Reporter: Gloria Natalia, Mona Tobing, Ragil Nugroho | Editor: Tri Adi
Usaha penitipan sepeda motor sejatinya tidak perlu modal banyak. Dengan lahan yang luas terutama di dekat stasiun, terminal, dan gerbang tol, serta penjaga yang selalu waspada, omzet besar bisa langsung masuk ke kantong. Pengusaha penitipan kendaraan bermotor roda dua bisa meraup penghasilan hingga
Rp 30 juta per bulan.
Pagi itu, Rabu (5/7), Syarif tengah asyik mengopi di warung. Raungan kendaraan bermotor yang melintas di Jalan Mayjen Sutoyo, Cawang, Jakarta Timur tak membuyarkan konsentrasinya melihat puluhan sepeda motor yang berjajar di atas tanah warisan bapaknya.
Di atas tanah seluas 11x12 meter dengan beratap genting dan bersekat seng, Syarif membuka penitipan sepeda motor berbendera Eka Sila Sakti sejak 1985 silam.
Awalnya, dulu ada bus untuk menjemput karyawan Yamaha dan Toshiba di Cawang. Jam 5.30 pagi waktu penjemputan menuju tempat kerja mereka di Bekasi. "Para karyawan yang dijemput bingung menitipkan sepeda motor di mana," kata Syarif.
Akhirnya, Syarif pun membuka usaha penitipan sepeda motor. Dengan sewa waktu itu sebesar Rp 500 per hari, ada sekitar 10 karyawan yang menitipkan sepeda motornya kepada Syarif.
Dua puluh lima tahun kemudian, Syarif tidak lagi menjaga 30 sepeda motor. Kini, ia harus melindungi sekitar 250 sepeda motor setiap hari dengan dibantu ketiga keponakan laki-lakinya, bergantian menjaga. "Sebanyak 80% penitip sepeda motor adalah karyawan, sisanya mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan orang lain yang saya tidak tahu pekerjaannya," ungkap Syarif.
Tarifnya, Rp 5.000 per hari. Paling ramai, Senin sampai Jumat. "Kan itu hari orang kerja. Kalau Sabtu Minggu agak menipis, tapi jumlah ini bisa ditutupi dengan pengendara yang menitipkan sepeda motor 2 sampai 3 hari," tutur Syarif, keturunan Betawi.
Namun, omzet Syarif saat ini jauh berkurang dibandingkan dengan sebelum pertengahan 2009. Ia bilang, sejak perempatan Cawang terlarang untuk bus antarkota, usahanya sepi. "Dulu bisa 350-an penitip sepeda motor, kebanyakan mereka menginapkan sepeda motor karena mau pergi ke luar kota," ungkap dia.
Di Jogjakarta, usaha penitipan sepeda motor juga tak kalah menggiurkan. Hendra Martino, contohnya. Mulanya, ia cuma sekadar iseng dan menjadi usaha sampingan. Tapi, sekarang, penitipan sepeda motor menjadi bisnis utamanya, dengan dibantu sembilan pegawai. Hendra membuka usaha tak jauh dari kampus Universitas Gajah Mada (UGM).
Untuk memulai usaha ini tidak begitu rumit. Modal utamanya, lahan yang cukup luas yang bisa dijejali puluhan bahkan ratusan sepeda motor. "Lahan saya ini sekitar 10 kali 17 meter yang dapat menampung 200 sepeda motor," ujar pria 33 tahun itu.
Tugas utama dalam bisnis ini terletak di bahu pegawai yang menjaga sepeda motor. Mereka harus waspada agar sepeda motor yang diparkir tidak hilang digondol maling.
Pemakai jasa penitipan sepeda motor Hendra adalah para pegawai yang rumahnya agak jauh dari lokasi terminal bis atau orang-orang dari luar kota. Untuk menghemat tenaga, mereka membawa sepeda motor ke lokasi penitipan motor dan melanjutkan perjalanan menggunakan bis ke tempat kerja.
Hendra membuka penitipan motor sejak jam 6 pagi sampai jam 10 malam, dengan denda Rp 1.000 jika melanggar batas waktu yang telah ditentukan.
Selain usaha penitipan, Hendra juga menjual jasa cuci sepeda motor dengan tarif Rp 5.000 per sepeda motor. Dengan menawarkan layanan tambahan ini, ternyata juga membuka peluang usaha lain. Ia pun berjualan kopi, teh, susu, dan makanan, seperti mi dan roti panggang.
Riki Alamsyah, pemilik penitipan sepeda motor di daerah Depok, bilang bahwa kenyamanan dan keamanan adalah modal terpenting usaha ini. "Karena para pelanggan juga memiliki pilihan lain, yakni Stasiun Depok," ujarnya.
Satu lagi modal terpenting: kepercayaan. "Penitip sepeda motor mempercayakan sepeda motornya kepada saya, mereka taruh sepeda motor di sini baik-baik, pulangnya pun harus baik-baik," tambah Syarif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News