Reporter: Gloria Natalia, Dharmesta | Editor: Tri Adi
Pamor angkringan sedang naik daun di ibukota. Penjual angkringan tidak hanya menyajikan makanan khas Solo dan Yogya, tapi juga menghadirkan keakraban. Usaha ini bisa mendatangkan omzet hingga Rp 15 juta setiap bulan.
Jarum jam baru menunjukkan angka delapan malam, tapi makanan di gerobak angkringan Gondangdia tinggal hitungan jari. Padahal, baru 2,5 jam lapak itu buka. Beberapa orang yang baru datang pun kecewa lantaran menu tak lengkap lagi.
Menurut Angelo Pranggono Setiana, pemilik angkringan Gondangdia, sehari ia menyediakan 100 bungkus nasi kucing. Tapi, "Bila sudah habis tapi lauk masih banyak, biasanya saya tambah 50 bungkus lagi," tuturnya. Setiap bungkus nasi kucing dijual seharga Rp 2.000.
Ia membuat sendiri pelbagai makanan yang tersaji di angkringannya. Mulai nasi kucing, lauk, dan beragam jenis sate.
Minuman di angkringan ini pun beragam. Ada es kampul, es teh susu, es susu jahe, wedang jahe, kopi joss, susu jahe, dan teh jahe. Harganya Rp 3.000 hingga Rp 4.000.
Dalam sehari, Angelo bisa meraup pendapatan sebesar Rp 500.000. Itu berarti, sebulan, ia mendapat omzet Rp 15 juta. "Biasanya, malam minggu pendapatan bisa lebih besar lagi," kata Angelo yang berusia 28 tahun.
Saat ini, selain mengurus angkringan Gondangdia di kawasan Gondangdia, Angelo juga mengelola tiga angkringan lain yang terletak di Kemayoran, Salemba, dan Pasar Burung Pramuka. "Penjualan di Salemba dan Pramuka tak sebagus di Gondangdia. Tiap tempat punya hoki sendiri," katanya.
Angelo juga menerima pesanan angkringan untuk segala acara. Misalnya, acara kantor, arisan, dan pembukaan hotel. "Biasanya, pemesan minta angkringan supaya ada khas daerah di acara itu," ujarnya. Pesanan angkringan dipatok dengan harga Rp 2,5 juta hingga Rp 3 juta. Bulan depan, Angelo ingin membuka satu lagi cabang di kawasan Kota, Jakarta Barat.
Menurutnya, usaha angkringan berprospek bagus. "Orang kadang ingin makan di angkringan dengan suasana lesehan. Itu jarang ada di restoran," kata dia. Selain menjual suasana tradisional, menu makanan khas Solo Yogya masih menjadi incaran pembeli.
Pedagang angkringan lain, Ervan juga menangkap keakraban antara penjual dengan pembeli di angkringan. Keakraban inilah yang membuatnya betah menjalani usaha ini selama hampir empat tahun. Kecuali minuman, dagangan Ervan masih disuplai orang lain.
Ervan mengelola empat angkringan. Dua di Jalan Raden Fatah, satu di daerah Joglo, dan satu lagi di Kreo. Di hari biasa, ia bisa melayani 40 pembeli per angkringan. Adapun, saat malam Jumat dan Minggu, ada 60 pembeli datang ke angkringannya. Pengunjung teramai pada jam 21.00 dan 01.00 dini hari.
Pada hari biasa, omzet Ervan minimal Rp 250.000. Malam Jumat dan Minggu mencapai Rp 350.000. "Sering omzet mencapai Rp 10 juta per bulan," ujarnya.
Hanya saja, gangguan preman masih menjadi kendala selama ini. Awalnya, mereka memalak Rp 15.000, lama-lama meminta makan gratis juga. "Sekali makan bisa sampai Rp 20.000 dan dalam sebulan bisa 5-6 kali," keluh Ervan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News