Reporter: Surtan PH Siahaan, Fransiska Firlana | Editor: Tri Adi
Industri musik tetap mampu bertahan walau tak luput dari pasang dan surut. Bisnis sekolah musik pun kecil kemungkinan akan mati. Kendati investasi membuka usaha ini cukup besar, investor yakin modal akan kembali kurang dari dua tahun.
Mimpi sukses dan terkenal sebagai pesohor di industri hiburan, khususnya musik, hampir ada di benak anak-anak, bahkan orang tua. Mereka berharap bisa menggapai peluang itu dengan mengasah kemampuan sedari awal. Biasanya, peluang menjadi lebih besar jika mengikuti pelbagai kursus dan sekolah musik yang di belakangnya terhadap nama besar musisi.
Karena fenomena ini, banyak kalangan musisi profesional membuka sekolah musik. Dengan membawa nama besar dan pengalaman, Purwacaraka dan Gilang Ramadhan misalnya mengibarkan sekolah kursus musik. Sekolah musik yang didirikan Purwacaraka bernama Purwacaraka Music Studio (PCMS) dan Gilang Ramadhan bernama Gilang Ramadhan Studio Drummer (GRSD). Keduanya menawarkan konsep kemitraan dan waralaba.
Manisnya bisnis sekolah musik ini juga dimanfaatkan oleh musisi Ahmad Dhani. Melalui kebesaran dan kesuksesan Ahmad Dhani dalam mencetak musisi handal pun dimanfaatkan untuk membuka usaha sekolah musik dengan menggandeng Primagama sebagai pengelola manajemennya sejak dua tahun lalu. Sekolah musik bernama Ahmad Dhani School of Rock (Adsor) juga menawarkan kerjasama dengan sistem kemitraan. “Hingga saat ini, sudah ada 12 mitra di seluruh Indonesia,” ujar Suhardi, salah satu mitra Adsor di Jakarta.
Suhardi baru bergabung dengan Adsor sekitar bulan Maret 2012 dan resmi membuka pendaftaran pada bulan September 2012. “Saya tertarik bergabung dengan Adsor karena industri musik di Indonesia memang berkembang pesat dan saya merasa dengan kebesaran nama Ahmad Dhani, sekolah ini bisa menarik calon murid lebih banyak,” jelasnya.
Apalagi, mereka yang benar-benar berbakat akan disalurkan melalui manajemen artis yang dimiliki Ahmad Dhani. Dengan demikian, mereka memiliki kesempatan untuk mencicipi dunia industri musik tanah air secara langsung. “Belum lama ini, juga ada album kompilasi antara Ahmad Dhani dengan murid. Ini tentu akan menjadi magnet tersendiri bagi calon murid. Dan inilah bedanya Adsor dengan sekolah musik lainnya,” jelas Suhardi.
Manajer Waralaba PCMS, M. Hardi, mengakui bahwa dalam suatu bisnis sekolah musik, nama besar musisi memang sangat berpengaruh terhadap kelancaran bisnis. Kebanyakan orang yang ikut kursus di PCMS tertarik lantaran percaya terhadap kualitas Purwacaraka sebagai musisi senior di Indonesia.
Soal pasar, Hardi bilang, segmen kursus musik tidak hanya menyasar calon musisi profesional. Banyak murid dari anak usia dini dan remaja hanya sekadar ingin mengerti bermusik. Ada juga murid yang dikursuskan oleh orangtua yang ingin merangsang motorik anak agar kelak tumbuh lebih cerdas dan kreatif. Besarnya pasar kursus musik terlihat dari tingginya permohonan kerjasama yang ditujukan ke PCMS. Dalam setahun, permintaan datang hingga 15 proposal. Namun, dengan alasan mengontrol kualitas dan seleksi kelayakan bisnis, manajemen PCMS paling hanya menyetujui dua proposal.
