankan bisnis yang ketiga atau keempat kalinya.

Yang penting, Anda berani mencoba untuk terjun di dunia usaha. Pasalnya, ilmu bisnis akan diperoleh ketika Anda benar-benar terjun menjadi pengusaha. Kegagalan akan menjadi tantangan terbesar, asal tak kehabisan tekad dan semangat untuk terus maju.

Dalam pengembangan usaha, tak ada salahnya pula terus mengembangkan jaringan. Dengan memiliki jaringan yang luas akan mendorong usaha itu jadi lebih besar. Sebab, jaringan ini juga bisa berperan sebagai promosi yang cukup andal.

Nah, jika usaha yang dijalankan sudah serius, sebaiknya langsung dilegalkan dengan menjadi perseroan terbatas (PT). Pasalnya, Jika usaha itu sudah dinaungi oleh perusahaan yang memiliki status hukum, maka perkembangan perusahaan akan lebih mudah.

Misalnya, ketika berunding dengan investor atau pihak bank, tentu yang pertama dilihat adalah keabsahan atau legalitas usaha yang dijalankan.


Tak perlu repot

Selain membangun usaha sendiri, Anda juga bisa membeli tawaran kemitraan atau waralaba (franchise) jika memang ingin terjun di dunia usaha. Dengan membeli usaha yang sudah jadi, Anda pun tak perlu repot, tinggal menjalankannya sesuai dengan arahan pemilik waralaba.

Anda yang tak ingin meninggalkan pekerjaan lama, tapi tetap ingin memperoleh penghasilan tambahan, mungkin membeli waralaba ini bisa menjadi pilihan yang sesuai. Selain pengelolaannya lebih sederhana, dalam bentuk usaha ini, Anda juga tak akan menemui kerepotan, misal dalam promosi. Pihak pewaralaba (franchisor) tentu akan memberi pelatihan tentang konsep, sistem dan strategi usaha.

Tak heran, waralaba tetap menjadi pilihan usaha terfavorit bagi pemula yang ingin berwirausaha. Maklum, selain keuntungan dan benefit yang tak ditemukan pada bentuk usaha yang dibikin sendiri, rentang modal yang ditawarkan berbagai jenis waralaba sangat lebar. Dengan modal awal jutaan hingga ratusan juta, seseorang dapat menjalankan usaha tanpa harus memulainya dari nol.

Selain itu, untuk pemula bermodal kecil, waralaba dapat mempermudah Anda untuk memperoleh angka keberhasilan yang lebih besar. "Ini karena usaha waralaba telah memiliki nama besar serta pakem atau tata alur usaha yang telah ajeg, sehingga ada gambaran pengelolaan usaha dengan lebih teratur," jelas Eko.

Dengan usaha waralaba, Anda juga bisa meminimalisasi risiko kegagalan saat awal merintis usaha. Namun, yang perlu diingat, mengambil suatu waralaba bukan berarti tanpa risiko. "Tetap terkandung suatu risiko, hanya saja lebih ringan karena risiko tersebut dibagi bersama antara pewaralaba dengan terwaralaba," kata Wieke yang sejak dua tahun lalu menawarkan kemitraan Tahu Petis Yudistira.

Pelaku usaha bisa saja berbagai risiko, dalam bisnis kemitraan atau waralaba, lantaran pihak pewaralaba sudah terlebih lebih dahulu hadir dengan pengalamannya. Standardisasi produk dan jaminan-jaminan tertentu, akan membuat pembeli waralaba merasa nyaman. "Tapi, tentu tidak 100% secure, karena pastinya ada faktor-faktor yang akan berpengaruh terhadap penjualan, seperti lokasi dan komitmen pembeli waralaba tersebut," jelas Wieke.

Namun, tentu saja, supaya usaha waralaba ini juga tetap berjalan baik, ada baiknya, Anda melakukan pengawasan secara berkala. Meski akuisisi waralaba sudah termasuk konsep yang tertata rapi, bisa saja, ada celah-celah untuk melakukan kecurangan. Alhasil, bukannya untung, Anda justru akan menuai kerugian.

Nah, setelah menentukan bentuk usaha yang ideal, apakah Anda sudah siap untuk menjadi pengusaha?     

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×