kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45897,01   -1,74   -0.19%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Mengaduk persaingan bisnis dodol garut yang makin ketat


Jumat, 08 April 2011 / 15:42 WIB
Mengaduk persaingan bisnis dodol garut yang makin ketat
ILUSTRASI. Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyampaikan keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (26/3/2020). Berdasarkan data hingga Kamis (26/3/2020) pukul 12.00, jumlah kasus positif COVID-19 mencapai 893 orang di 27 provinsi


Reporter: Gloria Natalia | Editor: Tri Adi

Dodol identik dengan salah kota di Jawa Barat, Garut. Di kota ini, minimal ada 250 pengusaha dodol garut yang memproduksi berton-ton dodol per hari. Persaingan yang kian ketat membuat mereka harus bisa mengalihkan pasar yang selama ini masih berkutat di Jawa Barat. Inovasi rasa juga diperlukan agar konsumen tidak beralih.

Garut identik dengan makanan khasnya yaitu dodol. Makanan yang dibuat dari tepung ketan dan santan ini berasa manis, semanis usaha yang dilakoni oleh Sonson Muhammad. Ia adalah salah satu pewaris usaha dodol garut.

Sonson membuat dan menjual dodol garut dengan merek Murni di Jalan Ciledug, Kota Garut. Dibantu 12 pegawai, Sonson membuat dan mengemas dodol garutnya sendiri. Tiap bulan, ia mampu memproduksi mampu memproduksi 5 ton dodol garut.

Dodol garut Murni dijual dengan harga Rp 17.000 per kilogram (kg) untuk jenis zebra, dan Rp 18.000 per kg untuk jenis wijen. Harga dodol wijen lebih mahal sebab menyasar konsumen kelas menengah. "Lebih mahal dibandingkan dengan yang dijual di pasar dan terminal," kata dia. Dari bisnis dodol ini, Sonson mampu meraih omzet minimal Rp 85 juta per bulan.

Selain dijual sendiri, dodol Murni juga dijual ke agen di Bandung, Solo, Banjar, dan Makassar. Menurut Sonson, agen di Makassar dan Solo biasanya mengambil dodol Murni setiap dua minggu sekali sebanyak 4 kuintal. Adapun agen dari dari Banjar mengambil dodolnya seminggu sekali dan dari Bandung setiap hari sebanyak 50 kg. Lelaki 36 tahun ini juga setiap minggu mengantar dodol buatannya ke Tarogong, salah satu kecamatan di Garut yang kerap dilewati kendaraan Jakarta dan Bandung.

Sonson belum puas dengan pemasaran dodolnya. Ia ingin mengembangkan jaringan distribusi yang saat ini dinilainya masih terbatas. "Saya ingin punya armada mobil buat distribusi," ujarnya berharap. Baginya, distribusi menjadi sesuatu yang penting karena selama ini agen di Pulau Jawa mengambil sendiri barang ke pabrik. "Untuk luar Jawa harus dipaketkan," katanya. Adanya armada distribusi sendiri akan membuat daerah pemasarannya lebih luas.

Sonson menjelaskan, untuk membuat dodol garut santan kelapa dipanaskan sampai keluar minyak yang disebut mata ula. Setelah itu, adonan tepung ketan yang telah berpadu dengan air, dicampur ke dalam santan tadi. Adonan harus terus diaduk hingga satu setengah jam. Bila adonan sudah tak lengket di tangan, "Baru gula dimasukkan," ujarnya. Setelah 2,5 jam diaduk, dodol didinginkan dalam loyang selama 18 jam dan dipotong.

Pada awalnya, dodol garut menggunakan gula aren namun sekarang sudah menggunakan gula pasir. Rasa gula aren lebih gurih dan harum. Tapi, harga yang tak stabil membuat produsen dodol pindah ke gula pasir. Dodol Murni bisa bertahan tiga-enam bulan dengan syarat ditaruh di tempat kering namun tidak dingin. Jika disimpan di tempat lembab, dodol akan lebih cepat keras dan berjamur.

Saat ini, persaingan produsen dodol garut kian ketat. Untuk bisa bersaing, Soson membuat varian baru dodol garut, seperti dodol kentang dan rumput laut. “Masih tahap eksperimen," katanya sambil tertawa.

Tak hanya Sonson, Ruslan juga berbisnis dodol garut. Ia menjual dodolnya di toko yang terletak di Jalan Raya Garut - Tasikmalaya Km 50. Ruslan mengaku telah memproduksi dodol garut sejak tahun 2005 bermerek Hidayah. "Ini usaha turun-temurun, kakek saya dulu sudah membuat dodol," katanya.

Dalam sebulan, Ruslan mampu hasilkan tujuh ton dodol garut. Tak hanya dodol ketan wijen, ia juga memproduksi dodol zebra dengan berbagai rasa seperti rasa coklat, pandan, stroberi, pepaya, mangga, sirsak, dan pisang. Ia menjual seharga Rp 11.500 per kg untuk agen. Rata-rata omzet sebulan yang diterima Ruslan mencapai
Rp 80 juta.

Selain dijual langsung, Ruslan juga mengirim Hidayah keluar Garut. Menurutnya, sebanyak 80% hasil produksinya dikirim keluar Garut, seperti Banten, Jawa Tengah, dan Pulau Sumatera. "Banten itu paling sering minta rasa buah. Kalau Jawa Tengah lebih banyak minta zebra," tutur Ruslan.

Ia menambahkan, saat ini ada sekitar 250 usaha produksi dodol garut. "Persaingan bisnis ini ketat," katanya. Apalagi tiap produsen bisa menghasilkan berton-ton dodol garut saban bulan.

Oleh karena itu, banyak produsen yang kemudian menjual dodol garut sampai luar Jawa Barat. "Kalau hanya bergantung dari pembelian untuk oleh-oleh tidak akan bisa hidup. Harus cari konsumen yang lebih besar lagi," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×