kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Salak madu menjadi favorit petani (1)


Selasa, 27 Maret 2012 / 12:24 WIB
Salak madu menjadi favorit petani (1)
ILUSTRASI. Jerman vs Islandia: Der Panzer menang telak 3-0 atas skuad Our Boys


Reporter: Noverius Laoli, Eka Saputra | Editor: Tri Adi

Budidaya salak madu kian marak. Banyak petani melirik varietas baru dari salak pondoh ini karena harganya yang mahal. Tanpa rasa sepet, salak ini memiliki rasanya yang manis. Omzet petani pun berasa manis di kantong, yakni berkisar antara Rp 36 juta hingga Rp 72 juta sekali panen.

Siapapun tentu sudah tidak asing dengan buah salak pondoh yang banyak dihasilkan di daerah Yogyakarta. Tapi mungkin belum banyak yang tahu kalau belakangan daerah ini juga menghasilkan varietas baru buah salak, yakni salak madu.

Salak madu memiliki keunggulan dibandingkan salak lainnya, termasuk salak pondoh. Salak madu yang berasal dari Sleman, Yogyakarta ini memiliki ukuran lebih besar dibandingkan ukuran salak pada umumnya.

Buah ini dinamakan salak madu karena rasanya manis seperti madu. Jadi tidak ada rasa sepet seperti banyak ditemukan pada buah salak pada umumnya. Daging buahnya juga tebal dengan tekstur lembut. Selain itu, kandungan air pada salak ini lebih banyak dari salak biasa.

Karena berbagai kelebihannya itu, harga buah salak ini jauh lebih mahal dari salak biasa. Jika harga salak biasa di tingkat petani hanya Rp 2.000 per kilogram (kg), dan salak pondoh Rp 5.000 per kg, maka harga salak madu mencapai Rp 15.000 per kg. Sementara harga di pasaran sekitar Rp 35.000 per kg- Rp 40.000 per kg.

Homsinum, petani salak madu asal Sleman, Yogyakarta mengklaim, salak madu pertama kali ditemukan orang tuanya bernama Rameli. Varietas baru dari buah salak ini baru ditemukan beberapa tahun silam. "Entah bagaimana ceritanya, tahu-tahu di tengah tanaman salak pondoh orang tua saya ada dua salak yang tumbuh berbeda," ceritanya.

Perbedaannya ada pada ukurannya yang lebih besar dan rasanya juga lebih manis seperti madu. "Salak madu memiliki pasar yang menjanjikan saat ini," ujar Homsinum.

Salak tersebut kemudian dikembangbiakkan dan akhirnya terkenal dengan sebutan salak madu. Saat ini, Homsinum bersama orang tuanya membudidayakan salak madu di lahan seluas dua hektare (ha).

Menurutnya, salak madu bisa dipanen dua kali dalam setahun. Panen raya biasanya terjadi di bulan November dan Maret. Masa panen raya ini berlangsung dua minggu lebih. Saat panen raya, ia bisa memanen 24 kuintal atau 2.400 kg dalam dua minggu.

Dari situ, omzetnya mencapai Rp 36 juta sekali panen, atau Rp 72 juta dalam dua kali panen dalam setahun. Bila tidak sedang panen raya, ia tetap bisa memanen 50 kg dalam dua hari, dengan omzet minimal Rp 12 juta per bulan.

Mansur Mashuri, asal Turi, Sleman, Yogyakarta juga mulai fokus membudidayakan salak madu. Meski pasarnya belum seluas salak pondoh, Mansur sudah memasarkan salak madu ke beberapa wilayah, seperti Malang, Riau, dan Kalimantan. Selain buah, ia juga menjual bibit salak madu, dengan harga Rp 65.000-Rp 100.000 per batang." Omzet saya sekitar Rp 60 juta sekali panen," ujarnya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×