Reporter: Rizki Caturini | Editor: Tri Adi
Kualitas air tanah di Indonesia makin menurun. Produksi limbah rumah tangga dan pabrik ditengarai menjadi pemicunya. Maka, banyak perusahaan memanfaatkan kondisi ini dengan menciptakan teknologi pemurni air.
Ketersediaan air yang aman dikonsumsi masyarakat kian menipis. Banyak hal yang menyebabkan air bersih menjadi langka. Misalnya, pembangunan perumahan dan gedung-gedung, yang konstruksinya begitu rapat, kerap mengganggu resapan air tanah. Kondisi ini membuat daya saring alami yang dimiliki tanah melemah.
Belum lagi, limbah pabrik yang mampu mencemarkan air tanah. Belakangan ini, kapasitasnya makin meningkat seiring bertambahnya pembangunan pabrik.
Bukan cuma itu. Banyaknya saluran air yang tersumbat oleh sampah rumah tangga dan pabrik, makin membuat kualitas air tanah di negeri ini sangat memprihatinkan. Dampak dari semua itu tentu merugikan kesehatan masyarakat.
Beberapa masalah air tanah yang sering ditemui adalah air yang mengandung zat besi tinggi, membuat air tanah berwarna kuning. Selain itu, kandungan kapur di air yang tinggi menimbulkan bercak putih di air.
Itu beberapa ciri fisik yang masih bisa terlihat mata telanjang. Padahal, air tanah yang tampak jernih, belum tentu bebas dari kuman penyakit. Adanya kandungan mikrobiologi seperti bakteri E.Coli dan coliform mengindikasikan kontaminasi sampah dan feses dalam air.
Dr R. Budi Haryanto SKM, M.Kes, M.SC, pakar kesehatan lingkungan dari Universitas Indonesia, menjelaskan, hampir 50% dari penyakit yang diderita masyarakat kita disebabkan oleh air minum yang tercemar dan pola hidup tidak bersih. "Salah satu penyakit yang umum disebabkan oleh air yang tercemar adalah diare," ujarnya.
Dengan kualitas air tanah yang rendah seperti itu, merebus air tidak cukup lagi membuat air tanah jadi layak minum. Itulah yang melatari semakin banyaknya penawaran produk pemurnian air, yang diklaim mampu melindungi dari kuman penyakit.
Teknologi pemurnian air yang dikembangkan sejumlah perusahaan belakangan ini, diharapkan mampu membantu memperbaiki lingkungan, khususnya meningkatkan kualitas air minum.
Salah satu perusahaan yang mengembangkan teknologi pemurnian air adalah PT Unilever Indonesia Tbk. Produsen barang-barang konsumsi rumah tangga ini meluncurkan Unilever Pureit.Ini adalah produk pemurni air siap minum tanpa dimasak. Dalam prosesnya, teknologi ini tidak membutuhkan gas atau listrik. Unilever juga mengklaim, proses penyaringan air ini tidak menghasilkan limbah. "Sehingga, alat ini mampu menghemat listrik, air dan juga ramah lingkungan," kata Felicia Julian, Brand Manager Unilever Pureit.
Proses penyaringan
Teknologi pemurnian air siap minum ini melalui empat tahap penyaringan. Pertama, memakai serat mikro yang berfungsi menghilangkan kotoran. Kedua, menggunakan filter karbon aktif untuk menghilangkan pestisida dan parasit berbahaya. Penyaringan ketiga dengan teknologi prosesor pembunuh kuman yang berfungsi menghilangkan bakteri dan virus. Keempat, melewati alat penjernih yang menghasilkan air tak berbau yang siap diminum.
Produk anyar Unilever ini mampu memurnikan 1.500 liter air atau sekitar 80 galon untuk pemakaian sekitar enam sampai delapan bulan. Setelah itu, komponen pemurni air diganti dengan yang baru. "Target pasar kami adalah masyarakat yang mengkonsumsi air tanah untuk minum," ujar Felicia.
Untuk tahap awal, Unilever fokus menjual produknya di Jabodetabek dan Bandung, Jawa Barat. Harganya Rp 500.000 per unit. Sayang, Felicia tak mau menyebutkan jumlah penjualan dan pangsa pasar yang dibidiknya.
Dia mengatakan, produk ini sudah memenuhi kriteria internasional dari Environmental Protection Agency (EPA) di Amerika Serikat. Alat ini juga telah mendapat pengakuan dari beberapa laboratorium universitas terkemuka di Indonesia, seperti UGM, ITB dan IPB.
Perusahaan lainnya yang juga menawarkan produk pemurnian air siap minum adalah PT Hydro Water Technology di Bogor, Jawa Barat. Produk Hydro itu bernama Reverse Osmosis (RO). Mesin ini dilengkapi teknologi pengolahan air dengan memisahkan dua larutan dengan jumlah kandungan zat terlarut berbeda menggunakan tekanan tinggi.
Beberapa jenis logam yang diklaim bisa dihilangkan dengan produk RO adalah timbal, mangan, merkuri, nitrat, besi dan kalium.
Sejumlah jenis partikel dan pestisida, seperti pentaklorofenol, bisa dipisahkan dalam proses pemurnian tersebut. Air yang telah diolah dengan mesin RO ini mampu menghasilkan 10-35 galon per hari. Bedanya, RO membutuhkan listrik dan menghasilkan endapan kotoran atau sampah dari hasil proses pemurnian.
Harga jual RO sekitar Rp 3,5 juta per unit. "Rata-rata kami bisa menjual produk ini sebanyak 100 unit per bulan," kata Lulu, Supervisor Hydro Water. Jadi, omzet penjualan RO sekitar Rp 350 juta per bulan. Margin dari penjualan mesin ini sekitar 30%-40%.
Omzet sebesar itu belum termasuk penjualan mesin pemurni jenis lainnya, yang diproduksi oleh perusahaan milik Teguh Wibawanto ini. Salah satu daya tarik mesin yang dijual Hydro Water adalah jaminan 100 hari uang kembali dan percobaan selama dua minggu gratis. Sehingga, konsumen bisa membuktikan kualitas produk pemurni air itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News