Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Tri Adi
Pesanan topi yang datang ke para perajin di sentra produksi topi Desa Cijunti, Purwakarta ini banyak dari pembeli grosir dan korporat. Di musim kampanye pemilihan umum (pemilu), mereka ketiban berkah lantaran permintaan atribut kampanye topi banyak datang. Omzet yang didapat pun berlipat dari biasanya.
Tidak banyak yang tahu jika sentra produksi topi di Desa Cijunti, Kecamatan Campaka, Purwakarta menjadi salah satu tempat tujuan pembeli grosir topi. Ya, sebagian besar konsumen para perajin di tempat ini memang dari korporat, pabrik, sekolah maupun para pedagang grosir topi. Bahkan, para peserta kampanye ketika musim pemilu legislatif maupun pemilihan kepala daerah (pilkada) pun kerap memesan topi sebagai atribut kampanye di tempat ini.
Agus Susanto, salah satu perajin topi di sentra ini mengatakan, seiring perkembangan waktu, permintaan topi selama masa kampanye pemilu memang semarak. Ini membuat omzet para perajin terkerek naik.
Sebagai perbandingan, di bulan-bulan biasa, Agus hanya memproduksi 500 unit hingga 2.500 unit topi. Saat musim kampanye tiba, dia bisa melayani pesanan hingga 10.000 topi sebulan.
Seperti bulan lalu, dia melayani pemesanan topi sebanyak 10.000 unit untuk pilkada di Kalimantan Tengah. Alhasil, omzetnya pun merekah. Biasanya, dia mendapat Rp 3,7 juta hingga Rp 15 juta per bulan. Pada pilkada kemarin, omzetnya melejit menjadi Rp 130 juta. "Harga satu topi dibanderol seharga Rp 13.000," imbuh pria berusia 38 tahun ini.
Bahan untuk memproduksi topi ternyata berbeda-beda. Topi permintaan dari korporat, seperti bank, menggunakan bahan rafel katun. Sedangkan topi sekolah, Agus menggunakan bahan kain drill. Sementara topi partai menggunakan bahan laken.
Dalam sebulan, Agus membutuhkan 1 ton kain untuk produksi. Dengan mempekerjakan sebanyak 18 pegawai, Agus bisa memproduksi 1.000 unit topi per hari.
Bicara soal pasokan bahan topi para perajin tidak merasa kesulitan. Agus bisa mendapatkannya di toko bahan topi yang berada di Cikampek atau memenuhi kebutuhannya dari pasar Tanah Abang, Jakarta.
Ia mengklaim tidak menggunakan bahan topi dari sisa kain. "Karena pesanan datang dari perusahaan dan pemerintahan, jadi kami menjaga kualitas," bebernya.
Sementara perajin lainnya Lidayatna Murti tidak banyak memproduksi topi untuk atribut kampanye. Sebab, dia lebih banyak memproduksi topi anak kecil hingga remaja.
Namun, jika ada pesanan datang, biasanya dia memproduksi dalam skala kecil sekitar 80 unit hingga 100 unit topi. Harga jual topi buatannya berkisar antara
Rp 12.000-Rp 30.000 per unit.
Lidayatna mengaku, di akhir tahun pesanan topi yang datang sedikit menurun dari pedagang lantaran permintaan yang berkurang. Menurutnya, masyarakat lebih mengutamakan untuk mengeluarkan biaya liburan di akhir tahun, sehingga permintaan produk topinya menurun.
Dibantu delapan orang pegawai, Lidayatna mengaku selalu menyediakan stok setiap hari meskipun belum ada pesanan. Dalam sehari, satu pegawai bisa mengerjakan 80 topi. Setelah bahan dijahit, kemudian dipotong menggunakan mesin dan diberi tempelan serta label sesuai pesanan.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News