Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Ayam tak henti-hentinya menjadi makanan jagoan pebisnis kuliner. Selain bisa diolah menjadi beragam makanan, penggemar ayam tak terhitung banyaknya. Dengan kelebihan itu, tak pelak ayam juga menjadi bahan baku utama makanan favorit yang bisa dijual.
Ayam goreng berbalut bumbu gurih dan renyah atau biasa disebut fried chicken adalah salah satu menu andalan pebisnis kuliner. Tak terkecuali bagi Soewondo Soeharto.
Tahun 2006, Soewondo sudah mendirikan restoran dengan bendera Chicken in Red di Semarang. Ia sengaja mengusung kata red sebagai bagian strategi marketing untuk menandakan kalau ayam yang dijualnya berasa pedas di lidah.
Meskipun, Chicken in Red juga menyediakan ayam bagi pelanggan yang sensitif dengan cita rasa pedas. Setelah memiliki dua cabang di kota yang sama, tahun 2010, Soewondo memutuskan untuk menawarkan waralaba. Saat ini, Soewondo sudah memiliki empat mitra yang ada di Semarang, Pekalongan, Jakarta, dan Balikpapan.
Walaupun masih sedikit, Chicken in Red tidak mau tergesa-gesa mencari mitra. Soewondo punya target untuk mengawal perkembangan bisnis para terwaralabanya dulu. Ia ingin mengejar kualitas bisnis mitra dulu, sebelum ekspansi dengan menambah gerai. Makanya, meski permintaan banyak, Soewondo mengaku selektif memilih mitra.
Langkah selektif juga dilakukan untuk bahan baku. Menurut Swanny Gandakusuma, Manager Franchise Chicken in Red, ketelitian memilih ayam harus dilakukan agar kualitas terjaga.
Tujuannya, agar bumbu spesial Chicken in Red bisa menyesap sempurna ke daging ayam. "Ini juga menjadi komitmen kami untuk menjaga kesehatan dan mutu kami," ujar Swanny dengan nada berpromosi. Makanya, dalam proses memasak, Chicken in Red mengharamkan pemakaian bumbu penyedap.
Membanderol harga ayam Rp 5.000 hingga Rp 20.000 per potong, ada beberapa paket waralaba yang ditawarkan Chicken in Red. Calon investor yang mengambil paket gerai di mal harus menginvestasikan dana Rp 350 juta.
Dengan dana investasi sebesar itu, terwaralaba akan mendapatkan peralatan lengkap, desain outlet, kursi dan meja untuk 30 orang, bahan baku untuk 100 pelanggan serta satu perangkat komputer lengkap dengan sofware-nya.
Adapun, calon terwaralaba yang akan mengambil paket food court, mereka harus menyiapkan dana Rp 150 juta. Selain itu, terwaralaba juga harus membayar biaya royalti sebesar 5% dari omzet per bulan serta keharusan membeli bumbu dari Chicken in Red. Dengan omzet Rp 45 juta per bulan, Swanny menghitung, masa balik modal bisa terjadi dalam masa waktu 17,5 bulan.
Amir Karamoy, Ketua Dewan Pengarah Perhimpunan Waralaba dan Lisensi Indonesia, menilai bisnis makanan berbahan ayam masih cerah. Namun, pebisnis harus memiliki ciri khas dalam dagangannya.
Strategi mengusung ayam dengan rasa pedas sudah merupakan pencitraan yang baik. "Tinggal bagaimana mereka menggarap pasar," ujar Amir.
Chicken in Red
Ruko Puri Niaga Center Blok DD 5/1
Puri Anjasmoro, Semarang,
Telepon (024) 7618289.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News