Reporter: Handoyo, Dharmesta | Editor: Tri Adi
Menjelang Ramadan, produsen alat-alat ibadah kebanjiran pesanan. Tak terkecuali produsen songkok atau kopiah rajut. Bahkan permintaan sudah mulai datang sejak bulan Mei. Tak ayal lagi, mereka pun bisa menadah berkah omzet berlipat dari kopiah.
Seperti siklus tahunan, jelang Ramadan, permintaan perlengkapan ibadah cenderung meningkat. Produsen mukena, sajadah hingga songkok harus memproduksi lebih banyak lantaran terjadi kenaikan permintaan.
Ini pula yang dialami oleh produsen songkok atau kopiah rajut. Dua bulan menjelang puasa, penutup kepala bagi umat muslim ini sudah laris manis diserbu pembeli.
Solihan, pemilik Al-Hikmah Collection asal Bantul, Yogyakarta yang juga memproduksi topi rajut mengatakan, saat ini, ia kebanjiran permintaan hingga 200%. "Masa puncak produksi dan permintaan dua bulan menjelang Lebaran," ujarnya.
Merintis usaha sejak tahun 2003, Solihan mampu membuat sebanyak 6.300 kopiah rajut dibantu oleh 30 pegawai saban bulan. "Satu karyawan bisa memproduksi sekitar tiga sampai tujuh kopiah per bulan," hitung Solihan yang menjual kopiah dengan harga bervariasi, berkisar antara Rp 6.000 sampai Rp 48.000 per unit, tergantung dengan tingkat kerumitan dan bahan bakunya.
Kopiah dengan harga termahal, yakni Rp 48.000 per unit, merupakan kombinasi berbagai bahan, seperti akar wangi, rumput agel serta batik. "Ini produk andalan kami," ujarnya.
Dari total produksinya, 90% kopiah buatan Solihan dipasarkan ke berbagai toko dan gerai penjual busana muslim di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Dia memasarkan 10% sisanya atau sekitar 630 unit kopiah secara ritel.
Dari penjualan kopiah, ia mampu mengantongi pendapatan sekitar Rp 500 juta per tahun atau sekitar Rp 41 juta per bulan. Dari total omzet tersebut, Solihan mengaku mendapat margin bersih berkisar antara 20% hingga 30% dari total omzet.
Bisa jadi, margin bisa makin besar andai saja harga benang tidak melonjak-lonjak. Dalam setahun, Solihan membutuhkan benang nilon sebanyak 1 ton sampai 1,5 ton dengan harga Rp 60.000 per kilogram (kg). Bahan baku ia dapatkan dari pemasok di daerah Klaten.
Solihan bercerita, meski permintaan banyak, kendala utama dalam bisnis kopiah rajut ini adalah bahan baku yang sulit didapat. Ia hanya mencari benang nilon asli. "Sayang, yang banyak adalah benang nilon imitasi," ujarnya.
Kopiah yang dibuat dengan benang nilon imitasi kurang disukai pembeli lantaran kurang awet. Sementara itu, kopiah berbahan benang nilon asli bertahan hingga lima tahun dengan perawatan yang cukup mudah yakni direndam dengan air sabun dan disikat dengan bulu halus.
Bahruddin, pemilik toko Al Izzah asal Bantul, Yogyakarta mengaku harus menggenjot produksi berlipat saat seperti sekarang. Jika pada bulan biasa Bahruddin hanya memproduksi 1.000 kopiah saban bulan, saat puasa, ia membuat 1.500 kopiah, "Kenaikan produksi ini sudah terjadi sejak bulan Mei" ujar Bahruddin, yang memproduksi kopiah rajut sejak 1997.
Harga yang dibanderol Bahruddin untuk kopiahnya bervariasi antara Rp 15.000 sampai Rp 25.000 per unit. Taruh kata, yang banyak diserbu pembeli adalah kopiah seharga Rp 15.000 tiap bulan, ia menadah omzet Rp 15 juta sebulan.
Berbeda dengan Solihan yang sudah menyetok produksi kopiah jauh-jauh hari, Bahrudin baru menambah produksi jika pesanan datang. "Saya takut barang tidak habis," ujar Bahrudin yang memasarkan kopiah rajutnya hingga Nigeria dan Arab Saudi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News