kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kisruh sepak bola, usaha sandal logo klub bola lesu


Jumat, 24 Juni 2011 / 16:01 WIB
Kisruh sepak bola, usaha sandal logo klub bola lesu
ILUSTRASI. Promo Hypermart 15-17 September 2020. Pengunjung mengenakan masker saat berbelanja di gerai ritel modern Hypermart, Jakarta, Senin (1/6/2020). KONTAN/Fransiskus Simbolon


Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Tanpa sebab yang jelas, sejumlah klub sepak bola tanah air menyetop pemesan sandal jepit dengan logo tim mereka. Omzet dua produsen alas kaki ini di Yogyakarta dan Sidoarjo pun menurun. Paling banter saat ini mereka hanya mendulang pendapatan Rp 10 juta per bulan.

sepak bola adalah olah raga yang paling punya banyak penggemar. Semua kalangan, kaya, miskin, tua muda, dan cowok-cewek menyukai sepakbola.

Itu sebabnya, berbagai aksesori dan pernak-pernik sepakbola termasuk sandal jepit laku keras. Terutama milik klub-klub bola yang memiliki banyak fans loyal.

Tapi, sejak Februari 2011 lalu, penjualan sandal jepit dengan logo klub bola lokal menurun. Bachtiar Ivan, produsen alas kaki ini di Yogyakarta, mengungkapkan, dirinya sudah tidak lagi mendapat pesanan dari PSS Sleman dan Persipura Jayapura yang menjadi pelanggan tetapnya selama ini.

Biasanya, Ivan mendapat pesanan sekitar 50 kodi atau sekitar 1.000 pasang sandal jepit dari kedua klub tersebut. "Sandalnya ada yang dijual ke fans, tapi sebagian digunakan untuk kebutuhan sendiri," ujar pria yang sudah sembilan tahun menggeluti bisnis sandal jepit.

Pesanan yang datang ke Nurkolis, produsen sandal asal Sidoarjo, Jawa Timur juga menurun. "Jika liga nasional tengah berlangsung, biasanya meningkat. Tapi tahun ini justru penjualannya menurun," katanya.

Pesanan sandal dari Arema Malang, Persibo Bojonegoro, dan Persebaya Surabaya sudah tidak lagi mengalir sejak dua bulan lalu. Biasanya, setiap bulan, Nurkolis menerima order sampai 50 kodi dari masing-masing klub. "Tentu saja omzet jadi menurun," ujar dia.

Sebelumnya, Nurkolis mampu mengantongi pendapatan hingga Rp 19 juta. Sekarang, paling banyak omzet yang masuk kantong hanya Rp 10 juta.

Baik Ivan maupun Nurkolis tidak tahu pasti, apa yang menyebabkan klub-klub lokal itu tak lagi memesan sandal dari mereka. Tapi, keduanya sama-sama menduga, penyetopan pesanan ini ada kaitannya dengan prestasi klub yang jeblok dan kisruh di tubuh Persatuan Sepak-bola Seluruh Indonesia (PSSI).

Agar omzet kembali naik, Ivan membuat aneka sandal hotel dan karakter kartun. "Saya memecah-mecah produksi. Misalnya, untuk pembuatan 1.000 sandal jepit, setengahnya untuk sandal hotel, sebagian untuk gambar kartun dan klub bola," paparnya.

Karena itu, Ivan masih sanggup menjual hingga 1.000 pasang dengan banderol harga Rp 10.500 untuk sepasang sandal.

Ivan dan Nurkolis berharap, prestasi klub bola yang menjadi langganan mereka kembali bersinar. "Kalau prestasi bagus, antusiasme fans untuk mengoleksi merchandise seperti sandal jepit semakin besar," kata Ivan.

Apalagi, dari berbagai produk sandal yang mereka buat, selama ini permintaan alas kaki berlogo klub bola yang paling tinggi.

Tak hanya lokal, klub-klub bola luar negeri juga banyak peminatnya, dengan perbandingan permintaan 50:50. Setengah klub lokal, setengah lagi klub luar negeri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×