kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.430.000   -10.000   -0,69%
  • USD/IDR 15.244   95,00   0,62%
  • IDX 7.887   57,38   0,73%
  • KOMPAS100 1.204   8,61   0,72%
  • LQ45 978   8,18   0,84%
  • ISSI 228   0,21   0,09%
  • IDX30 499   3,83   0,77%
  • IDXHIDIV20 602   5,28   0,88%
  • IDX80 137   0,90   0,66%
  • IDXV30 140   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 167   1,27   0,76%

Menimba kreativitas agar mentas di pasar luar negeri


Selasa, 24 Agustus 2010 / 11:13 WIB
Menimba kreativitas agar mentas di pasar luar negeri


Reporter: Anastasia Lilin Y, Rizki Caturini, Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Tri Adi

Perjalanan usaha seorang perajin bak papan seluncur yang mudah naik dan turun dalam waktu singkat. Karenanya, mental yang kuat dan sikap tidak mudah menyerah mutlak dibutuhkan seorang pelaku usaha. Tak terkecuali di sektor UMKM. Seperti apa profil pengusaha yang mengarungi tiga sektor andalan UMKM di Indonesia?

Menjadi perajin bukanlah perkara mudah. Tidak semua orang bisa menjalani profesi ini. Selain memiliki keterampilan khusus untuk membuat produk kerajinan yang layak jual, seorang perajin harus senantiasa mengasah kreativitasnya.

Kreativitas menjadi hal mutlak yang harus dimiliki seorang perajin. Dengan kreativitas, perajin bisa terus mengembangkan produk kerajinan tangannya. Baik dari sisi bahan baku, model mau pun dalam proses bisnis lainnya, misalnya pemasaran.

Seorang perajin memang harus bisa pula menempatkan dirinya sebagai sosok pengusaha yang pintar melakukan kegiatan pemasaran. Mereka juga harus tahan banting menghadapi gejolak perekonomian negara yang sulit diprediksi.

Bagaimana resep para perajin dari tiga sektor usaha yang dianggap menjadi andalan perekonomian bangsa ini dalam menjalankan usahanya? Berikut penuturan para perajin perak, kulit, dan anyaman rotan.


Mochamad Musa, perajin perhiasan perak

Ia adalah perajin perhiasan perak di Sidoarjo, Jawa Timur. Musa, begini dia biasa disapa, sudah 10 tahun menjalankan bisnis ini. Lelaki berusia 64 tahun ini membuat aneka perhiasan dari perak. Seperti cincin, gelang, anting-anting dan bros.

Kendati sudah 10 tahun berkarya, Musa mengaku belum mencecap gurihnya laba dari penjualan perhiasan itu ke luar negeri.
Hingga kini, pemasaran produknya masih terbatas di pasar dalam negeri. Di antaranya, ke Bali dan Yogyakarta. Namun, bukan berarti usahanya tidak sukses. "Setiap bulan, pendapatan saya dari bisnis perhiasan bisa mencapai
Rp 250 juta," ujarnya.

Untuk semakin menebalkan omzetnya, dalam waktu dekat ini Musa berencana mulai merambah pasar ekspor. Beberapa negara yang dia bidika sebagai pasar potensial perhiasan buatannya adalah negara-negara di Eropa, Amerika Serikat, Australia, dan Timur Tengah. Seperti Abu Dhabi. "Potensi besar di beberapa negara tujuan ekspor, terlihat dari pameran perhiasan yang kerap saya ikuti di luar negeri," katanya.
Musa mengaku tidak khawatir mendapat saingan dari produk sejenis asal China. Dia menilai, dari sisi kualitas, produknya jauh lebih unggul. "Produk dari China dibuat dari mesin, sementara kerajinan perak ini asli hasil buatan tangan," imbuhnya.

Tapi, dia tidak menampik, pembuatan produk handmade membutuhkan waktu dan tenaga kerja lebih banyak. Toh, menurut dia, seni yang terkandung dalam produk kerajinan tangan itu sangat diminati oleh pasar dari menengah ke atas.

Apalagi, dari sisi desain, produk perhiasan handmade dan buatan mesin sangat berbeda. Musa mengklaim, produk perhiasannya memiliki ciri khas bentuk tersendiri yang menjadi kekuatan daya jualnya.

