Reporter: Ragil Nugroho, Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi
Bisnis hiburan dan pertunjukan semakin meriah. Banyak artis baik lokal maupun luar negeri menggelar konser mereka di Indonesia. Tentu saja, kemeriahan konser ini menjadi berkah bagi para pengusaha persewaan sound system dan penata suara.
Beberapa tahun belakangan ini, konser musik dan aneka pergelaran tari makin sering digelar di Tanah Air. Tak hanya artis lokal, penyanyi dari mancanegara pun terlihat sering berpentas untuk menyapa langsung penggemarnya di sini.
Maraknya pentas-pentas musik atau tari ini tentu menggairahkan bisnis sound system atau tata suara. Maklum, perpaduan antara tontonan dan gelegar suara yang selaras akan menambah daya tarik sebuah pertunjukan.
Tentu menata suara lewat perangkat sound system bukan pekerjaan mudah. Butuh kreativitas, ketelitian, dan kerja keras untuk menyeimbangkan dan menyelaraskan suara dari berbagai sumber itu agar tercipta alunan yang harmonis dan enak didengar.
Dudi Heriyadi, pemilik Sound Effect Group di Jakarta, mengakui bahwa saat ini jasa penyewaan sound system sangat prospektif. Sebab, tak hanya konser musik yang membutuhkan tata suara yang apik. Pesta pernikahan, seminar hingga kampanye politik pun memerlukan sound system yang sempurna.
Di Jakarta, Dudi bisa melayani sepuluh hingga 20 acara setiap minggu. "Sebagian besar atau hampir 70% permintaan jasa sound system datang dari acara pernikahan," ujar Dodi yang sudah menggeluti bisnis sound system ini sejak 10 tahun lalu.
Biaya sewa sound system ini berkisar Rp 1 juta hingga Rp 10 juta. Alhasil, ia pun bisa merengkuh omzet minimal Rp 80 juta per bulan.
Secara teknis, Dudi menjelaskan, pemilihan dan pengaturan jarak microphone yang tepat, pengaturan equalizer, dan pengaturan fader mixer menjadi langkah kunci untuk memperoleh suara yang seimbang dan harmonis. "Namun, selain pengetahuan teknis soal teknologi, penata suara juga harus punya sense of arts," tandas Dudi.
Pasalnya, suara yang enak didengar bukan hanya dihasilkan dari jenis alat, tapi juga ditentukan oleh kepiawaian penata suara. Karena itu, seorang penata suara harus pandai menyesuaikan peralatan yang ada.
Sementara itu, menurut Felix Dodi Yulianto, pemilik Blass Group di Yogyakarta, modal menekuni bisnis tata suara ini ialah kreatif, tekun, dan selalu belajar. "Pengetahuan akan tata suara akan diperoleh seiring jam terbang yang kian tinggi," ujarnya. Jika memiliki bakat, idealnya calon penata suara butuh waktu minimal setahun untuk menjadi ahli.
Selain terkait dengan pengalaman, penata suara yang sejatinya adalah koki dalam sajian pertunjukan juga dituntut untuk peka terhadap suara. "Kepekaan ini akan membuatnya memiliki citarasa terhadap sebuah suara dalam aksi pertunjukan," ujar Felix.
Selain itu, penata suara juga harus memikirkan beberapa aspek, seperti keseimbangan peralatan dan kompetensi sumber daya manusia dan suasana dari acara tersebut. "Penataan suara untuk konser pastinya berbeda dengan penataan suara saat acara formal protokoler istana," jelas Felix.
Felix sendiri menyewakan peralatan dan perlengkapan sound system berikut jasa penataan suara mulai seharga Rp 1,5 juta hingga Rp 15 juta. Harga tergantung dari jenis acara. "Tiap bulan, ada puluhan permintaan yang datang," ujarnya.
Sebagian besar konsumen yang membutuhkan jasa Felix adalah penyelenggara konser-konser musik mini. Meski tidak mau bicara terbuka, diperkirakan Felix bisa meraup omzet ratusan juta rupiah per bulan dari jasa ini.
Perkembangan teknologi dan dimensi tata suara juga telah membuat industri ini berkembang pesat. "Hal ini justru menjadi sinyal yang baik bahwa gemerlap dunia hiburan dan perkembangan teknologi telah menjadi sumber pendapatan bagi banyak orang yang menyenangi dunia tata suara ini," ujar Felix, bersemangat.
Salah satu karya yang berkesan bagi Felix adalah ketika ia menggarap tata suara pada pidato Paus Yohanes Paulus II, yang berkunjung ke Jakarta beberapa tahun silam. Ia pun berharap, munculnya penata suara baru akan melahirkan banyak penata suara handal di masa akan datang.
Selain itu, ia juga menginginkan adanya standar harga yang jelas pada bisnis ini. "Selama ini tarif yang ditentukan tiap pelaku usaha beragam, maka perlu dibentuk sebuah asosiasi di industri ini," harapnya.
Manisnya bisnis ini juga dikecap oleh Harry Aprianto Kissowo atau yang akrab disapa Harry Kiss, produsen V8sound.com. Lihat saja, saban bulan ia sanggup memenuhi order penyewaan sound system untuk lebih 150 klien. Padahal Harry mengaku tidak mematok harga pasti dalam bisnis penyewaan tata suara. Ia memberi contoh, untuk pertunjukan komersial, harga sewa peralatan sound system ini berkisar antara Rp 40 juta sampai dengan Rp 250 juta. "Untuk event kemanusiaan dan keagamaan malah kadang saya sewakan secara gratis kalau memang acaranya kecil dan tidak membutuhkan banyak speaker," katanya.
Namun ongkos sewa ini bisa lebih besar kalau klien Harry meminta peralatan plus penata suara. Selain itu, Harry juga menetapkan harga sewa berdasarkan kapasitas sound system. Semakin besar daya listrik yang digunakan, ongkosnya juga semakin besar.
Dalam satu hari, Harry mengaku dapat menyewakan alat tata suaranya untuk 18 pertunjukan. Tak heran, omzet yang diperolehnya dari bisnis ini bisa mencapai lebih dari Rp 1 miliar setiap bulannya. "Yang pasti prospek bisnis ini ke depan akan semakin cerah, karena pertunjukan yang baik pasti akan memprioritaskan kualitas suara," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News