Reporter: Revi Yohana | Editor: Havid Vebri
Shintamie Suryaputri, sedari awal memang ingin memfokuskan pasarnya ke luar negeri. Maka, di tahun 2007 saat perusahaan kerajinan kulit As Java Leather berdiri, perempuan yang akrab disapa Shinta ini langsung memasarkan produk tas dan aksesori berbahan kulit ke luar negeri, seperti Australia. "Maunya bisa buka cabang di Australia," kata Shinta.
Dan kini, pasar ekspornya sudah merambah ke sejumlah negara di Eropa, selain negara Jiran, Malaysia. Tidak berarti pasar dalam negeri tidak penting. Buktinya saat ini, As Java Leather juga sudah punya dua gerai di Yogyakarta.
Bahkan, saat ini, ekspornya baru mencapai sekitar 20% dari total produksinya. Karena itu, pasar di dalam negeri tidak akan dinomor-duakan. Agar bisa merambah lebih jauh pasar luar negeri, Shinta melibatkan sang kakak, Amie Dewi.
Untuk itu, awal tahun ini, Amie terbang lagi ke Australia dan tinggal di sana. Kini Amie bertindak sebagai agen As Java Leather di Australia. Pelanggan di sana bisa langsung berhubungan dengan produsen As Java Leather.
Shinta dan Amie menargetkan, porsi produk yang diekspor bisa lebih besar ketimbang saat ini. Untuk itu Shinta rajin berpromosi, antara lain lewat pameran. Shinta saat ini rutin mengikuti berbagai pameran yang diselenggarakan di berbagai wilayah di tanah air.
Misalnya akhir bulan April lalu, ia mengikuti pameran kerajinan terbesar di Indonesia, Inacraft 2013 di Jakarta. "Saya rutin ikut Inacraft, juga tak pernah absen hadir di pameran-pameran lainnya," ucap Shinta.
Di dalam negeri sendiri, pasar As Java Leather terutama warga Jakarta dan Bali. Namun, Shinta yang kelahiran Yogyakarta 18 Maret 1985 ini mengaku, banyak pula pelangganya yang menjual kembali produk As Java Leather ke daerah-daerah lain.
Agar pasarnya, baik ekspor maupun dalam negeri kian besar, Shinta berusaha mengerek kapasitas produksi. Menurutnya, sejauh ini, kapasitas produksi As Java Leather berkisar 500 hingga 1.000 produk setiap bulannya. "Jumlah ini masih bisa digenjot lebih besar lagi," klaimnya. Namun, ia enggan menyebutkan target kapasitas produksi maksimalnya.
Seiring pasar yang terus dikembangkan, Shinta pun pun harus rajin menambah kreasi dan inovasi produk. Makanya, ia bertekad untuk menciptakan produk-produk yang kreatif.
Untuk mencari inspirasi dan ide, ia kerap belajar dari kehidupan sehari-hari. "Ide lebih banyak muncul dari keseharian, seperti saat jalan-jalan, melihat-lihat majalah, sampai dengan produk kebutuhan sendiri yang sulit ditemukan di pasaran," ungkapnya.
Shinta memang tidak segan mencoba-coba kreasi baru. "Karena kunci sukses berbisnis adalah berani mengambil resiko, kreatif dan inovatif," imbuhnya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News