Reporter: Sri Sayekti | Editor: Tri Adi
Siapa di antara kita yang belum pernah menjejakkan kaki di mesjid, kantor, atau hotel? Rasa-rasanya, tidak ada yang tidak pernah mengunjungi salah satu dari tiga tempat di atas. Bahkan, kebanyakan dari kita pasti akrab dengan ketiga tempat tersebut.
Kita pun mafhum satu persamaan di antara ketiga tempat itu adalah keberadaan karpet sebagai alas dari lantai. Dengan begitu banyaknya kantor, mesjid, dan hotel, kita bisa membayangkan seberapa besar pesanan untuk karpet.
Kebutuhan yang tinggi itu, di atas kertas, membutuhkan banyak pemain. Kenyataannya? Saat ini, jumlah perusahaan yang memproduksi karpet sesuai dengan pesanan terhitung sedikit. Jumlahnya, menurut Purwoko Budi Santosa, pemilik dan pendiri CV Mitra Karpet Indonesia, cuma ada sepuluh.
Lebih mengagetkan lagi, pembuat karpet yang biasa dipakai di gedung-gedung atau mesjid itu hanya berada di kota-kota Pulau Jawa. Tepatnya, di Jakarta, Bekasi, Bogor, dan Bandung.
Kombinasi proyeksi permintaan yang tinggi dan jumlah pemain yang terbatas akan menghasilkan order yang berlimpah bagi pemain yang sudah ada. Itu pula yang dialami Purwoko dan Mitra Karpetnya. Pertumbuhan usaha pabrik yang baru berusia dua tahun itu terbilang cepat.
Hanya dalam waktu 5 bulan beroperasi, Purwoko mengaku, usaha pembuatan karpetnya sudah balik modal. Jika diukur dalam jumlah pesanan yang digarap, Mitra Karpet mencapai break even setelah memproduksi karpet seluas 5.000 meter persegi (m²).
Omzet yang dibukukan Mitra Karpet, sekarang, mencapai Rp 500 juta per bulan. Nilai bisnis itu berasal dari usaha menghasilkan tiga jenis karpet.
Jenis pertama, karpet handtufted yang menggunakan bahan bulu wol, wol nilon, dan akrilik. Jenis kedua, karpet serupa dengan handtufted, tapi diproduksi dengan mesin Axminser. Jenis terakhir yang dihasilkan Mitra Karpet adalah karpet printing dengan bahan bulu polipropilena. Harga karpet berbahan wol saat ini Rp 600.000 per m², sedang banderol untuk karpet berbahan akrilik lebih murah, yakni Rp 340.000 per m².
Nilai bisnis Mitra Karpet bisa terkerek lebih tinggi, seandainya kapasitas produksi mereka meningkat. Saat ini, fasilitas produksi Mitra Karpet mentok di angka 1.500 m² per bulan. Sedang pemesanan yang masuk, menurut hitungan Purwoko, mencapai 3.000 m² per bulan. “Sekarang, daftar pesanan sudah penuh hingga Agustus,” tutur dia.
Sudah potensi pasarnya luas, margin yang ditawarkan bisnis ini juga lumayan. “Sekitar 20% hingga 30%,” tutur Purwoko. Tertarik untuk menjadi pembuat karpet pesanan?
Jika jawaban Anda ya, tidak ada salahnya mendengar nasihat Purwoko. “Jangan langsung nyemplung ke pabrik,” tutur dia. Purwoko yang berkenalan dengan karpet karena sang ibu punya toko karpet, menyarankan Anda memulai sebagai agen penjualan terlebih dahulu.
Tentu, bukan maksud Purwoko menghambat orang lain menjadi produsen karpet pesanan. Ia hanya berkaca pada perjalanannya membuka pa-brik. Ia merasa, pengalamannya sebagai agen penjualan merupakan modal penting.
Menadah informasi
Ketika membuka pabrik Mitra Karpet tahun 2012, Purwoko telah menjajal usaha sebagai agen penjualan selama setahun. Purwoko sendiri berkenalan dengan bisnis karpet secara tidak sengaja. Ibunya, yang memiliki toko karpet, sempat berkeluh kesah tentang usahanya yang sepi pembeli pada Purwoko. Karena menjadi karyawan bagian perpajakan di sebuah restoran franchise, bantuan yang bisa diberikan Purwoko sebatas membangun saluran pemasaran di internet.
Untuk mengundang calon pembeli toko ibunya, Purwoko menyiapkan website mitrakarpet.com. Situs yang mencantumkan alamat toko sang ibu itu, lantas memampang berbagai foto karpet, termasuk yang bisa diorder untuk kantor, mesjid dan hotel. Berbagai foto itu ia peroleh dari katalog, yang dimiliki para pedagang karpet besar di Pasar Baru, Jakarta.
Promosi di dunia maya gaya Purwoko berbuah. Toko sang ibu mulai kedatangan pembeli. Purwoko pun meninggalkan pekerjaannya, dan membantu usaha itu. Sampai suatu kali, ada calon pembeli yang memesan karpet berkualitas untuk mesjid. Berhubung belum mengerti benar tentang karpet, Purwoko pun mengulur waktu. “Jangan sekarang karena harga benang sedang tinggi menjelang Lebaran,” tutur dia.
