kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.928.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.520   -20,00   -0,12%
  • IDX 6.833   5,05   0,07%
  • KOMPAS100 987   -1,19   -0,12%
  • LQ45 765   1,61   0,21%
  • ISSI 218   -0,33   -0,15%
  • IDX30 397   1,17   0,30%
  • IDXHIDIV20 467   0,48   0,10%
  • IDX80 112   0,13   0,12%
  • IDXV30 114   0,08   0,07%
  • IDXQ30 129   0,38   0,29%

Seni dari Sisa: Miniatur Candi Pak Amin Laris hingga Amerika dan Prancis


Minggu, 11 Mei 2025 / 08:26 WIB
Seni dari Sisa: Miniatur Candi Pak Amin Laris hingga Amerika dan Prancis
ILUSTRASI. Amin Lisman Ragin, pengrajin limbah cobek di Borobudur Magelang


Reporter: Muhammad Alief Andri | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - MAGELANG. Limbah cobek yang tak lagi terpakai ternyata bisa disulap menjadi kerajinan bernilai tinggi di tangan Amin Lisman Ragin.

Sejak 2002, pria asal Magelang ini memproduksi miniatur relief candi berbahan limbah cobek yang dicampur dengan resin, lalu dicetak dan dirapikan satu per satu secara manual.

“Bahannya dari limbah cobek, dikeringkan dulu, baru dicampur resin,” ujar Pak Amin saat ditemui di Pasar Balkondes, kawasan Borobudur.

Baca Juga: Dari Singkong ke Cuan: Resep Sukses Kripik Jet Kolet Mukibam Asal Magelang

Miniatur buatannya dijual dengan harga Rp 15.000 hingga Rp 20.000, tergantung ukuran dan tingkat detail.

Dalam kondisi normal, satu pengrajin bisa memproduksi 80–90 unit per hari.

Dulu, usaha ini mempekerjakan hingga sembilan orang. Namun kini, hanya empat orang yang masih aktif karena menurunnya arus pengunjung dan daya beli.

“Sekarang pengunjung langsung ke titik parkir dekat candi. Sistem blok bikin mereka enggak lewat semua lapak kayak dulu,” keluhnya.

Kendati demikian, produk Pak Amin telah menembus pasar mancanegara seperti Prancis, Amerika Serikat, dan Australia.

Miniatur dikirim melalui jasa ekspor barang campuran, memanfaatkan rongga kosong dalam kontainer pengiriman.

Selain itu, hotel dan biro wisata juga menjadi pelanggan tetap yang memesan untuk kebutuhan suvenir tamu.

Baca Juga: Respon Usulan Petani, Kemendag Siap Bahas Lartas Impor Singkong dan Tapikoa

Dulu, Pak Amin memasarkan produknya lewat tenaga asongan di sekitar Candi Borobudur. Namun sejak sistem asongan ditiadakan, jalur penjualan utamanya kini bertumpu pada studio pribadi dan partisipasi dalam pameran berskala nasional.

“Kalau cuma event kecil di Jogja atau Semarang, kurang efektif. Yang bagus itu pameran besar di Jakarta, Bandung, atau Surabaya,” jelasnya.

Dengan menjaga kualitas dan konsistensi produksi, Pak Amin tetap optimistis usahanya bisa bertahan meski tantangan terus datang.

“Yang penting tetap muter,” pungkasnya.

Selanjutnya: Dari Singkong ke Cuan: Resep Sukses Kripik Jet Kolet Mukibam Asal Magelang

Menarik Dibaca: 10 Ciri-Ciri Gula Darah Tinggi yang Jarang Disadari

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Cara Praktis Menyusun Sustainability Report dengan GRI Standards Strive

[X]
×