kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menyasar segmen pekerja, sukses lewat dunia maya


Senin, 30 Agustus 2010 / 11:45 WIB
Menyasar segmen pekerja, sukses lewat dunia maya


Reporter: Rivi Yulianti | Editor: Tri Adi

Bosan menjadi pekerja selama 15 tahun, Hikmanul Hakim memutuskan membuka usaha jualan busana muslim. Kegagalan di tahun pertama membuatnya lebih berani memasarkan produk secara online. Alhasil, bisnisnya sukses di dunia maya.

Menjelang Lebaran, busana muslim menjadi sangat laku. Rupanya, orang ingin merayakan kemenangan setelah berpuasa, sembari berkumpul dengan keluarga, memakai baju baru. Salah satu yang menikmati berkah di masa seperti sekarang adalah Hikmanul Hakim.

Meski hanya memiliki satu butik di ITC BSD, Hakiem – begitu ia biasa disapa – sukses berbisnis busana muslim secara online. Ia memasarkan 90% produknya lewat website dan situs jejaring sosial. Dalam sehari, ia meraup omzet Rp 7 juta sampai Rp 10 juta. Tapi, sejak sebulan terakhir, omzetnya bisa mencapai Rp 20 juta per hari.

Kesuksesan Hakim ini tidak datang dari langit. Ia merintis butik busana muslim Rumah Madani dengan keringat. Pria kelahiran Sidoarjo, 7 Februari 1969, ini dibesarkan di keluarga pegawai negeri sederhana. Ayahnya adalah seorang staf di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, dan sang ibu guru.

Sejak kecil, Hakim sudah didorong untuk berprestasi secara akademis. Ia selalu fokus pada studi. “Boro-boro mikirin soal bisnis,” ujarnya. Hasilnya, ia selalu juara kelas. Puncaknya, ia menamatkan kuliah di Institut Teknologi Surabaya, Jurusan Teknik Fisika bidang Instrumentasi, dengan predikat sangat memuaskan.

Selulus kuliah pada 1992, Hakiem merantau ke Jakarta. Penyuka ilmu eksakta ini bekerja sebagai konsultan di sebuah perusahaan teknologi informasi (TI). “Saya belajar TI secara otodidak,” ungkapnya. Selanjutnya, selama 15 tahun, ia berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lain, hingga terakhir bekerja di PT Fujitsu Indonesia.

Sebenarnya, Hakiem cukup mapan dengan kariernya. Gajinya tergolong besar. “Selalu di atas Rp 10 juta,” ungkapnya. Tapi, ia merasa jenuh. Kemacetan ibukota dan jadwal kerja yang ketat membuatnya tidak nyaman. Di pikirannya, ia ingin mengubah cara mencari nafkah dengan berbisnis.

Hakiem lantas mensurvei segala jenis bisnis, dari jual beli beras sampai waralaba burger. Ia sempat terpikir membuka usaha konsultan IT sendiri. Tapi, ia tak pernah bisa merealisasikan sementara belum keluar dari tempat kerja.

Ayah dari Fahmi, Jihad, dan Hanif ini pun resmi mundur pada April 2007. “Saat itu, keluarga besar saya heboh, mengatai saya bodoh karena melepas kemapanan,” kenangnya. Untunglah sang istri tercinta tetap mendukung lantaran lebih punya waktu untuk keluarga.


Gagal di tahun pertama

Hakiem akhirnya memutuskan berbisnis busana muslim. Ia melihat, peluangnya cukup besar. Pada Mei 2007, ia membuka butik Rumah Madani di ITC BSD. Modal awalnya Rp 40 juta, setengah di antaranya untuk untuk sewa tempat.

Di butiknya, Hakiem menjual aneka busana muslim dan aksesorinya seperti kerudung, jilbab, dan cadar. Harga jualnya berkisar Rp 80.000 sampai Rp 500.000. “Segmennya untuk kalangan menengah ke atas, terutama para pekerja,” ujarnya.

Di tahun pertama, bisnis Hakiem sudah meredup. Omzet penjualannya sangat kecil. “Profit kotornya hanya Rp 1 juta tiap bulan, habis untuk membayar gaji SPG,” terangnya. Praktis selama setahun, sang istri yang bekerja di Pamulang Medical Center lebih banyak menafkahi keluarga.

Kegagalan itu sempat membuat Hakiem frustrasi, tapi sekaligus memacu semangat. “Saya tahu, penyebab kegagalan itu karena jaringan penjualan belum ada, kurang pemasok, kualitas barang, terutama model, tren, dan reputasi butik masih kurang,” ujarnya.

Di tahun kedua, Hakiem berusaha memperbaiki. Ia mulai mensurvei selera pasar dan memilih pemasok yang bagus. Ia juga mulai merintis menjual secara online sejak Juni 2007.

Awalnya, Hakiem membuat sebuah blog untuk mempromosikan tokonya. Setengah tahun jalan, penjualannya bagus. Pembeli terbanyak berasal dari karyawan kantor. Ia juga menjaring pembeli dari mancanegara. “Paling banyak dari Malaysia dan Singapura,” ujarnya.

Pada 2008 itu, Hakiem membuat situs www.rumahmadani.com. Ia juga memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook. “Sekarang ini siapa, sih, yang tidak punya Facebook?” ungkapnya. Saat ini, Rumah Madani sudah memiliki 80.000-an fans di Facebook.

Sejak awal 2008, omzet penjualan busana muslim Rumah Madani naik drastis. Dalam sehari, pendapatannya bisa mencapai Rp 10 juta. Sekitar 90% berasal dari transaksi secara online. “Penjualan secara online ternyata lebih efektif karena bisa menjangkau pasar yang lebih luas dengan biaya operasional murah,” katanya.

Dengan mengambil margin untung antara 5%–60%, saat ini, penjualan rata-rata sehari sekitar 300 barang. Dengan mempekerjakan 12 karyawan, kini, ia hanya memantau bisnis dari rumah. Ia ingin ekspansi dengan mendirikan butik di daerah. “Saya ingin Rumah Madani menjadi rujukan pertama orang dalam mencari busana muslim di Indonesia,” terangnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×