Reporter: Noverius Laoli, Fahriyadi, Revi Yohana | Editor: Havid Vebri
Produk antivirus sangat dibutuhkan para pengguna komputer. Apalagi, sekarang penyebaran virus yang menyerang sistem komputer semakin marak. Alhasil, pasar antivirus masih sangat terbuka. Sekadar catatan, antivirus merupakan software khusus untuk menangkal atau membunuh virus yang bisa menyerang sistem komputer.
Selain antivirus asing bikinan luar negeri, belakangan produk antivirus lokal juga mulai unjuk gigi. Salah satu produk antivirus lokal yang sudah lumayan dikenal luas adalah Smadav. Secara resmi, Smadav berdiri tahun 2006. Nama Smadav diambil dari nama singkatan dari SMA II Palangkaraya, Kalimantan Tengah, bekas sekolah pendiri perusahaan ini Zaenuddin Nafarin.
Smadav adalah antivirus untuk proteksi tambahan komputer, proteksi total USB Flashdisk, dan pembersihan tuntas virus yang menyebar luas. Dwi Darmativin, salah satu tim pembuat antivirus Smadav bilang, munculnya keinginan membuat antivirus lantaran prihatin atas merebaknya penyebaran virus-virus lokal.
Serangan virus lokal ini terkadang susah diatasi. "Makanya, muncul inisiatif membuat antivirus Smadav," kata Dwi. Pembuatan software antivirus Smadav melibatkan sejumlah orang yang tergabung di sebuah tim. Fokus mereka adalah membuat dan meng-update antivirus terbaru untuk menangkal virus yang sifatnya juga baru. "Jadi kami buat sofware sendiri dan tidak meniru antivirus lain," ujarnya.
Software antivirus Smadav ini pada awalnya dibuat untuk menangkal dan membersihkan virus yang ada di komputer. Bila virus tidak bisa dihilangkan, maka fokusnya adalah pencegahan atau penghapusan. Dwi bilang, setiap saat mereka selalu meng-update antivirus Smadav. Soalnya, ada banyak virus baru yang muncul. Bila ada virus baru yang beredar, tim Smadav segera melakukan penelitian terhadap virus tersebut.
Setelah mengetahui dan memahaminya, tim menciptakan pencegahan dan pembersihan virus. Dwi bilang, antivirus Smadav milik mereka tidak dijual dengan harga tertentu. Selama ini produk antivirusnya mereka jual dengan harga sukerala. Konsumennya bisa perusahaan, warung internet, institusi tertentu, dan perorangan. "Sistemnya kami memberi sejumlah lisensi ke mereka, dan kami mendapat donasi," ujar Dwi. Menurutnya, pendapatan dari donasi itu tidak lebih dari Rp 100 juta per bulan.
Selain berbayar, ada juga produk antivirus mereka yang bisa di-download gratis. Kedua antivirus itu jenis proteksinya hampir sama. Bedanya, yang berbayar proteksinya lebih kuat, karena dilengkapi dengan password. "Tapi, tidak bisa di-update gratis karena harus bayar," ujarnya. Sebaliknya, yang gratis proteksinya masih rawan diserang virus.
Produsen antivirus lain adalah David Layardi yang mengusung brand Frost Antivirus. David yang masih duduk di bangku kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP) ini menyukai dunia komputer sejak tiga tahun lalu. Ia belajar otodidak melalui berbagai forum diskusi antivirus di internet.
Menurutnya, untuk membuat sebuah antivirus dibutuhkan waktu hingga enam bulan. Selama ini, ia mendapat berbagai contoh virus dari para anggota forum. "Setelah itu saya membuat program untuk mengatasi virus itu," jelasnya.
Caranya, ia membuat kode-kode yang berfungsi sebagai antivirus. Setelah kode-kode tersebut jadi, ia membuat desain yang mengubah kode menjadi tampilan. Fungsinya untuk memudahkan pengguna dalam mengaplikasikan anti virus itu. Setelah desain jadi, diperlukan percobaan apakah anti virus berhasil bekerja dengan baik. "Awalnya saya butuh 20 kali percobaan. Tapi saat ini 10 kali saja," ujarnya.
Percobaan ini penting untuk mengatasi kesalahan kode. Sebab, bila keliru, anti virus justru bisa dideteksi sebagai virus oleh komputer.
Ia mulai memasarkan Frost Antivirus pada Juli 2011. Karena baru, produk antivirusnya masih gratis. Namun, bila ada yang berminat dijual dengan harga Rp 20.000 per kode. "Pendapatan saya masih di bawah Rp 5 juta," ujar David.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News