Ternyata, si pelanggan bersabar dan menelepon kembali setelah Lebaran. Setelah mengiyakan, Purwoko pun tahu order karpet seluas 2.500 m² itu untuk Masjid Kubah Mas di Depok. Berhubung belum memiliki tim sendiri, Purwoko lantas mengoper pesanan itu ke seorang agen, yang ia yakin menjual karpet dengan kualitas bagus. “Saya ingat nilai pesanan yang masuk pada tahun 2011 itu sebesar Rp 1,5 miliar,” ujar dia.
Setelah mendapat order sebesar itu, Purwoko makin serius menekuni usaha karpet. Ia tergoda untuk mendirikan pabrik sendiri. Namun, ia mengakui, jalan yang harus ditempuh untuk membuka pabrik karpet, panjang dan berliku. Maklumlah, tak ada pemain yang mau berbagi informasi tentang usahanya dengan cuma-cuma. Tapi itu tidak merintangi jalan Purwoko yang terbantu berkat pengalaman sebagai agen.
Bagi mereka yang tertarik untuk menjajal usaha pembuatan karpet, nilai investasi awal yang dibutuhkan terbilang lumayan. Menyimak kisah Purwoko, ia mengeluarkan uang lebih dari Rp 500 juta untuk membeli bangunan dan tanah berikut renovasi pabrik. Uang sebesar itu digunakan Purwoko untuk membeli tanah seluas 400 m² berikut bangunannya. Purwoko tidak menyebut seberapa banyak dana yang ia habiskan untuk merenovasi bangunan menjadi pabrik.
Jika tidak memiliki modal awal sebesar itu, kebutuhan tempat itu bisa Anda siasati dengan menyewa. Yang penting, luas bangunan dan tanah yang tersedia sesuai dengan kebutuhan proses produksi. Nah, luas tanah pabrik Purwoko bisa jadi patokan. Jangan lupa, produk usaha ini adalah karpet yang besarnya memakan tempat. Selain untuk kegiatan bongkar muat, halaman bangunan juga perlu sebagai tempat memarkir kendaraan pengangkut karpet.
Spesialis kunci
Setelah tempat tersedia, mesin merupakan fasilitas produksi yang perlu dipersiapkan berikutnya. Saat ini, ada banyak mesin pembuat karpet yang tersedia di pasar dunia. Harga mesin bervariasi sesuai dengan spesifikasi. Jangan lupa, spesifikasi mesin ujung-ujungnya akan menentukan kualitas produk yang dihasilkan.
Agar bisa menerima lebih banyak jenis order, bukan tidak mungkin Anda harus siap berinvestasi di mesin lebih dari satu kali. Purwoko berbagi cerita, ia sempat membeli dua jenis mesin pembuat karpet dari Hong Kong. Setelah digunakan, ia menyadari hasil mesin itu kurang bagus. “Tingkat kerapatan benang kurang,” ujar Purwoko.
Dengan alasan ingin membuat karpet yang berkualitas, Purwoko mencari mesin pembuat karpet lain. Incarannya adalah mesin buatan Jerman. Sayang, harga mesin tersebut di atas bujetnya, yakni Rp 60 juta.
Untuk mengompromikan niat dan bujet, Purwoko berburu mesin bekas. Melalui internet, ia menemukan ada yang menawarkan mesin tersebut di Singapura.
Bahan baku tentu juga harus Anda siapkan sebelum membuka pabrik karpet pesanan. Untungnya, agenda ini terbilang sederhana. Bahan baku seperti benang, pewarna, ataupun lem untuk merekatkan karpet mudah dicari di pasar lokal.
Cuma tak ada salahnya untuk memastikan pasokan terlebih dahulu, terutama untuk benang dan lem. Bisa jadi, pabrik yang Anda harapkan menjual, tidak siap karena order Anda terlalu besar bagi mereka.
Simak saja kebutuhan Mitra Karpet. Dengan tingkat produksinya saat ini, Mitra Karpet memborong 2 ton benang sekali belanja. Kebutuhan benang sebesar itu sesuai dengan standar kualitas karpet yang dipegang Mitra Karpet. Rasionya, Mitra Karpet membutuhkan 2 kg benang setiap 1 m² karpet yang dihasilkannya.
Untuk lateks, yang merupakan bahan lem, Purwoko memesan sekitar 10 drum setiap order. Tenggang waktu per order adalah 1,5 bulan sekali.
Sumber daya manusia juga perlu dipersiapkan baik-baik oleh calon produsen karpet. Purwoko, yang awalnya memiliki 2 orang karyawan dan 10 orang tenaga kuli borongan, kini mengelola 30 orang karyawan. Di antara para pekerjanya, Puwoko menyebut ada tiga jenis spesialis yang paling penting untuk memastikan kelancaran roda produksi, yaitu teknisi mesin, ahli gambar dan tenaga finishing. “Jika salah satu tidak ada, produksi bisa berhenti,” ujar dia.
Kegiatan pemasaran tentu tidak kalah pentingnya dipersiapkan. Mengingat pemain yang terbatas di Pulau Jawa, sungguh tepat jika pembuat karpet menggunakan jalur online untuk pemasaran. Bahkan, Mitra Karpet mendapat sebagian besar ordernya dari website. Itu sebabnya, Purwoko sangat menaruh perhatian terhadap pengelolaan situsnya. Ia selalu mem-posting foto-foto kegiatan produksi karpet buatannya, di samping foto produk “Kami tidak cuma menunggu order, tetapi juga menjemputnya dengan cara memperbaiki tampilan dan isi website,” tutur dia.
Nah, siapa mau ikut menggelar karpet?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News