kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menolong orang sakit sembari menjaring duit


Kamis, 25 November 2010 / 10:57 WIB
Menolong orang sakit sembari menjaring duit
ILUSTRASI. Ulfa Nurjanah


Reporter: Raymond Reynaldi, Sopia Siregar | Editor: Tri Adi

Lonjakan populasi penduduk ikut mendongkrak masalah-masalah kesehatan. Kebutuhan rumah sakit pun terus menanjak dari tahun ke tahun. Tak heran, orang yang jeli melihat peluang dari jasa layanan kesehatan ini mampu meraup laba signifikan.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) Oktober lalu menyebut, penduduk Indonesia mencapai 237,56 juta jiwa. Tak pelak, peluang bisnis layanan kesehatan terbuka lebar. Apalagi, rasio jumlah klinik dan rumah sakit dan masyarakat yang sakit belum seimbang.

Menurut data Departemen Kesehatan (Depkes), pada tahun 2008 jumlah rumah sakit di Indonesia sebanyak 1.320 buah. Sementara, rasio tempat tidur rumah sakit ketimbang jumlah penduduk sekitar 1:1.580. Jauh dari rasio ideal 1:500.

Di seputar Jakarta saja, seperti di Bekasi dan Tangerang, kebutuhan klinik sangat tinggi. “Dari data BPS, satu klinik kesehatan di Bekasi dan Tangerang melayani 1.800 pasien per bulan,” kata Bambang Moeljono Roeslan, pemilik klinik kesehatan Permata Bunda, Bekasi.

Biaya kesehatan juga cenderung naik dari tahun ke tahun. Sekadar informasi, masyarakat Bekasi dan Tangerang merogoh kocek untuk biaya kesehatan hingga Rp 3,1 triliun per tahun.

Tergambar sudah bahwa bisnis layanan jasa kesehatan menyimpan segudang peluang keuntungan. Potensi inilah yang coba digarap Bambang dengan menawarkan waralaba klinik kesehatan.

Kalau tertarik, Anda bisa mencoba waralaba yang ditawarkan oleh Bambang atau membangun klinik sendiri. Sebelumnya, simak tawaran dan kiat beberapa pelaku usaha ini.


• Klinik Kesehatan Permata Bunda

Klinik kesehatan dan rumah bersalin ini berdiri tahun 1998. Saat ini Permata Bunda memiliki tujuh cabang klinik & rumah bersalin yang tersebar di wilayah Bekasi. Sejak Juli 2010, Permata Bunda menawarkan waralaba kepada masyarakat.

Tawaran waralaba klinik dan rumah bersalin Permata Bunda terbagi dua jenis paket investasi. Calon investor dapat membeli paket investasi senilai
Rp 615 juta atau menginvestasikan duit senilai Rp 800 juta untuk membeli paket kedua.

Perbedaan kedua paket tersebut ada pada luas bangunan yang ingin dimanfaatkan calon mitra. “Semakin luas bangunan, semakin banyak peralatan dan perlengkapan, baik secara medis maupun nonmedis,” terang Bambang.

Selain duit investasi awal dan badan usaha, calon mitra harus menyiapkan lokasi dan bangunan yang disetujui oleh manajemen Permata Bunda. Paket investasi Rp 615 juta mengharuskan luas bangunan 190 meter persegi (m²). Sedangkan pada paket Rp 800 juta, luas bangunan minimal 400 m².

Lokasi usaha setidaknya harus berdekatan dengan kawasan perumahan dan mudah diakses kendaraan pribadi dan umum. Perihal pengadaan peralatan dan perlengkapan medis, calon mitra tak perlu khawatir. Tiap paket sudah mencakup pasokan peralatan medis, perlengkapan gedung, perizinan, hingga materi promosi.

Sekadar contoh, peralatan dan perlengkapan paket pertama antara lain peralatan ruang tunggu, apotek dan farmasi, peralatan poli umum dan bersalin dengan nilai total sekitar Rp 456 juta. Tak ketinggalan timbangan, penggerus obat, hingga alat USG atau ultrasonografi untuk persalinan.

Paket juga sudah termasuk biaya waralaba atau franchise fee selama lima tahun senilai Rp 137,5 juta, pendampingan operasional selama dua pekan sebelum dan setelah proses peluncuran perdana, serta pendampingan rutin bulanan.

