kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Monang berdayakan warga dengan koperasi


Kamis, 20 Oktober 2011 / 13:50 WIB
Monang berdayakan warga dengan koperasi
ILUSTRASI. Petugas memindahkan uang di 'cash center' Plaza Mandiri, Jakarta. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/kye/17


Reporter: Hafid Fuad | Editor: Tri Adi


Berbuat baik bisa seiring dengan kegiatan bisnis. Seperti yang dilakukan Monang Saragih yang mengajak pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) mendirikan koperasi simpan pinjam. Lewat koperasi itu juga ia memberikan kesadaran hukum kepada anggota. Ia berharap anggota koperasi menjalankan usaha dengan cara yang taat hukum.

Niat tulus membantu warga ternyata bisa seiring dengan menjalankan usaha. Itulah pengalaman Hamonangan Saragih atau akrab dipanggil Monang dalam membantu pengusaha kecil menengah (UKM) di kota Bandung, Jawa Barat.

Monang membantu UKM itu lewat koperasi yang berdiri berbarengan dengan saat ia mendirikan Radio MORA FM tahun 1999. Koperasi yang dibentuk itu awalnya adalah koperasi karyawan radio, namun akhirnya berkembang menjadi koperasi milik pendengar Radio Mora FM Bandung itu.

Dalam merekrut anggota, koperasi yang bernama Koperasi Jasa Hukum Mora itu terbuka bagi seluruh pendengar Radio Mora FM. "Koperasi melayani simpan pinjam, sehingga peminat menjadi anggota kebanyakan UKM," kata Monang yang lahir 26 Juni 1957, di Simalungun, Sumatra Utara.

Sejak berdiri pada 1999, kini koperasi itu sudah memiliki dana kelolaan Rp 1 miliar. Dana itu berasal dari simpanan 500 anggota, yang terdiri dari karyawan dan pendengar Radio Mora. "Uang itu sepenuhnya untuk membantu keuangan anggota koperasi," tegas Monang yang menjabat sebagai pelindung di Koperasi Jasa Hukum Mora itu.

Selain kegiatan simpan pinjam, koperasi juga memiliki kegiatan lain, seperti pendidikan dan pelatihan radio di kantor Radio Mora. Monang mengaku, pengurus koperasi bebas melakukan aktivitas komersial di radio miliknya itu. "Radio dan koperasi itu satu atap," ungkap Monang.

Tidak hanya itu, pengurus koperasi juga mendapatkan kesempatan mengelola kantin yang ada di kantor Radio Mora. Laba dari kantin itu pun masuk ke unit usaha koperasi.

Tak cukup sampai di situ, anggota koperasi juga mendapatkan waktu untuk melakukan promosi gratis di Radio Mora. Waktu siaran untuk para anggota itu bisa menjadi ajang promosi. "Waktu siaran anggota koperasi ada di hari Minggu," kata Monang.

Untuk menjadi anggota koperasi juga tidak terlalu sulit. Pendengar Radio Mora bisa menjadi anggota setelah membayar uang pendaftaran Rp 100.000 serta membayar iuran wajib senilai Rp 275.000.

Tak hanya itu, Monang memberikan jasa konsultasi hukum gratis kepada seluruh anggota koperasi. Bagi Monang, "Anggota koperasi harus mengerti hukum," kata pria asli Batak itu.

Selain itu, anggota koperasi juga difasilitasi mengurus legalitas usaha, seperti perizinan hingga soal membentuk badan hukum usaha. Monang menyatakan, anggota koperasi mesti taat terhadap hukum dan perundangan-undangan. "Anggota yang berbisnis mesti taat hukum," tegas pria kelahiran 26 Juni 1957 itu.

Monang mengaku, sedari kecil memang sudah bercita-cita membantu sesama. Cita-cita itulah yang ia wujudkan melalui Radio Mora. Ia menilai radio adalah sarana yang tepat untuk menyampaikan informasi penting dan berguna bagi warga, terutama bagi pendengar radio.

Berbeda dari radio lain, Radio Mora milik Monang itu fokus pada siaran informasi dunia hukum dan perundang-undangan. "Siaran khusus untuk pembinaan masalah hukum kami lakukan setiap hari Minggu," ujar Monang.

Karena radio dijalankan secara komersial, setiap bulan Mondang mencatat omzet Rp 50 juta. Ia bilang, omzet dari radio itu sepenuhnya ia gunakan kembali untuk operasional radio.

Keinginan Monang mendirikan radio tak datang tiba-tiba. Ia sudah memiliki pengalaman panjang di dunia radio. Monang berkecimpung di dunia penyiaran sejak tahun 1979. Tetapi Monang sempat meninggalkan dunia penyiaran dan memilih menjadi dosen di Sekolah Tinggi Hukum Bandung pada 1988. Namun menjadi dosen tidak lama, karena Monang memutuskan kembali ke dunia penyiaran pada 1991. "Hobi saya ada di radio," jelas Monang.

Setelah kembali ke dunia penyiaran, Monang tergerak untuk alih profesi. Dan keputusan alih profesi dengan menjadi pengacara itu ia lakukan pada 1997. "Saat menjadi pengacara itulah saya bikin Radio Mora," katanya.

Selain memiliki kantor pengacara Monang Saragih SH dan menjadi pemilik stasiun radio, Monang juga memiliki yayasan bernama Yayasan Mora Peduli, ia juga menaungi organisasi lembaga swadaya masyarakat di kota Bandung.

Saat menjadi pengacara, Monang beberapa kali membela kasus yang berhubungan dengan arus bawah. Tahun 2000, ia pernah membela 2.000 kopral polisi yang meminta kenaikan pangkat. Saat itu Monang harus berhadapan dengan Kapolda Jawa Barat. "Akhirnya polisi itu naik pangkat dan mereka pensiun dengan pangkat sersan," cerita Monang.

Lalu pada 2003, Monang sempat membela 500 kepala keluarga (KK) di Desa Sukamiskin, Bandung. Warga Desa Sukamiskin itu menuntut agar pemerintah menutup Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pasir Rimpun. "Warga terganggu karena lingkungannya tercemar," kata Monang.

Kasus lain yang pernah ia bela adalah kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) 13.000 karyawan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang sekarang berganti nama menjadi PT Dirgantara Indonesia. Kasus yang berlarut-larut selama tiga tahun itu berujung pada pembayaran hak pekerja.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×