Hardi mengakui, kendala utama dalam menjalankan bisnis ini terdapat pada sumber daya manusia yang terbatas. “Kita masih kesulitan guru musik,” ujarnya. Saat ini, PCMS telah memiliki 80 cabang yang tersebar di seluruh Indonesia.
Hendra, Manajer Waralaba GRSD bilang, sejak menawarkan konsep waralaba lembaga kursus musik pada tahun 2008, GRSD sudah memiliki sejumlah mitra di Jakarta, Tangerang, Bandung, Yogyakarta, Solo, dan Samarinda.
Keuntungan hingga 30%
Bagi pelaku di bisnis sekolah musik, keuntungan yang dapat dari usaha ini cukup menarik. Menurut Suhardi, keuntungannya bisa mencapai 30%. “Investasi yang saya keluarkan untuk membuka usaha ini sekitar Rp 1 miliar lebih. Namun dengan nama besar Ahmad Dhani serta keuntungan sekitar 30%, saya yakin modal saya bisa kembali di kisaran satu hingga dua tahun,” kata Suhardi optimistis.
Supaya modal kembali dalam tempo tersebut, Suhardi menargetkan memiliki 300 murid. Dengan uang pendaftaran Rp 600.000 per murid dan uang bulanan Rp 500.000 per murid, dalam setahun, dia bisa mendapatkan omzet sekitar Rp 1,9 miliar. “Ketika dibuka awal September lalu hingga sekarang, kami sudah mendapatkan 20 murid,” katanya.
Sementara itu, Hardi dari PCMS menargetkan minimal mendapatkan 250 orang murid supaya modal kembali sesuai asumsi. Bahkan, di beberapa cabang PCMS di Jakarta, jumlahnya bisa mencapai 400 murid. Jika tarif kursus musik dipatok Rp 250.000 per bulan untuk wilayah Jakarta dan Rp 230.000 per bulan untuk luar Jakarta, omzet bulanan yang diperoleh bisa mencapai Rp 62,5 juta untuk Jakarta dan Rp 57,5 juta di luar Jakarta.
Menurut Hendra dari GRSD, jika dijalankan sesuai rencana bisnis, keuntungan bersih yang diperoleh pemilik kursus musik GRSD cukup lumayan. Pasalnya, mitra GRSD berhak atas pembagian 50% dari total omzet. Namun, karena biaya investasi yang harus dikeluarkan yang cukup besar, pemilik usaha baru bisa balik modal dengan jangka waktu 17 bulan-20 bulan. Biaya kursus yang dipatok GRSD cukup variatif yakni Rp 200.000 hingga Rp 450.000 per bulan.
Strategi pemasaran
Untuk menggaet murid, umumnya strategi pemasaran yang dilakukan adalah menggelar konser kecil di pusat-pusat keramaian seperti mal. Di sana, murid-murid mendemonstrasikan kebolehan mereka bermain alat musik. Biasanya, di acara tersebut, tiap lembaga kursus menyediakan stan pendaftaran.
Segmen anak usia sekolah merupakan pangsa pasar terbesar bisnis lembaga kursus musik ini. Beberapa lembaga kursus seperti GRSD, PCMS, dan Adsor menjalin kerjasama dengan sejumlah sekolah potensial. Mereka berani memberi voucer diskon atau tarif promosi bagi siswa-siswa dari sekolah-sekolah yang dianggap potensial itu.
Cara lain juga dipakai oleh Adsor. Mereka bekerjasama dengan kafe-kafe untuk mempromosikan sekolah mereka itu. “Supaya lebih efektif, sebaiknya memilih lokasi usaha yang dekat dengan sekolah atau kampus. Sebab, merekalah target pasar usaha ini. Ini sekaligus bisa meringankan biaya promosi,” jelas Suhardi.
Anda tertarik untuk mencicipi usaha ini? Yuk kita lihat penawaran sekolah musik berbendera musisi ternama ini.