Selama ini, Musa menjual aneka perhiasan dengan harga Rp 20.000-Rp 100.000 per item.

Fifi Lutfia, perajin tas kulit binatang

Fifi Lutfia sudah menekuni usaha kerajinan tas kulit binatang sejak tujuh tahun lalu. Bendera usahanya Fifi Collection. Sebelum terjun ke bisnis ini, dia sempat menjajal bisnis baju muslim dari tahun 1980 hingga 1995.

Fifi boleh dibilang menjadi wirausaha karena kepepet keadaan. Suaminya meninggal tahun 1975. "Saya harus mempertahankan hidup dan masa depan anak-anak saya," katanya.

Dengan berbekal modal dari peninggalan suaminya, wanita kelahiran Solo, 12 Oktober 1950, ini membuka butik baju muslim pada tahun 1980.
Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai masuk ke bisnis aksesori. Ia merangkai aksesori itu untuk kemudian dipasarkan di pengajian dan butik. Karena laku, dia mulai serius menggarap bisnis ini.

Di tahun 1995, dia menghentikan bisnis baju muslim dan fokus di bisnis aksesori hingga sekarang.

Fifi masuk ke bisnis kulit karena melihat kegiatan pamannya, yang merupakan penyamak kulit untuk pembuatan tas. Pamannya sering mengikuti pameran di Jakarta.

Fifi juga melihat seorang temannya yang sukses berjualan produk kerajinan dari kulit binatang. "Saya lihat, kulit itu asyik dan berseni," katanya.

Toh, ia belum berani terjun langsung ke bisnis ini. Awalnya Fifi hanya menjual kerajinan kulit milik paman dan temannya. "Setelah yakin bisa menjual, saya mulai membuat sendiri," tutur Fifi.

Toko aksesorinya di bilangan Tanah Abang, Jakarta Pusat, dia ubah menjadi toko kerajinan kulit. Kini, selain di Tanah Abang, dia membuka toko di Blok M Square, Menteng, dan Pejaten Timur. Semuanya berada di Jakarta.

Naluri bisnisnya untuk terjun ke bisnis kerajinan produk kulit sangat tepat. Kini, Fifi mampu meraup omzet Rp 70 juta per bulan dari penjualan produk berbahan baku kulit sapi, domba, dan ular. Setiap bulan, dia bisa memproduksi sekitar 100 unit produk tas kulit sapi dan domba serta 50 unit tas kulit ular.

Selama ini ia baru menjual tasnya untuk pasar dalam negeri. "Pernah ada pembeli dari luar negeri dua kali, tapi itu insidental, dan belum kontinyu," kata Fifi.

Agus Nedi Junaedi, perajin anyaman rotan

Agus Nedi Junaedi adalah perajin anyaman rotan asal Cirebon, Jawa Barat. Ia telah melakoni usaha ini sejak 12 tahun silam di bawah bendera usaha CV Angie Rotan.

Awalnya, dia hanya menggunakan rotan sebagai bahan baku kerajinan anyaman berbentuk aneka mebel. Seperti kursi, wadah dan lampu dekoratif.

Sejak lima tahun lalu, Agus mulai menambah variasi bahan baku untuk kerajinan mebelnya. Misalnya, ia menggunakan bahan baku plastik, aluminium, dan kayu. "Hal ini saya lakukan untuk mengurangi dampak turunnya omzet dari penjualan kerajinan rotan," ujarnya.

Agus bilang, usaha kerajinan anyaman rotannya tidak menemui kendala pemasaran. Selama ini ia melempar produk kerajinannya ke pasaran ekspor.

Ia mampu menjual hampir 90% produknya ke berbagai negara. Di antaranya, Libanon, Finlandia dan Syria. Omzetnya bisa mencapai
Rp 3 miliar-Rp 5 miliar per bulan.

Tapi, itu cerita dulu. Seiring dibukanya kran impor bahan baku rotan, omzetnya terus melorot. Saat ini, omzet usahanya tinggal sekitar Rp 80 juta per bulan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Berita Terkait



TERBARU
Kontan Academy
Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×