kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Lokal tak terlalu berminat, kerajinan batu granit membidik pasar ekspor


Kamis, 02 Desember 2010 / 10:37 WIB
Lokal tak terlalu berminat, kerajinan batu granit membidik pasar ekspor
ILUSTRASI. Bank Jabar Banten Jalin Kerjasama Dengan PT Taspen


Reporter: Mona Tobing, Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Seni fossil stone dari batu granit berupa tempat duduk dan keramik belum memiliki banyak peminat di pasar lokal. Harga yang mahal dan risiko pecah yang tinggi mengakibatkan peminat di Indonesia tidak banyak. Sebaliknya, kerajinan yang menonjolkan tekstur ini justru memikat pembeli mancanegara. Perajin pun kini mulai membidik pasar ekspor yang makin berkembang.

Strategi menggeser pasar produk fossil stone pun dilakukan The Art Indonesia. Produsen kerajinan batu granit ini memindahkan penjualannya dari pasar dalam negeri ke luar negeri, seperti China, Korea Selatan, Jepang dan Taiwan.

Menurut Ida Bagus Gunawan, Marketing The Art Indonesia, konsumen lokal lebih senang membeli barang kerajinan yang murah harganya. Sebab, mereka tak melihat keistimewaan dari kerajinan fossil stone.

Konsumen yang membeli barang kerajinan ini, lebih banyak yang mempertimbangkan harga. Mereka lebih suka membeli barang kerajinan yang murah. "Karenanya, kami putuskan untuk mencoba membidik pasar ekspor," ujar Ida di sela-sela pameran Indonesia Craft, pekan lalu, di Jakarta Convention Center.

Sejauh ini, meski penjualan ekspor belum banyak, sudah ada konsumen dari luar negeri yang tertarik dan memesan.

Bran, pemilik Galeri Bran Borneo, mengungkapkan, pasar ekspor memang menjadi target utama kerajinan fossil stone. "Negara, seperti Eropa dan China, lebih potensial karena mereka pecinta seni yang menyukai produk kerajinan semacam ini," tuturnya.

Dalam sebulan, lelaki 45 tahun ini bisa menjual 10-20 produk kerajinannya ke pasar ekspor dan lokal. Kerajinan batu granit miliknya berupa tempat duduk hingga beragam pernak-pernik hiasan.

Dari penjualan ini, Bran pun bisa meraup omzet sekitar Rp 80 juta-Rp 100 juta setiap bulannya. "Bisnis kerajinan batu granit ini pasarnya sangat fluktuatif dan tak bisa diprediksi jumlah permintaannya," ujarnya.

Meski begitu, ia mengatakan, bisnis fossil stone sangat erat berkait dengan keberadaan para kolektor dan pecinta benda seni. "Bisnis ini dapat meluncur atau berhenti tergantung dari mereka," ucap Bran.

Ida pun mengamini, bahwa bisnis fossil stone memang diminati oleh segmen tertentu. "Target pasar The Art Indonesia memang para kolektor pencinta seni fossil stone, khususnya mereka yang mengetahui kualitas barang kerajinan," kata dia.

Para perajin pun lebih menyukai pembeli yang berasal dari kalangan kolektor atau pecinta seni. "Mereka cenderung tidak melakukan penawaran harga yang rendah dengan kualitas batu akik yang kami pakai." ungkap Ida.

Soal omzet, Ida bilang, kurang menggembirakan. Penjualan batu granit ini, terutama di pameran Icraft tahun ini, tak sesuai dengan harapannya. Selama tiga hari pameran, Ida mengaku hanya mendapat Rp 10 juta.

Para pembeli kebanyakan membeli marchandise yang bentuknya kecil, seperti telur-teluran dari batu granit, keramik kecil, hingga tempat duduk yang terbuat dari batu akik yang menjadi produk andalan The Art Indonesia.

Perajin asal Sukabumi ini mematok harga kerajinan fossil stone mulai dari Rp 50.000 hingga Rp 2,5 juta, tergantung model, bahan baku dasar, dan berat dari barang tersebut. Bahkan, ada pula fossil stone yang berbanderol harga Rp 20 juta lantaran memiliki berat hampir 250 kg. Produk ini terbuat dari batu akik sehingga kualitas dari kerajinan inipun terbilang eksklusif dan antik.

Kelebihan dari produk kerajinan The Art Indonesia Art adalah, penekanannya pada seni, sehingga fossil stone dan seni kreatif kayu terlihat unik dan antik. Ida pun menyarankan penggunaannya untuk dekorasi rumah dan taman, koleksi pribadi yang mendukung interior.

Furnitur yang terbuat dari fossil stone sangat mendukung tampilan interior karena terlihat antik dan mewah. "Fosil batu yang digosok hingga mengkilap dan berumur lebih dari 25 juta tahun begitu eksklusif dan indah," ucap Ida.

Produk kerajinan yang dihasilkan The Art Indonesia, misalnya, bangku dari bahan baku akik, patung, hiasan telur, dan keramik dari batu granit. Lalu, ada hiasan-hiasan yang bermodel seperti batu dengan pahatan-pahatan yang ditempa unik oleh perajin. Ada juga fossil stone model hewan yang menjadi unggulan mereka.

Sementara itu, Bran yang memiliki showroom dan workshop di Pasar Seni Ancol menyatakan, jenis kerajinan buatannya terbuat dari batu alam yang dibentuk menjadi aneka produk, semisal kursi, dan pajangan.

Bran yang telah menekuni bisnis ini sejak 20 tahun lalu juga menuturkan, kerajinan batu granit saat ini sudah cukup berkembang, walaupun persaingan kian ketat. Makanya, ia tetap memandang bahwa prospek bisnis kerajinan dari batu granit masih bagus.

Selain keunikan bahan bakunya, kerajinan ini berkelas juga, karena sentuhan seni tiap perajin batu umumnya berbeda. "Pengerjaannya handmade sehingga tiap produk tak ada yang sama," tegasnya.

Apalagi, perawatan kerajinan batu granit ini cukup mudah. Dengan begitu, tak memerlukan perawatan ekstra. Hanya saja, kualitasnya dapat dijaga dengan sering membersihkannya dari debu. "Cukup dilap kering, tidak perlu pakai pelitur atau air, karena justru nanti akan mengelupas catnya," tutur Ida.

Penggunaan dan penempatan kerajinan batu granit sendiri, menurut Ida, sangat fleksibel, bisa di outdour maupun indoor, tergantung tata letak ruangan dan tentu saja selera pemiliknya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×