Reporter: Melati Amaya Dori | Editor: Tri Adi
Harga daging sapi yang mahal bisa jadi menggeser pola pikir konsumennya. Penikmat lauk kini mencari sumber protein melalui ikan, daging ayam, atau telur. Tampaknya, pangan olahan berbahan ikan, seperti abon, menjadi alternatif yang
semakin populer.
Tren itu melebarkan celah berbisnis abon ikan. Apalagi, sebagian orang juga menghindari daging merah lantaran mencemaskan kandungan lemak dan kalorinya yang tinggi. “Yang suka abon, namun pantang makan daging sapi, biasanya memilih abon ikan,” papar Nuraeni, produsen abon ikan merek Fatima Az Zahra.
Selain itu, dengan karakternya yang lunak dan mudah dicerna, abon ikan pun cocok untuk bayi dan anak-anak. Alhasil, abon ikan juga menjadi buruan ibu-ibu muda yang baru punya bayi atau masih punya anak kecil. “Biasanya mereka beli karena anak mereka lebih suka makan abon daripada daging ikan. Bisa jadi karena abon enggak bau amis,” terang Anggini Kusnadi, produsen abon ikan merek Winny Abon Ikan.
Pasar yang luas ini memperbesar potensi bisnis abon ikan ke depan. Anggini pun bertutur, sejak merintis usaha pada 2011, setiap tahun permintaan terus tumbuh lebih dari 10%. Karena terbuat dari ikan tuna, abon ikan memiliki kandungan omega 3 dan omega 6 yang penting bagi anak-anak.
Pengalaman serupa dialami oleh Nuraeni. Mengembangkan bisnis di salah satu daerah pemasok ikan tuna terbesar, Makassar, permintaan abon ikan Fatima Az Zahra terus meningkat. “Awalnya dalam sebulan kapasitas hanya puluhan dan naik jadi ratusan kilogram. Kini permintaan bisa mencapai 2 ton saban bulan,” cerita Nuraeni yang mengawali bisnisnya sejak tahun 2006.
Abon ikan merupakan makanan olahan yang terbuat dari daging ikan yang sudah diberi bumbu dan rempah-rempah tertentu. Ikan-ikan yang biasanya menjadi bahan baku abon adalah ikan tuna, patin, lele, atau ikan bawal.
Anggini menjual Winny Abon Ikan dengan empat jenis ikan. Yakni, abon ikan tuna, lele, bawal dan patin. Dia membungkus abon ikannya dengan kemasan berukuran 100 gram. Meski ikannya berbeda, Anggini menetapkan banderol harga sama, Rp 25.000 per bungkus.
Sebagai pemain baru, dia pun harus lebih kreatif. Anggini menciptakan beragam rasa untuk abon ikannya. Ada empat varian rasa, seperti orisinal, pedas manis, ekstra pedas dan super pedas.
Berbeda dengan Anggini, Nuraeni langsung mengemas abon ikan Fatima Az Zahra dalam kemasan besar, berukuran 1 kilogram (kg). Banderol harga abon ikan tuna ini Rp 120.000 tiap bungkus.
Namun, abon Fatimah Az Zahra hanya mempunyai dua varian rasa, yakni orisinal dan pedas. “Kalau ikannya lagi banyak, kami juga bikin abon ikan gabus, harganya Rp 300.000 per kg,” tutur Nuraeni.
Namun, meski hanya menjual abon ikan tuna, Nuraeni bisa menuai omzet cukup besar. Setelah delapan tahun terjun di bisnis ini, kini, dia bisa membukukan omzet hingga Rp 120 juta saban bulan. “Bahkan menjelang musim haji bisa meningkat dua kali lipat,” jelas Nuraeni.
Sementara, omzet Anggini yang baru dua tahun menjalani bisnis ini lumayan. Dia mengatakan, omzetnya sudah mencapai Rp 50 juta per bulan, dengan mengolah sekitar 300 kilogram ikan tuna.
Menurut dua produsen abon ikan ini, dari usaha ini mereka bisa mendulang laba bersih sekitar 30%. Lumayan, bukan? Lalu, apakah Anda tertarik menekuni bisnis ini?
Segar lebih baik
Baik Nuraeni maupun Anggini mengklaim, mereka menggunakan ikan segar sebagai bahan baku abon. Kedua wanita itu mendapatkan ikan segar lantaran lokasi usaha mereka tak jauh dari pesisir pantai.
Untuk mendapatkan pasokan daging segar, Anggini langsung mengambil ikan dari Tempat Pelelangan Ikan atau TPI di sekitar Cirebon. Namun, dia sudah memiliki pemasok langgan-an yang akan memberikan ikan-ikan segar.
Sedangkan, Nuraeni yang dalam pengolahannya melibatkan istri nelayan, mendapatkan ikan langsung dari nelayan di Pattingaloang, Sulawesi Selatan. Dia memang menggunakan cara kerja ini, supaya kualitas ikan tak menurun dan memangkas biaya transportasi ikan.
Pesan Nuraeni, kalau ingin merintis usaha di bidang panganan olahan ikan, memang sebaiknya memilih lokasi yang dekat dengan tempat nelayan melaut atau pusat penjualan ikan. Tujuannya, mendapatkan ikan dengan kualitas terbaik sekaligus harga terbaik. “Di sini, ikan tuna melimpah, jadi kami tidak pernah kesulitan bahan baku,” terang dia.