Selain itu, ada asistensi proses perekrutan dokter, staf medis dan administrasi, hingga karyawan umum. Calon mitra juga mendapatkan pelatihan karyawan selama dua pekan. Termasuk pasokan obat untuk gerai milik investor.

Pihak pewaralaba memperkirakan mitra waralaba Permata Bunda bakal mencapai titik impas dalam waktu 24 bulan hingga 25 bulan setelah operasional perdana.

Syaratnya, total omzet mitra mencapai Rp 131,2 juta per bulan dan beban operasional tak lebih dari Rp 105,9 juta per bulan. Hitung punya hitung, laba bersih bisa mencapai Rp 25 juta per bulan.

Jangan khawatir pula, Permata Bunda memberikan garansi, kalau laba bersih bulanan tak sesuai target, mereka akan menutup selisihnya alias ditanggung pewaralaba.


• Klinik Bersalin Mandiri Wahjuni

Selain waralaba, investor bisa mempelajari pengalaman Sri Wahjuni. Wahjuni adalah seorang dokter spesialis anak yang berhasil mendirikan klinik dan rumah bersalin Wahjuni pada tahun 2007.

Klinik ini berlokasi di Komplek Jatiwaringin Asri II, Pondok Gede, Bekasi. Bangunan klinik menjadi satu dengan tempat tinggal Wahjuni. Target pasar yang dibidik klinik dan rumah bersalin Wahjuni adalah ibu-ibu yang tinggal di sekitar Pondok Gede.

Total modal untuk membangun klinik dan rumah bersalin ini berasal dari kocek pribadi Wahjuni. Nilainya mencapai Rp 2,2 miliar. Cuma, dana ini memang tidak dia kucurkan sekaligus, melainkan secara bertahap. Setiap laba yang diperoleh Wahjuni diputar untuk memenuhi kebutuhan modal.

Dana terbesar dikucurkan untuk membeli tanah dan bangunan, yakni Rp 1,5 miliar. Sisa dana sebesar Rp 700 juta digunakan untuk membeli peralatan klinik, laboratorium, USG, farmasi, tempat tidur untuk rawat inap, stok obat, serta perizinan. “Kapasitas rawat inap klinik ini sebanyak 13 tempat tidur. Mulai kelas III sampai VIP,” tutur Wahjuni.

Omzet rata-rata per bulan sekitar Rp 125 juta–Rp 150 juta. Pengeluaran rata-rata bulanan Rp 100 juta. Rinciannya, untuk membeli obat Rp 50 juta, gaji karyawan Rp 25 juta, sisanya untuk biaya listrik, telepon, dan pengeluaran lain-lain.

Tiap bulan Wahjuni dapat meraup untung bersih 30%–40% dari total omzet atau Rp 35 juta–Rp 50 juta. Meski tidak bisa memastikan dengan tepat waktunya, Wahjuni mengaku sudah berhasil balik modal setelah tahun kedua beroperasi.

Keuntungan yang lumayan membuat Wahjuni kembali mendirikan Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Puspa Husada di Bekasi Timur, April lalu. Cuma, rumah sakit ini belum memberi kontribusi signifikan karena baru beroperasi.

Toh, potensinya menjanjikan. Saat ini saja RSIA yang menelan investasi Rp 9 miliar ini telah meraup omzet rata-rata Rp 200 juta per bulan. Sayang, Wahjuni enggan menyebut besarnya laba yang dia petik.

Dia hanya bercerita, saat ini tengah menambah tempat tidur kelas III. Soalnya, mayoritas pasien yang datang berasal dari kalangan menengah–bawah. Tarif dipatok dari Rp 75.000–Rp 350.000 per hari per kamar.

Nah, ada beberapa hal yang harus jadi pertimbangan serius. Yakni, lokasi dan dokter yang akan berpraktik di klinik tersebut. Hal lain, proses perizinan. Soalnya, investor tidak sekadar mengurus izin mendirikan klinik, tapi juga izin lingkungan. Dokter dan bidan yang akan bekerja di klinik juga harus mendapat izin dari pusat kesehatan masyarakat atau puskesmas setempat.

Klinik kesehatan pun harus memiliki layanan cepat dan ramah. Makanya, investor harus melakukan studi kelayakan yang mencakup pasar, lokasi, harga bangunan, sampai perizinan. Untuk obat-obatan, asal ada izin apoteker, bisa membeli dari distributor obat resmi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×