Reporter: Feri Kristianto | Editor: Tri Adi
Ada tren baru tanaman hias. Setelah masa adenium dan anturium lewat, kini ada pucuk merah. Selain menawarkan keindahan, tanaman ini juga berfungsi sebagai antipolutan.
Gerakan pro-lingkungan lebih hijau selalu muncul setiap tahun. Di jalan-jalan protokol, semakin banyak muncul pot-pot besar berisi tanaman yang berfungsi untuk menghijaukan kawasan.
Kini, ada tanaman yang mulai sering dipakai sebagai penghias kawasan. Ciri-ciri tanaman ini adalah sebagian besar bagian daun berwarna hijau, tapi bagian ujung daun berwarna merah dan oranye. Bentuk daunnya mirip daun cengkeh. Orang menyebutnya tanaman pucuk merah atau Syzygium oleana.
Belakangan, semakin banyak masyarakat dan instansi yang memanfaatkan pucuk merah sebagai tanaman penghijau kawasan. Selain daunnya rimbun, warna kemerah-merahan yang menutupi pohon menjadikan tanaman itu enak dilihat.
Tapi, sebenarnya, tanaman itu tak cuma menawarkan keindahan. Sebagian orang mempercayai, tanaman ini bisa mengurangi kebisingan dan polusi. Anggapan itu muncul, mungkin, lantaran daun dan cabang tanaman ini cukup rapat dan batangnya juga ramping.
Seiring dengan peningkatan permintaan, dua tahun terakhir, para petani tanaman hias menjadikan pucuk merah sebagai primadona baru. Herman Rohadi, petani di Depok, bilang, dalam sebulan, ia bisa menjual 50.000 hingga 100.000 tanaman pucuk merah. “Rata-rata pembelinya adalah para pedagang tanaman di Jakarta,” ujarnya.
Kota besar seperti Jakarta memang menjadi sasaran penjualan tanaman ini. Sofyan, salah satu pedagang tanaman hias di kawasan Rawabelong, Jakarta Barat, mengaku menjual tanaman pucuk merah dalam dua ukuran: 50 sentimeter (cm) dengan harga Rp 25.000, dan satu meter seharga Rp 150.000. Dalam sehari, ia minimal menjual 10 pohon ukuran 50 cm.
Christian Kuswanto, pemilik Warna Flora di Kompleks Taman Surya, Jakarta Barat, banyak melayani pesanan dalam jumlah banyak. Ia pernah memasok lima truk pucuk merah dalam sebulan. Satu truk memuat sekitar 200 pohon setinggi satu meter. “Saat itu, permintaan cukup banyak,” ucapnya.
Para pedagang memberi informasi, khusus di Jakarta, permintaan pucuk merah terus naik lantaran beberapa pengembang sudah tidak lagi memanfaatkan tanaman jenis soka dan beralih ke pucuk merah untuk menghijaukan kompleks. Contohnya adalah pengembang Bumi Serpong Damai (BSD) di Tangerang dan Green Mansion milik Agung Sedayu Grup.
Hasan Basri, seorang pengusaha lanskap, mengaku, dua pengembang itu sering memesan pucuk merah dalam jumlah besar. “Perawatan tanaman ini sangat mudah, jadi pengembang lebih senang,” jelas Hasan yang juga Ketua Perhimpunan Petani Tanaman Hias Jakarta Barat.
Lahan terbatas
Saat permintaan tinggi seperti sekarang, para petani tanaman hias di wilayah Depok, Bogor, mendapat pesanan minimal 2.000 pohon pucuk merah tiap hari. Selain Depok, kawasan yang memasok tanaman pucuk merah adalah petani di sekitar Sawangan dan Bogor.
Namun, untuk mendapat margin untung lebih besar, biasanya, para pedagang memeliharanya hingga menjadi lebih besar. Sebagai contoh, dari sekitar 1.000 pohon yang dibeli dari petani, pedagang menyisakan 200 di antaranya untuk dibesarkan. “Selain mengamankan stok, kami bisa memperoleh untung lebih besar,” ujar Christian.
Sebagai gambaran, di petani, margin keuntungan bisa mencapai 20% hingga 30%. Di tingkat penjual, besar margin laba jauh lebih tinggi, yakni sekitar 50%. Sebagai contoh, harga pucuk merah ukuran satu meter dari petani adalah sekitar Rp 50.000. Di tingkat penjual, tanaman itu dilepas ke pemilik lanskap seharga Rp 100.000.
Christian menyatakan, dalam sebulan, ia bisa menjual sekitar 1.000 pohon. Alhasil, keuntungan kotor dari jualan tanaman ini saja bisa mencapai Rp 50 juta. “Tapi tidak stabil, kadang naik kadang turun,” ujarnya.
Repotnya, ketika permintaan sedang tinggi, para petani tanaman hias mulai pusing memikirkan masalah lahan. Mereka kesulitan mendapatkan lahan lebih luas untuk pembibitan. “Saat ini, kami menyiasatinya dengan memproduksi terbatas. Yang penting, ada stok saat pembeli datang,” kata Herman.
Akibatnya, di tingkat petani, semakin susah mendapatkan tanaman pucuk merah ukuran satu meter. Maklum, petani sudah melepas pucuk merah di bawah 50 cm karena pesanan banyak, terutama dari pedagang di luar daerah. “Pedagang dari Bali ambil dari sini. Tahun depan, bisa saja giliran mereka memasok kita,” tutur Hasan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News