CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Kue beredar di pasar, mal, hingga hotel (2)


Selasa, 07 Oktober 2014 / 15:03 WIB
Kue beredar di pasar, mal, hingga hotel (2)
ILUSTRASI. Film Like & Share dan beberapa judul film terbaru lainnya yang dijadwalkan tayang di Netflix pada minggu ini.


Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Havid Vebri

Sebelum mendapat julukan sebagai Kampung Kue, Kecamatan Rungkut Lor RT 04/RW 05 Gang 2 di Surabaya awalnya dikenal sebagai kampung kos-kosan untuk para pekerja pabrik di kawasan Rungkut Industri.

Namun, berkat semangat dan kerja keras para ibu rumahtangga untuk mengolah dan memproduksi kue di kawasan hunian tersebut, Rungkut Lor perlahan berubah menjadi kampung produsen kue.

Para ibu rumahtangga di kampung ini mampu membuat sekitar 25.000 kue per harinya. Bagi mereka, mendapatkan pasokan bahan kue bukanlah hal yang sulit. Pasalnya, ibu-ibu ini mendapat bantuan subsidi tepung terigu dari salah satu perusahaan tepung, yakni Bogasari.

Sementara bahan lain seperti gula, telur, dan bahan pelengkap lainnya dapat diperoleh dengan mudah di pasar yang lokasinya tak berjauhan dengan tempat tinggal mereka.
Khoirul Mahpuduah, salah seorang produsen kue, mampu memproduksi 300 porsi kue lumpur setiap hari. Untuk membuat kue sebanyak itu dia hanya membutuhkan sekitar 3 kilogram (kg) tepung terigu, 30 butir telur ayam, dan 1.500 gram gula pasir.

Bahan baku sebanyak itu dia beli dari pemasok di pasar terdekat. Meskipun harus memenuhi banyak permintaan, kue-kue pesanan tersebut umumnya hanya didistribusikan di sekitar Surabaya.

Pasalnya, kue yang diproduksi bersifat basah, sehingga tidak tahan disimpan dalam waktu lama. Kecuali jenis kue-kue kering seperti kue nastar dan kue almond crispy yang bisa tahan dalam periode waktu lebih lama.

Sentra produksi kue di kampung ini mulai berproduksi pukul 02.00 WIB setiap hari. Para ibu rumahtangga, termasuk Khoirul, sudah sibuk membuat kue di dapur. Pada pukul 05.00 WIB, para tengkulak sudah menunggu untuk memasarkan kue-kue buatan ibu-ibu di kampung ini.

Kue-kue ini bakal didistribusikan ke pasar-pasar, toko, dan mal di Surabaya. Produk kue yang digemari bermacam-macam. Sebab, tidak semua ibu-ibu membuat produk yang sama. Hal ini untuk menjaga persaingan yang sehat. Khoirul sendiri membuat kue lumpur dan lemper ayam. "Biasanya dua jenis kue ini lumayan banyak peminatnya," tuturnya.

Tak jauh dari rumah Khoirul, Elva Susanti, pemilik Dieva Cakes & Cookies, juga memiliki produk andalan yang berbeda dari kue-kue olahan ibu-ibu di sekitar lingkungannya. Produk kue andalannya adalah brownies, pai buah, dan sus ragout. "Banyak orang bilang rasa kue saya ini enak ketimbang lainnya," sebut Elva.

Eva juga mengklaim, khusus kue jenis sus ragout belum ada yang memproduksinya selain dia. Hampir 24 jam, Elva berada di dapurnya untuk mengolah kue-kue. Mayoritas pesanan datang dari hotel-hotel di Surabaya untuk hidangan penutup siang hari dan malam hari.  

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

Berita Terkait


TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×