kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menghunus laba dari jualan keris


Rabu, 30 Maret 2011 / 13:06 WIB
Menghunus laba dari jualan keris
ILUSTRASI. Produksi roti merek Sari Roti di pabrik milik PT Nippon Indosari Corpindo Tbk (ROTI). Manajemen ROTI kembali merealisasikan buyback saham pada 11 Mei 2020. DOK/ROTI


Reporter: Ragil Nugroho, Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Keris merupakan salah satu warisan budaya Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan reputasi yang cukup terkenal di dunia. Pada masa kini, sebagian besar orang tidak lagi menganggap keris sebagai sebuah benda yang memiliki kekuatan magis. Kini banyak orang menilai keris sebagai sebuah benda seni yang memiliki nilai ekonomi untuk dijadikan cinderamata atau karya seni untuk koleksi.

Meski sekarang ini keris tidak lagi menjadi senjata untuk menjaga diri, permintaan keris selalu terjaga. Permintaan keris bahkan datang jauh-jauh dari luar negeri.

Bagi kolektor, keris menjadi benda pusaka untuk hiasan. Atwari, pemilik UD Rahayu yang memproduksi keris, mengatakan, keris identik dengan senjata tradisional yang tak akan pernah hilang peminatnya. "Keris adalah sebuah hasil budaya sehingga sampai kapan pun selalu ada peminatnya," kata Atwari yang sudah 25 tahun membuat keris.

Baginya, sepi atau ramainya pembeli tak jadi soal, asal tetap ada permintaan yang stabil. Sekarang ini, Atwari banyak menerima pesanan keris dari luar negeri. "Setiap bulannya saya rutin mengirimkan keris dengan berbagai macam model ke Brunei, Malaysia, Jepang, dan Eropa" kata lelaki berlogat Madura ini. Setiap bulan, dia mengirimkan 1.500 bilah keris ke luar negeri.

Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan permintaan di pasar lokal. "Kalau di pasar lokal hanya sekitar 100 sampai 300 keris," kata Atwari. Saban bulan, ia rutin mengirimkan 100 keris ke toko-toko merchandise di Lombok dan Bali.

Atwari membanderol keris dengan harga beragam, tergantung bahan bakunya. "Untuk keris kayu harganya mulai dari Rp 300.000 hingga Rp 3,5 juta per keris. Ada juga keris harganya Rp 10 juta yang terbuat dari gading tapi, itu hanya saya buat berdasarkan pesanan," kata pria berusia 45 tahun ini. Setiap bulan, Atwari bisa menempa omzet hingga Rp 60 juta.

Atwari tidak hanya membuat keris yang berasal dari Jawa. "Banyak keris yang saya buat berasal dari luar Jawa," kata Atwari. Misalnya, dia juga membuat senjata bermata pisau yang berasal dari Sumatra, Sulawesi, dan Kalimantan.

Ia menuturkan, keris dari Sumatra dibuat untuk menunjukkan kekuasaan pemiliknya. "Sehingga keris dari Sumatra memiliki bilah yang tajam dan panjang. Pada sarung terdapat batu-batu yang menghiasi keris," jelas Atwari. Motif keris sumatra pun kerap menggunakan jenis satwa yang menjadi simbol kekuatan.

Keris sumatra kerap terbuat dari bahan baku gading, tulang, dan kayu. Sementara keris jawa atau keris bali biasanya menggunakan bahan baku dari kuningan dan gading terutama di kepala bagian belakang.

Sukohardjo, pembuat keris asal Sumenep, Jawa Timur, membenarkan bahwa keris untuk pajangan lebih menarik bagi pangsa pasar luar negeri. Lelaki asli Madura ini sudah bergelut dalam bisnis pembuatan keris sejak 10 tahun lalu. "Sebenarnya saya mewarisi usaha ayah saya sejak 30 tahun yang lalu," ujarnya. Di galeri Timur Jaya, Sukohardjo memasarkan keris hingga ke Asia Tenggara dan Jerman.

Sukohardjo lebih fokus pada produk keris khas Madura. Selain karena merupakan warisan leluhurnya, keris Madura memiliki keunikan dengan bentuk yang khas serta corak pamornya lebih berani.

Sukohardjo menjual keris mulai dari harga Rp 500.000 hingga Rp 1,5 juta per bilah. Dengan mengirimkan sekitar 500 keris per bulannya, ia bisa memperoleh omzet Rp 25 juta per bulan. "Hanya sekitar 30% keris yang dipasarkan di dalam negeri," ujarnya.

Menurut pengalaman Sukohardjo, para konsumen asing khususnya yang berasal dari Jerman, tertarik dengan nuansa magis yang terdapat pada keris buatannya. "Karena sudah biasa dengan dunia rasionalitas, mereka jadi tertarik dengan segala sesuatu yang berbau mistis," ujarnya.

Perawatan keris hiasan ini sama dengan keris pada umumnya. Keris diberi warangan untuk membersihkan dan minyak pewangi. Perawatan keris dalam tradisi Jawa dilakukan setiap tahun, biasanya pada bulan Muharam atau Sura, meskipun hal ini bukan keharusan.

Istilah perawatan keris adalah memandikan keris. Dalam perawatan ini pemilik membuang minyak pewangi lama dan karat pada bilah keris dengan cairan asam. Secara tradisional, pemilik keris juga menggunakan air buah kelapa, hancuran buah mengkudu, atau perasan jeruk nipis sebagai pembersih.

Bilah yang telah dibersihkan kemudian diberi warangan yang berupa kristal mengandung arsenikum untuk mempertegas pamor. Lalu dibersihkan kembali, dan kemudian diberi minyak pewangi. Minyak pewangi tradisional yang biasa dipakai seperti minyak melati atau minyak cendana yang diencerkan pada minyak kelapa.

Kata Sukohardjo, permintaan keris dari luar negeri kian meningkat, tapi permintaan dalam negeri cenderung stabil. Hingga tahun 2005, ia hanya menjual maksimal 200 keris per bulan. Sejak 2005 permintaannya baru naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×