Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi
Stoples banyak dicari saat bulan Ramadan atau menjelang Idul Fitri. Sebab, untuk menyambut sanak famili yang datang, biasanya berbagai makanan ringan dihidangkan memakai stoples. Produsen stoples pun menggenjot produksi beberapa bulan sebelum memasuki bulan puasa.
Stoples berisi penganan ringan adalah "hiasan" wajib meja ruang tamu saat Lebaran tiba. Itulah sebabnya, kebutuhan tabung kaca atau plastik yang biasanya dipakai untuk menyimpan makanan ini semakin besar menginjak bulan Ramadan.
Lonjakan permintaan stoples ini dirasakan oleh Andry Mutiara, pemilik CV Maju Usaha Bersama (MUB). MUB adalah produsen stoples kue kering di Cibinong, Jawa Barat. "Kami harus meningkatkan produksi sejak tiga bulan lalu untuk mengantisipasi lonjakan permintaan," katanya.
MUB memproduksi stoples ukuran 400 gram (gr), atau biasa disebut stoples kue setengah kilogram. Tiap bulan, di luar Ramadan dan Lebaran, MUB bisa mencetak 1,5 juta stoples. Untuk menghadapi bulan Ramadan, kapasitas produksi tersebut ditingkatkan sebesar 25% sejak Mei 2011 lalu.
Konsumen stoples MUB terbesar adalah tiga industri kue kering yang tersebar di Cilegon, Bekasi, dan Bandung. Tiap pabrik kue biasanya saban bulan memesan 500.000 stoples, sehingga dari tiga pabrik itu pesanan mencapai 1,5 juta stoples. Di saat Ramadan, Andry harus menggenjot produksi hingga menjadi 625.000 stoples untuk kebutuhan satu pabrik.
Selain pembeli pabrik, Andry tak menutup penjualan ritel. Apalagi saat ini stok produksi stoples cukup banyak. "Ada over stock untuk antisipasi pembelian mendadak dari pabrik kue atau perorangan," ujarnya.
Dengan harga satu stoples Rp 1.600 di tingkat eceran, dan Rp 1.400 sampai Rp 1.500 untuk industri, Andry mengaku bisa meraup omzet miliaran rupiah tiap bulan.
Lonjakan permintaan stoples juga dirasakan CV Naomie di Jakarta. Jika di saat bulan biasa pesanan toples hanya mencapai 100.000 lusin per bulan, saat ini permintaan mencapai 1 juta lusin stoples.
Rian Pangkepadang, Marketing CV Naomie mengatakan, perusahaannya sudah mengenjot produksi sejak enam bulan lalu. Ini untuk menyiasati kapasitas mesin yang hanya 500.000 stoples per hari, atau sekitar 42.000 lusin stoples. Dengan permintaan hingga satu juta lusin stoples, CV Naomie mampu mengantongi omzet berkisar Rp 2 miliar.
Tak hanya di Jawa, lonjakan permintaan juga datang dari Bali, dan Bangka Belitung. Karena keterbatasan produksi, sampai saat ini Naomie hanya menjual produknya ke industri makanan saja. "Kita tak jual secara eceran," tutur Rian.
Berdiri sejak delapan tahun lalu, CV Naomie membuat berbagai produk stoples plastik, seperti stoples kue kering, stoples permen, botol air mineral, botol kecap plastik, dan sebagainya. Khusus menjelang puasa, produk yang paling banyak dipesan adalah stoples kue kering ukuran 400 gr.
Untuk jenis stoples kue kering 400 gr tersebut, harga yang ditawarkan sebesar Rp 18.500 per lusin. Namun, untuk pelanggan yang memesan stoples minimal 100.000 lusin cukup membayar harga Rp 18.000 per lusin. "Untuk harga, kita cukup bersaing. Apalagi bahan baku kita semuanya baru, bukan daur ulang," promosi Rian.
Berbeda dengan MUB yang menggunakan bahan baku lokal, CV Naomie menggunakan bahan baku impor dari Singapura. "Bahan baku lokal naik 5%-15%," kata Andry. Namun, untuk bahan baku impor, masih belum ada kenaikan. Karena kenaikan bahan baku tersebut, Andry terpaksa menurunkan keuntungan. Apalagi kebanyakan produsen sudah terikat kontrak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News