kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sam Sianata: Pionir bebek kremes Yogyakarta (1)


Selasa, 05 Juli 2011 / 13:52 WIB
Sam Sianata: Pionir bebek kremes Yogyakarta (1)
ILUSTRASI. Unik! Mirip konstanta di Matematika, planet ini diberi nama 'Pi'


Reporter: Mona Tobing | Editor: Tri Adi

Walau tidak pernah mengecap bangku kuliah, bukan halangan bagi Sam Sianata membesarkan bisnis. Ia memulai kerajaan bisnisnya dengan berbisnis kuliner yakni dengan membuka restoran Bebek Kremes Wong Jogja. Dari sini, lahir pula bisnis lain seperti batu gambar dengan omzet ratusan juta rupiah.

Memilih tidak melanjutkan kuliah ketika lulus SMA, bukan berarti Sam Sianata tidak bisa berfikir kreatif. Pria yang menyenangi kesenian melukis itu, mengaku bisa belajar kreatif berbisnis dengan cara terjun langsung ke dunia bisnis.

Usai tamat SMA tahun 1985, Sam melatih naluri bisnis dengan cara berdagang sepatu, buku, kerupuk hingga berbisnis tiket diskon. Hingga akhirnya di tahun 2004, Sam memutuskan membangun bisnis secara lebih fokus. "Pilihan saya jatuh pada usaha kuliner karena memiliki prospek bagus," kata pria yang juga memiliki hobi menulis itu.

Untuk itu, Sam harus memulainya dari nol. Ia harus berpikir keras mencari bisnis yang relatif baru dan banyak penggemar. Saat itu, Sam memutuskan usaha kuliner berbahan bebek yang masih jarang dikembangkan orang lantaran banyak orang menilai, bebek adalah makanan yang amis dan berdaging alot.

Agar maksimal, Sam tidak canggung untuk berbaur dengan bau amis bebek. Dia juga langsung belajar dan meracik bumbu bebek sendiri. Hingga akhirnya, ia berhasil membuat daging bebek tidak amis dan tidak alot, namun tetap gurih.

Sam menyingkap sedikit rahasia dapurnya agar daging bebeknya. Ia merebus bebek selama dua jam dengan campuran bumbu yang terdiri dari rempah seperti: sereh, merica dan garam.

Walaupun sudah berhasil menghilangkan bau amis dan alot pada daging bebek, Sam juga harus bekerja keras memasarkan bisnis itu. "Butuh waktu satu tahun untuk memperkenalkan makanan kami," kata Sam yang mendirikan restoran bebek kremes pertama di Sragen, Yogyakarta.

Saat itu, ia menjadi satu-satunya orang yang berbisnis kuliner bebek kremes di Yogyakarta. Namun, Sam kembali menghadapi kenyataan lantaran masyarakat belum tertarik dengan makanan berbahan bebek.

Dampaknya, restoran Sam sepi pengunjung. Meski begitu, Sam tetap konsisten menjalani usahanya yang diberi nama Bebek Kremes Wong Jogja itu.

Setelah dua tahun berjalan, atau tepatnya di 2006, Sam memutuskan membuka tawaran waralaba. Keputusan mewaralabakan usaha kulinernya itu membawa dampak besar dalam bisnisnya. "Banyak yang tertarik dan menawarkan diri menjadi mitra," kenang Sam.

Begitu mewaralabakan restoran bebek, jumlah pengunjung langsung meningkat. Begitu juga dengan pengajuan penawaran mitra waralaba. Sampai tahun 2011, mitra waralaba Bebek Kremes Wong Jogja mencapai 28 mitra yang tersebar di Yogyakarta dan juga Jakarta.

Sam sendiri mengelola lima gerai miliknya yang ada di Jakarta dan Yogyakarta. Dari setiap outlet miliknya itu, Ia bisa mendulang omzet Rp 1,5 juta per hari atau sekitar Rp 45 juta per bulan. Ini belum termasuk omzet dari royalti dari terwaralaba serta belanja bahan baku.

Perkembangan bisnis kuliner berbahan baku bebek juga menjadi tantangan bagi Sam. Apalagi, belakangan restoran yang mengusung bebek sebagai menu idola juga terus menjamur.

Agar Kremes Wong Jogja tetap tak kehilangan pelanggan, Sam terus menjaga kualitas serta terus berinovasi dengan mencari dan membuat menu baru.

Dari racikan tangan Sam, kemudian lahirlah nasi Jambronk dan nasi bumbung. Kedua menu baru itu memiliki keunggulan aroma, dan ciri khas pengolahan. "Keunikan terletak pada proses pengolahan dan cara penyajian yang khas Indonesia," terang Sam. Ciri khas nasi jambronk itu terletak pada pembungkus yang menggunakan bambu.

Sebelum menikmati nasi jambronk, konsumen mesti mengeluarkan nasi dari ujung bambu. Setelah itu, nasi ditaruh di atas daun pisang dengan piring anyaman.

Sedangkan untuk lauk-pauk, Sam menyediakan ayam goreng, bebek goreng, ayam bakar, bebek bakar, udang goreng tepung, cumi, ikan bakar, lele goreng dan empal. Ide nasi jambronk tercetus saat ia ingin memperkenalkan karakter Indonesia. "Lewat cara ini saya bisa memperkenalkan budaya Indonesia," kata Sam.

Pria yang juga berbisnis batu gambar itu berencana untuk mempopulerkan nasi Jambronk dan nasi bumbung itu seperti restoran Bebek Kremes Wong Jogja.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News





[X]
×