kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Peluang menggiurkan dari masakan siap saji


Rabu, 07 Januari 2015 / 14:04 WIB
Peluang menggiurkan dari masakan siap saji
ILUSTRASI. Mudah, Ini 7 Cara Mengatasi Iritasi Mata Perih dengan Bahan Alami


Reporter: Marantina, Pradita Devis Dukarno | Editor: Tri Adi

Peluang dalam bisnis kuliner memang tak ada habisnya. Banyak hal yang bisa dikulik oleh mereka yang kreatif dan inovatif. Salah satunya, di era yang serba instan ini, masyarakat cenderung memilih makanan ekspres atau siap saji.

Gejala itu yang mendasari Stephanus Lukmanto merintis usaha makanan dalam kemasan. “Orang Indonesia suka sesuatu yang praktis, tapi belum banyak pilihan makanan instan yang sehat,” ujar dia. Dus, dia mendirikan Koki Instan pada 2012 di Malang, Jawa Timur.

Stephanus mengamati bahwa masyarakat, terutama keluarga muda, sudah menyadari pentingnya kesehatan. Jadi, walaupun tertarik pada makanan instan, mereka tak melupakan faktor kesehatan dan kebersihan makanan.

Sementara itu, Ardi Lesmana lebih dulu merintis bisnis ini sejak 2010 dengan nama Icook alias instant cook. Dia terinspirasi oleh sebuah convenience store yang menyajikan makanan instan yang tinggal dihangatkan di microwave.

Mengingat belum terlalu banyak rumahtangga yang punya microwawe, dia pun menawarkan olahan instan yang dimasak di kompor biasa. “Kami masak bahan makanan setengah matang, kecuali sayur. Jadi, konsumen tinggal merebus atau menggoreng seperti membuat mi instan,” jelas Ardi.

Sejak pertama dipasarkan, produk Icook langsung diterima konsumen. Pada bulan pertama, Ardi bisa menjual puluhan item produknya. Dia bilang, pemasaran dari mulut ke mulut sangat membantunya mengembangkan bisnis. “Kebanyakan yang membeli ibu rumahtangga dan pekerja kantoran, jadi setelah beli mereka beri tahu teman-temannya,” terang Ardi.

Menu di Icook sangat beragam, seperti beberapa varian nasi goreng, ayam bumbu rujak, kare ayam, rawon daging, sup tomyam, ayam kungpao, bulgogi, dan tenderloin steak. Ia mematok harga antara Rp 15.000–Rp 30.000 per item.

Dalam sebulan Ardi bisa menjual ratusan item produk Icook. Ia mengaku nilai omzetnya mencapai Rp 50 juta per bulan. Adapun laba bersih sekitar 30%. “Saya tidak bisa ambil untung terlalu banyak karena harga makanan instan bersaing dengan makanan di restoran. Kalau terlalu mahal, produk saya bisa ditinggal,” tutur dia.

Sejauh ini produk Icook hanya dipasarkan di Surabaya dan Malang. Pasalnya, Ardi mengutamakan kesegaran makanan. Kalau pengiriman lebih dari dua hari, boleh jadi makanan tak segar lagi di tangan konsumen.

Adapun Koki Instan menawarkan tiga produk makanan siap saji: ayam goreng, ayam manghot, dan bebek goreng. Harga antara Rp 60.000 hingga Rp 70.000 per ekor. Stephanus bisa menjual hingga 500 ekor ayam dalam sebulan. “Pembeli cukup menggoreng ayam atau bebek dengan lumuran tepung yang sudah disediakan beserta sambalnya,” kata dia.


Membangun brand

Pemain lain dalam usaha ini ialah Raozen, anak usaha CV Kalandra yang juga membawahkan Restoran Sunda Sajian Sambara. Jaka Setia, Service Manager Raozen menuturkan dalam sehari dapur Raozen bisa memproduksi hingga 500 piece produk makanan instan.

Beberapa menu Raozen ialah ayam goreng, ayam kemiri, iga lada hitam, ayam woku, dan ayam pop. Harga menu tersebut mulai dari belasan ribu rupiah hingga lebih dari Rp 20.000 per porsi. Melihat kondisi masyarakat saat ini, Jaka optimistis usaha makanan kemasan menu rumahan akan semakin diminati. “Peluang bagi pengusaha baru cukup terbuka,” ucapnya.

