kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelapis ranjang bayi: Bayi tenang, untung menggenang


Kamis, 08 Desember 2011 / 15:39 WIB
Pelapis ranjang bayi: Bayi tenang, untung menggenang
ILUSTRASI. Orang-orang beraktivitas menggunakan masker di kota Beijing, China, Senin, 11 Januari 2021.


Reporter: Fahriyadi, Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi

Penggunaan bumper box bayi sebagai pelapis ranjang bayi terus meningkat beberapa tahun terakhir ini. Maklum, banyak orang tua tentu ingin buah hatinya bisa tidur dengan nyaman. Produsen bumper box pun bisa mendulang omzet puluhan juta. Selain itu, usaha pembuatan bumper box mendatangkan untung lumayan tinggi.

Banyak orang tua pasti ingin menjaga kenyamanan dan keamanan buah hatinya saat tertidur pulas. Peluang inilah yang digarap Lilis Nanda untuk membuat bumper box yang biasa dipakai sebagai pelindung bayi di ranjangnya.

Bahkan, menurut pemilik Bumper Kid, salah satu produsen bumper box di Surabaya, permintaan bumper box cukup tinggi. Dalam sebulan, Lilis pun sanggup memenuhi 90 set pesanan bumper box.

Lilis menjual pelapis ranjang ini dalam berbagai ukuran yang dapat disesuaikan dengan tempat tidur si bayi. Selain itu, ia pun menyediakan beragam motif.

Satu set bumper box itu terdiri dari empat sisi pelapis yang mengelilingi tempat tidur bayi, seprai, sebuah sarung bantal, dua buah sarung guling, serta bed cover. Lilis menjual satu set bumper box itu mulai seharga Rp 350.000 hingga Rp 570.000.

Meski membuka usaha di Surabaya, pelanggan Lilis datang dari berbagai kota besar, seperti Jakarta, Denpasar hingga kota-kota di Kalimantan. "Bahkan, konsumen juga datang dari Australia dan Singapura," ujar ibu satu anak ini.

Sampai saat ini, Lilis hanya mengandalkan penjualan lewat dunia maya. "Saya memilih berjualan di internet karena efisien ketimbang harus membuka gerai sendiri," ucapnya.

Meski hanya berjualan lewat dunia maya, Lilis bisa mendulang omzet hingga sebesar Rp 38 juta per bulan. Yang lebih mengasyikkan lagi, dari bisnis bumper box ini, Lilis bisa meraup margin keuntungan hingga 50%.

Untuk membuat bumper box ini, Lilis menggunakan kain impor, seperti katun jepang dan katun king koil. Kain impor inilah yang sering menjadi kendala dalam bisnisnya. "Harga kain impor ini mahal karena tergantung nilai tukar rupiah," ujarnya.

Karena itu, Lilis sering mengombinasikan kain lokal dengan kain impor sebagai bahan baku pembuatan bumper box. "Kelebihan kain lokal adalah variasi motif yang banyak sehingga bisa memberikan banyak pilihan kepada pelanggan, sedangkan motif kain impor masih terbatas," jelasnya.

Lilis tak sendiri. Pebisnis bumper box lainnya adalah Imada Arthanita, pemilik Electra Baby yang menekuni usaha ini sejak dua tahun lalu di Cibubur, Jawa Barat.

Perempuan 35 tahun ini mengatakan, bisnis ini bermula secara tidak sengaja karena ia kesulitan mencari bumper box berbahan nyaman untuk anaknya. "Akhirnya saya putuskan untuk membuat sendiri," terangnya.

Dari situ, wanita yang juga menjual beragam produk kebutuhan bayi seperti popok dan baju bayi ini, mulai mendistribusikan produk bumper box tersebut. Produknya pun mendapat respons yang cukup baik.

Setiap bulannya, Imada mampu menjual hingga 60 set bumper box berbagai ukuran. Ia menjual bumper box ini dengan harga berkisar Rp 335.000 hingga Rp 650.000 per set. Dari usaha ini, Imada pun bisa merengkuh omzet hingga Rp 30 juta per bulan.

Menurut Imada, usaha pembuatan bumper box bayi ini masih punya prospek yang cerah. "Pasarnya masih terbuka lebar, karena permintaannya terus meningkat," terangnya. Namun, produsen harus bersiap menghadapi persaingan yang ketat, karena banyak pemain baru bermunculan.

Selain itu, pemain baru juga harus siap menghadapi kendala kenaikan harga kain. "Kami juga belum bisa menaikkan harga, karena masih mencari pelanggan," jelasnya.

Untuk menyiasati kenaikan harga bahan baku ini, Imada terpaksa memangkas margin keuntungannya. Yakni, dari 40% menjadi 30%. Hal ini dianggapnya sebagai pengorbanan bisnis agar produknya ini bisa terjangkau oleh semua kalangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×