kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Mengurangi sampah popok dengan cloth diapers


Senin, 20 Desember 2010 / 10:42 WIB
Mengurangi sampah popok dengan cloth diapers


Reporter: Hendra Gunawan, Fahriyadi | Editor: Tri Adi

Untuk mengurangi penumpukan sampah popok (diapers) yang sulit didaur ulang, kini banyak produsen popok yang mulai memproduksi cloth diapers. Dengan popok kain yang bisa dicuci dan dipakai berulang-ulang ini, konsumen bisa lebih mengirit biaya.

Meningkatnya penggunaan popok jenis diapers, ternyata membawa masalah baru bagi lingkungan. Pasalnya, popok yang dibuang setelah sekali pakai itu menimbulkan tumpukan sampah yang sulit untuk didaur ulang. Seperti diketahui, bahwa bahan spons pada diapers terbuat dari polimer yang relatif tidak mudah terdegradasi. Dan diperkirakan butuh waktu 200 tahun hingga 500 tahun bagi diapers agar benar-benar bisa terdaur ulang.

Untuk mengatasi penumpukan sampah diapers itu, kini banyak produsen diapers yang sudah mulai mengembangkan diapers yang bisa dipakai berulang-ulang atau disebut cloth diapers.

Salah satunya yaitu CV Anannda, dengan produknya Ananndapers. Produsen yang ada di Bandung, Jawa Barat ini sudah dua tahun terakhir memproduksi cloth diapers. "Untuk risetnya sendiri memakan waktu hingga lima tahun," ujar Iwan Suryolaksono, pemilik CV Anannda.

Dengan memproduksi cloth diapers yang berbahan kain, ia berharap bisa mengurangi penumpukan sampah dari popok jenis diapers.

Sebenarnya kata Iwan, cloth diapers pertama kali di produksi di Kanada sekitar 10 tahun lalu. Munculnya popok jenis ini dikarenakan Kanada sudah merasakan dampak dari tingginya sampah yang dihasilkan oleh diapers. Yang jumlahnya sudah mencapai 40% dari total sampah rumah tangga.

Sebelum Indonesia merasakan masalah yang sama, Iwan mencoba menyediakan diapers yang bisa digunakan bekali-kali dan juga yang lebih mudah untuk didaur ulang.

Selama dua tahun menjajakan cloth diapers, respon kaum ibu ternyata cukup besar. Buktinya, penjualan Ananndapers terus meningkat . Jika awalnya Iwan hanya bisa menjual 50 pieces Ananndapers perbulan, kini produknya itu laku terjual hingga 10.000 pieces per bulan.

Dari penjualan Ananndapers sebanyak itu, Iwan bisa mengantongi pendapatan sekitar Rp 200 juta setiap bulannya. Peningkatan itu terjadi karena popok kain bisa dipakai berulang-ulang. Ini membuat biaya popok bayi menjadi lebih murah. "Jadi ini meringankan ibu-ibu juga," imbuhnya dengan nada berpromosi.

Saat ini ada lima jenis cloth diapers yang diproduksi oleh Iwan. Salah satunya yaitu Ananndapers Super Serap Reborn yang dibanderol Rp 70.000 per pieces. Khusus untuk Ananndapers Super Serap Reborn itu, laku terjual hingga 5.000 pieces setiap bulan. Selain dari dalam negeri, pembeli cloth diapers buatannya juga datang dari beberapa negara tetangga seperti Malaysia. "Kemarin saya baru kirim sampling sebanyak 200 pieces ke Yordania," katanya.

Keunggulan Ananndapers Super Serap Reborn yaitu mampu menampung air hingga 250 cc. "Kapasitas itu bisa menampung lima kali pipis untuk bayi usia satu tahun," ujar sarjana Fisika dari Institut Teknologi Bandung itu.

Berdasarkan riset yang dilakukan Iwan, rata-rata bayi berusia di bawah 6 bulan bisa menghasilkan 30 cc air setiap kali buang air. Adapun untuk bayi berusia 1 tahun menghasilkan 50 cc, dan bayi berusia di atas dua tahun menghasilkan 60 cc hingga 70 cc.

Bahan cloth diapers yang digunakan menurut Iwan sebenarnya sama dengan kain untuk pakaian. Hanya saja, proses pemintalan benangnya yang berbeda. Untuk memintal benang, Iwan menggunakan teknologi mikrofiber dan teknologi water trapping system untuk penyerapan air.

Dengan kedua teknologi ini membuat cairan yang telah diserap oleh mikrofiber tidak kembali naik ke permukaan. "Produk saya adalah satu-satunya yang menggunakan empat lapis kain mikrofiber Mipacko yang performanya lebih baik daripada kinerja jeli kimia pada diapers yang sekali pakai," klaim pria 35 tahun itu.

Perawatan cloths diapers ini juga terbilang mudah. Setelah dicuci, hanya membutuhkan dua jam untuk mengeringkannya.

Rika Winurdiastri, pengusaha cloth diapers di Jakarta, mengamini cerita Iwan. Menurutnya tren penggunaan popok kain terus meningkat setiap tahun. Itu sebabnya, perempuan 27 tahun yang awalnya hanya menjadi pemasok kini ikut memproduksi sendiri cloths diapers dengan merek Enphilia Popok.

Meski belum genap satu tahun, Rika mengaku permintaan popok yang masuk sudah melebihi kapasitas produksinya. Saat ini, Rika hanya mampu melayani pesanan sebanyak 500 pieces per bulan. "Permintaan sudah banyak dan kami sedang kesulitan memenuhi permintaan. Jadi saya akan tambah mesin jahit untuk meningkatkan kapasitas produksi," katanya.

Dari penjualan 500 pieces popok itu, Rika bisa mengantongi omzet sekitar Rp 20 juta per bulan. Pemesan popok Rika tidak hanya datang dari Jakarta, tapi juga Aceh dan Papua. Harga jual popk Enphilia berkisar antara Rp 31.000 hingga Rp 40.000 per unit.

Selain ramah lingkungan, cloths diapers ini juga turut membuka peluang usaha baru. Rehardeni, pemilikpondokibu.com yang berlokasi di Yogyakarta juga tertarik memproduksi sendiri cloths diapers dengan menggunakan mereknya sendiri. "Sekarang lagi merancang konsep dan cari bahan bakunya dulu," katanya.

Saat ini Rehardeni masih menjadi pemaok dari berbagai merek cloths diapers lokal dan impor. Setiap bulan ia bisa menjual minimal 100 pieces cloths diapers dengan harga berkisar antara Rp 50.000 hingga Rp 300.000. Omzetnya sekitar Rp 15 juta per bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×