Reporter: Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Biji melon bisa dikreasikan menjadi aksesori dan pernak-pernik yang unik dan menarik. Di Bogor, biji melon diproses dan dirangkai menjadi kalung, gelang, dan anting-anting. Dengan pangsa pasar yang luas tak hanya di Jabodetabek, bahkan mancanegara, perajin aksesori biji melon bisa mengantongi omzet hingga Rp 15 juta per bulan.
Biji buah bisa menjadi pemandangan yang tidak sedap jika dibuang sembarangan. Namun, melalui sentuhan tangan kreatif, biji buah bisa menjadi aksesori menarik dengan nilai jual tinggi. Itulah yang dilakukan oleh Toto Hendrawan.
Sejak 2005 lalu, pengusaha asal Bogor ini mengolah biji melon menjadi aksesori, seperti kalung, gelang, dan anting-anting. Tak hanya merambah pasar lokal, aksesori biji melon buatan Toto telah menembus pasar ekspor.
Lelaki berumur 39 tahun pemilik CV Sukses Bersama ini mengatakan, harga produk aksesori buatannya bervariasi. Untuk kalung harganya Rp 15.000 sampai Rp 25.000, gelang Rp 10.000 hingga Rp 15.000, dan Rp 10.000 untuk anting-anting. "Peminatnya cukup banyak. Penjualan di wilayah Jabodetabek, Sumatra, hingga Malaysia," kata Toto.
Walau mengandalkan promosi dari mulut ke mulut, ia mengaku mampu meningkatkan omzet dari tahun ke tahun. Dengan penjualan sedikitnya 100 unit sampai 150 unit aksesori per minggu, omzet yang diperoleh sebesar Rp 15 juta per bulan dengan laba bersih yang bisa disimpan Toto sebesar 40%.
Kreasi aksesori biji melon juga dilakukan oleh Gunawan Ramlan, pemilik Rendevouz Gallery di Jakarta. Dia mulai menekuni usaha pembuatan kalung biji melon sejak setahun lalu. Gunawan mengakui bisnis ini cukup menjanjikan. "Selain mudah memperoleh bahan baku, banyak yang suka dengan bentuknya," ujarnya.
Gunawan memilih menggunakan media internet untuk pemasaran. Selain efisien, internet juga lebih menjanjikan dan berbiaya rendah.
Sampai saat ini Gunawan hanya memproduksi kalung saja. Sebab permintaan kalung paling banyak. Harga yang ditawarkan untuk kalung biji melon buatannya sebesar Rp 10.000 hingga Rp 15.000. Dengan pasar Jabodetabek dan Semarang, Gunawan mengaku memperoleh omzet hingga Rp 7 juta per bulan. Dari omzet, ia mendapat untung 25%.
Toto bercerita, ide pembuatan aksesori biji melon datang saat dia melihat banyak sekali sampah biji melon di sekitar rumah. Sebagai penyuka buah melon, keluarga Toto juga kerap bermasalah dengan sampah buah melon yang berserakan.
Karena itu, dia mencoba bereksperimen dengan merangkai biji melon tersebut. "Waktu itu hanya coba-coba," ujarnya. Dia juga berusaha menemukan benang yang paling sesuai.
Setelah mencoba berbagai jenis benang, akhirnya Toto memutuskan untuk menggunakan benang nilon. Benang nilon terbukti paling kuat dan paling cocok dibandingkan benang wol atau kapas.
Toto sendiri tak pernah kesulitan mendapatkan bahan baku. Kalau dari sampah rumah kurang, dia bisa membeli dari tetangga yang menjadi pengumpul biji melon dan khusus memasok untuk dia. Harganya pun murah, satu kilogram (kg) biji melon harganya cuma Rp Rp 5.000.
Dibantu oleh tiga karyawan, Toto memproses setiap butir biji melon sehingga tidak mudah rusak. Agar tidak cepat rusak, sebelum dirangkai, biji melon terlebih dahulu harus direndam dalam air hangat dan larutan pembersih. Perendaman dilakukan untuk menghilangkan lendir yang menempel pada biji. Setelah direndam, biji dijemur di panas matahari selama tiga jam. Setelah kering, biji melon siap dilubangi dengan jarum.
Menurut Toto, agar tampilan aksesori biji melon cantik, maka tiap butir biji melon harus memiliki ukuran yang tidak jauh berbeda. "Agar terlihat tidak timpang," katanya.
Selanjutnya, biji diwarnai menggunakan cat atau spidol permanen untuk kemudian dirangkai sesuai keinginan. Setelah dirangkai menggunakan benang nilon, dua sisi benang disambung menggunakan claps.
Untuk menambah variasi, kalung dan gelang bisa dimodifikasi dengan aksesori lain. Menurut Toto, yang terpenting dalam pembuatan aksesori dari biji melon adalah kreativitas dan inovasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News