Reporter: Handoyo | Editor: Tri Adi
Suaranya yang merdu membuat perkutut bernilai tinggi. Para pehobi perkutut rela keluar kocek puluhan hingga ratusan juta untuk membeli burung yang sering dikonteskan ini. Si penangkar bisa mengantongi omzet jutaan rupiah.
Sambil menyelam minum air. Ungkapan ini mungkin cocok bagi para pehobi burung perkutut. Burung perkutut yang memiliki bahasa latin Geopelia striata ini biasa dipelihara karena kicauannya yang khas.
Namun, harga satu burung perkutut ini bisa mencapai puluhan bahkan sampai ratusan juta rupiah, tergantung kualitas suara si perkutut bisa menjadi instrumen investasi yang menguntungkan. Apalagi kalau si burung berhasil memenangi kontes, harga perkutut bisa melonjak berlipat-lipat.
Tak heran banyak orang tertarik untuk membudidayakan burung yang masuk dalam kelas merpati ini. Salah satu pembudidaya burung yang menurut legenda merupakan jelmaan seorang pangeran di zaman Kerajaan Majapahit ini adalah Yoko Yunandar.
Pria yang lebih sering dipanggil Akong ini adalah pemilik dari Golden Bird Farm di Bandung. Akong tertarik membudidayakan burung perkutut ini sejak tahun 1995 karena hobi.
Akong tak bisa menghitung secara pasti investasi awalnya karena ia sering membeli induk untuk mendapatkan burung perkutut berkualitas baik. "Untuk satu tahun awal, saya bisa mengeluarkan sekitar Rp 200 juta sampai Rp 300 juta, " ujarnya. Hitungannya, dalam lima tahun, ia bisa menghabiskan dana hingga Rp 1 miliar.
Awalnya Akong membeli dua sampai empat induk setiap bulan untuk ditangkarkan. Tahun-tahun berikutnya, ia hanya membeli satu sampai dua ekor saja. Akong memanfaatkan ruang kosong lantai tiga ruko miliknya di Jalan Gatot Subroto Bandung untuk menangkarkan burung perkutut.
Menurutnya, harga perkutut ditentukan oleh kualitas suara yang dihasilkan si perkutut. Ada lima kriteria untuk menentukan suara perkutut yang baik.
Pertama adalah suara depan dengan kriteria panjang, mengayun dan bersih. Kedua suara tengah, dengan kriteria bertekanan, lengkap, dan jelas. Ketiga suara ujung, dengan kriteria bulat, panjang dan mengalun. Keempat irama, dengan kriteria senggang, lenggang, elok dan indah. Kelima, dasar suara, dengan kriteria tebal, kering, bersih atau sengau perkutut.
Akong bisa menjual hingga 25 perkutut hasil penangkarannya saban bulan. Omzetnya antara Rp 10 juta sampai Rp 15 juta. "Bahkan kita juga pernah sampai mendapatkan Rp 150 juta," papar Akong.
Ia menjual perkutut dengan harga bervariasi. Untuk yang jelek atau BS, ia melepas dengan harga Rp 200.000, sedangkan yang kualitas baik bisa Rp 15 juta sampai Rp 20 juta. Paling mahal Akong menjual perkutut penangkarannya di harga Rp 35 juta. Ia menjual perkutut rata-rata usia dua bulan hingga tiga bulan.
Cristyanto Asmadi, pemilik Ardis Bird Farm di Jakarta merintis usaha perkutut ini sejak 10 tahun lalu. Berasal dari hobi, Crist merintis usaha tahun 2001 dengan modal Rp 2,5 juta untuk membeli sepasang perkutut di harga Rp 500.000 dan membuat kandang Rp 2 juta.
Crist memanfaatkan lahan kosong di depan rumahnya sebagai lokasi budidaya perkutut. Saat ini ia memiliki 60 perkutut.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News