Stephanus menyadari pemain dalam usaha frozen food sangat banyak. Bila ingin bertahan, penting untuk membangun brand serta terus mempertajam positioning bisnis. “Brand tidak sekadar nama, tapi juga meliputi rasa, kualitas, pelayanan, dan standarisasi,” tegas dia.

Dia bilang, Koki Instan hanya menggunakan ayam kampung. Pengolahannya pun tanpa MSG dan minyak jelantah. Stephanus dibantu 10 karyawan mengolah ayam dan bebek menjadi makanan setengah matang dengan campuran bumbu rempah.

Selanjutnya, lauk siap saji tersebut dikemas dengan plastik khusus makanan, lalu divakum dan dibekukan. Tujuannya, mencegah bakteri hidup pada makanan. Stephanus menjamin produknya bisa bertahan selama setahun dalam freezer. Dengan catatan, kemasan produk masih utuh alias tidak rusak.

Ketika merintis usaha ini, Stephanus merogoh kocek sekitar Rp 100 juta. Modal sebesar itu digunakan untuk membeli stok awal. Dia juga membuat website Koki Instan. “Selain itu, saya gunakan pula untuk branding,” tutur dia.

Dalam setahun, dia mencapai titik impas dalam usaha ini. Stephanus menegaskan, dua hal yang jadi kunci utama kesuksesan usaha ini ialah kualitas produk dan tampilan kemasan. Dari situ, pengusaha bisa menentukan posisi usaha dan target market.

Adapun kiat menghasilkan makanan instan berkualitas ialah tenaga kerja yang baik serta kedisiplinan dalam pengaturan dapur. “Itu untuk mencapai standardisasi rasa dan kebersihan makanan, juga kelancaran suplai bahan baku,” ucap dia.

Saban bulan, pengeluaran terbesar ialah membeli bahan baku, terutama ayam mentah dan bebek mentah, serta bumbu. Agar suplai bahan baku terjaga, Stephanus melakukan seleksi ketat. Bila ada pemasok yang tidak kompeten, ia tak lagi melanjutkan kerjasama.

Namun, usahanya bukan tak menemui kendala. Menurut Stephanus, kendala utama ada pada pendistribusian produk. Waktu yang dibutuhkan lama, karena jasa ekspedisi hanya menjangkau kota-kota besar. Padahal, peluang di daerah juga besar. “Saya kirim menggunakan truk travel selama ini karena ongkos kirim via pesawat mahal,” tandasnya.

 

Pilih jalur distribusi yang tepat

Ada beragam jalur untuk mendistribusikan produk makanan instan dalam kemasan. Ada yang mempercayakan produknya dijual lewat agen, tapi ada pula yang langsung mengirimkan ke konsumen. Setiap sistem punya kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Ardi Lesmana, owner Icook di Malang, misalnya, memilih distribusi langsung dengan mengantar sendiri makanan kepada konsumen. “Produk kami kan segar, dimasak setiap hari, jadi kami juga berusaha agar ketika sampai di tangan konsumen, makanan masih segar,” tutur dia.

Karena baru ada di dua kota, yakni Malang dan Surabaya, distribusi produk Icook pun hanya terbatas di dua kota itu. Ada dua tahap pengiriman produk Icook, yakni pagi dan sore hari. Ardi bilang, pagi hari ia mengirimkan untuk ibu rumah tangga. Sementara, sore hari ia mengirimkan order dari para pekerja kantor. Namun, selain langsung mengantarkan ke tangan konsumen, Ardi juga memasok produk Icook ke beberapa gerai retail Indomaret di Malang dan Surabaya. “Saya belum berani mengirim ke kota yang jauh karena bahan seperti sayur kan tidak tahan lama,” kata dia.

Sementara, Stephanus Lukmanto, pemilik Koki Instan, menunjuk beberapa agen untuk memasarkan produknya. Dus, produknya bisa dinikmati konsumen di luar Malang, hingga Surabaya, kawasan Jabodetabek dan Medan.

Adapun Raozen memasarkan produknya lewat dua galeri Restoran Sajian Sambara di Bandung dan Jakarta. Di samping itu, konsumen bisa mendapatkan makanan instan Raozen di supermarket dan agen yang tersebar di beberapa kota. “Kami sudah punya agen yang banyak, bahkan di Jayapura juga ada,” klaim Jaka Setia, Service Manager Raozen.                        

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×