Pemilihan ikan segar ini supaya kualitas abon yang dihasilkan cukup baik, baik dari tekstur abon nantinya maupun dari rasa. Sebab, dari ikan yang segar, selain rasa abon akan lebih enak, abon juga bisa bertahan lebih lama. Masa kedaluwarsa abon ikan biasanya selama enam bulan.
Bila kepastian mendapat bahan baku sudah diperoleh, Anda pun tinggal mencari tahu cara-cara pembuatan
abon ikan. Anda bisa belajar dari para produsen sebelumnya, atau mencari tahu lewat internet. Banyak, kok, resep dan cara membuat abon yang termuat di sana.
Anda juga bisa mendatangi Dinas Kelautan dan Perikanan karena mereka kerap menggelar kegiatan pelatihan tentang proses pembuatan produk olahan ikan. “Saya mempelajari cara membuat abon juga dari sana,” kenang Nuraeni.
Apalagi, proses pembuatan abon cukup mudah dan sederhana. Untuk memastikan kualitas, daging ikan segar harus dicuci bersih. Isi perut juga sebaiknya dibuang. Jangan lupa, pisahnya daging dengan tulang dan kepala ikan.
Sebelum dibuat abon, daging ikan terlebih dahulu harus dikukus. Baru setelah itu, ikan dicincang hingga ukurannya ukurannya kecil dan halus.
Bumbu abon ikan pun gampang diperoleh. Antara lain, bawang merah, bawang putih, jahe, lengkuas, dan merica. Jika ingin memberikan tambahan rasa pedas maka bisa ditambahkan cabai merah.
Sebenarnya, ada dua cara memasak abon, yakni digoreng atau disangrai (digoreng tanpa minyak). Tapi, Nuraini maupun Anggini lebih suka menggoreng daging ikan cincang yang telah bercampur dengan bumbu, supaya rasanya lebih gurih. Nah, kalau digoreng, Anda harus meniriskan minyak hingga abon benar-benar kering. Nuraini pun menggunakan mesin peniris minyak, supaya proses pengeringan ini cepat.
Proses produksi sendiri biasanya dilakukan seminggu sekali. Pasalnya, produksi abon ini memakan waktu lama, tergantung kapasitas produksi. Dalam sekali produksi, Anggini membutuhkan waktu antara tiga hari hingga lima hari. Adapun Nuraeni bisa menghabiskan waktu hingga seminggu untuk mengolah 2 ton ikan.
Dia bilang, yang membuat lama biasanya proses pembersihan, pemisahan ikan, hingga pendinginan. Namun, jika ingin mengejar waktu, Anda bisa memesan ikan dari pemasok yang sudah menyediakan ikan dalam bentuk filet daging yang siap olah. Biasanya, dari 500 kg ikan segar, bisa dihasilkan 250 kg abon ikan.
Jika ingin merintis usaha ini, modal yang dibutuhkan terbilang tidak terlalu besar. Karena masih mengolah dengan alat masak biasa, Nuraeni, merintisnya dari modal Rp 1,5 juta. Uang tersebut dipakai untuk membeli sekitar 35 kg daging ikan segar beserta bumbu.
Pengalaman serupa pun dialami oleh Anggini. Bahkan, dia hanya bermodal ratusan ribu. “Modalnya dialokasikan untuk bahan saja, mesin tidak usah,” papar Anggini.
Alat-alat yang digunakan bisa dengan mesin atau manual. Anggini, misalnya, saat ini masih menggunakan peralatan pembuatan abon secara manual. Dibantu tiga orang karyawannya, Anggini memasak abon di wajan masak kapasitas 50 kilogram, kompor gas dan beberapa panci skala besar untuk mengukus atau merebus daging. Sedangkan, proses produksi Nuraeni sudah lebih modern karena kapasitas besar. Dia menggunakan mesin pencacah daging, pengaduk, dan pemeras minyak.
Nah, jika ada dana lebih, Anggini pun menyarankan untuk membeli dua mesin terlebih dulu, Yakni, mesin pencacah dan penggoreng otomatis. Kedua mesin tersebut sudah dijual di dalam negeri. Harganya berkisar Rp 20 juta hingga Rp 30 juta untuk produk lokal. Adapun harga mesin impor dua kali lipat dari mesin lokal.
Untuk lokasi usaha, sebaiknya dipilih lokasi yang nyaman, bersih, dan bersirkulasi udara baik. Jika kapasitas pengolahan sudah besar, sebaiknya Anda juga menyiapkan tempat untuk fasilitas pendinginan abon, sebelum dikemas sendiri.
Biasanya, pendinginan abon ini memakai ruangan yang bersih dengan suhu kamar. “Agar tahan lama proses pendinginan bisa dilakukan selama seharian,” tambah Nuraeni.
Pemasaran abon ikan bisa dilakukan dengan dua cara, yakni langsung membidik konsumen, ibu-ibu. Anda bisa melakukan pendekatan dengan penawaran melalui arisan, majelis taklim, hingga kerjasama dengan koperasi.
Selain itu, Anda juga bisa menjaring reseller atau menjual produk dengan sistem keagenan. Tujuannya, supaya pemasar-annya lebih luas, serta menjangkau luar kota.
Jalur penjualan online juga tidak boleh dilupakan, mengingat banyak penyuka abon di seluruh Indonesia. Penjualan cara ini juga lumayan efektif dan murah, karena Anda bisa langsung berhubungan dengan konsumen, seperti yang dilakukan Anggini, melalui situs www.winnyabon.com.
Kini, siapkah Anda menjajal bisnis abon ikan?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News