• Adsor
Untuk menjadi mitra Adsor, Anda harus memiliki modal minimal Rp 800 juta. Nilai itu di luar investasi gerai, biaya pencadangan operasional, dan kendaraan operasional. Investasi itu antara lain untuk membayar joint fee sebesar Rp 200 juta, membeli peralatan musik, peralatan rekaman, perlengkapan gerai, serta renovasi tempat. “Untuk peralatan musik dan rekaman, saya memilih peralatan yang bermerek. Tujuannya untuk memberikan kepuasan pada murid,” jelas Suhardi.
Sementara itu, pengeluaran antara lain untuk menggaji empat karyawan yang bertugas mengurusi administrasi dan gaji untuk 15 tenaga honorer. “Pengajar kami sudah dididik sesuai dengan kriteria Adsor. Mereka juga berstatus honorer,” kata Suhardi.
Jumlah pengajar honorer cukup banyak lantaran jenis kelas musik yang dibuka juga banyak, mulai drum, gitar, piano, biola, keyboard, dan grup band. Sistem pembelajaran di Adsor adalah berjenjang yang bisa dijalani selama tiga tahun.
Pengeluaran lainnya adalah pembayaran listrik, air, telepon, perawatan peralatan, operasional kantor, dan promosi. “Pembayaran listrik cukup besar karena semua alat berbasis listrik. Selain itu, ruangan kami semua berpendingin udara,” kata Suhardi. Yang tak kalah wajib adalah management fee yang diserahkan ke pihak Adsor sebesar Rp 12,5% dari biaya pendaftaran dan biaya kursus.
• PCMS
Untuk bergabung dengan PCMS, Anda wajib menyediakan dana investasi sebesar Rp 650 juta. Dana tersebut digunakan untuk membayar franchise fee sebesar Rp 100 juta untuk jangka waktu lima tahun. Setelah itu, Anda juga wajib menyediakan lahan dengan luas minimal 200 meter persegi. Anda bisa menggunakan ruko atau rumah.
Hardi mengatakan, lokasi tempat usaha harus strategis seperti berada di kawasan perumahan atau dekat dengan sekolah. Jika terletak di perumahan, lokasi minimal berjarak 200 meter dari jalan raya. Dana yang perlu dikucurkan untuk sewa lokasi bisa mencapai Rp 30 juta hingga Rp 40 juta per tahun di luar Jakarta. Sedangkan di Jakarta, Hardi menaksir investor harus mengeluarkan kocek sekitar Rp 60 juta hingga Rp 70 juta per tahun. Ruangan kursus juga harus direnovasi agar layak ditempati bermain musik. Untuk ruangan drum misalnya, pemilik kursus wajib melengkapi dengan peredam suara. “Biaya renovasi minimal Rp 200 juta untuk satu lokasi usaha,” sambung Hardi.
Hardi mengatakan, PCMS akan memberikan seperangkat alat musik seperti piano, keyboard, gitar elektrik, bass, biola, audio vokal, dan gitar klasik. Nilai peralatan mencapai Rp 75 juta.
Pengeluaran rutinnya antara lain untuk menggaji guru musik yang nilainya mencapai 40% dari uang kursus. Di tiap lokasi usaha mitra PCMS, kantor pusat menyediakan 20 guru-30 guru musik. Jadi, tiap bulan pengeluaran untuk gaji berkisar antara Rp 23 juta hingga Rp 25 juta. Selain guru musik, mitra usaha juga wajib mempekerjakan karyawan untuk mengelola tempat kursus, seperti pegawai administrasi, teknisi, dan pesuruh kantor. Hardi bilang, untuk gaji tiga orang karyawan tetap ini, diperlukan pengeluaran bulanan sebesar Rp 6 juta.
PCMS juga menarik royalty fee sebesar 10% dari omzet. Sedangkan untuk biaya lain seperti telepon, listrik, air, dan internet, mitra harus mengeluarkan dana sekitar Rp 3,4 juta per bulan. Mitra juga wajib menyetor iuran wajib sebesar Rp 700.000 per bulan. “Biaya pengeluaran rutin besar karena penggunaan telepon, internet, dan listrik cukup besar,” tutur Hardi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News