kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra anyaman bambu Majalengka: Masih bertahan walau mulai tersisih (1)


Rabu, 11 Januari 2012 / 14:43 WIB
Sentra anyaman bambu Majalengka: Masih bertahan walau mulai tersisih (1)
ILUSTRASI. Perusahaan teknologi informasi atau IT, PT Anabatic Technologies Tbk (ATIC)


Reporter: Hafid Fuad | Editor: Tri Adi

Kendati zaman berubah, produk kerajinan anyaman bambu masih menjadi primadona masyarakat. Salah satu sentranya yang sampai sekarang masih bertahan ada di Majalengka, Jawa Barat. Walau tak sejaya dulu, kerajinan bambu masih menjadi tambatan hidup warga di daerah itu.

Sebelum berbagai produk rumah tangga dari bahan aluminium atau plastik masuk ke pasaran, dulu, ibu-ibu rumah tangga membekali perabot rumah tangganya dengan berbagai produk anyaman bambu. Biasanya kerajinan bambu itu biasanya untuk mengisi perlengkapan dapur dan peralatan rumah tangga lainnya.

Namun seiring usia zaman, kerajinan anyaman dari bambu perlahan tersisihkan. Kemajuan teknologi membuat produk dari anyaman bambu kalah dengan produk-produk pengganti yang lebih tahan lama.

Toh, usaha kerajinan yang terbilang rumit itu tetap hidup. Salah satu sentranya ada di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Usaha tersebut menjadi sumber penghasilan sampingan masyarakat di beberapa kecamatan di Majalengka seperti di Sukahaji, Rajagaluh, Palasah, Leuwimunding, dan Sindangwangi.

Salah satu desa yang sebagian besar warganya menggantungkan rezeki dari kerajinan anyaman bambu ada di Salagedang, Kecamatan Sukahaji. Usaha anyaman bambu sampai saat ini masih menjadi lumbung pendapatan penduduk setempat.

Desa tersebut bisa ditempuh selama 30 menit melalui jalan darat dari pusat kota Majalengka menuju arah Cirebon. Tidak terlalu sulit untuk menemukan sentra kerajinan tersebut, karena kita bisa melihat beberapa kios yang menjajakan kerajinan bambu beraneka bentuk. Kios tersebut sebagai penanda bahwa masyarakat di sekitar merupakan perajin anyaman bambu. "Deretan kios di pinggiran jalan itu merupakan tempat berjualan penduduk sekitar," kata Jamil, salah satu perajin anyaman bambu.

Masuk ke dalam desa lagi, kita bisa menemukan aktivitas sesungguhnya para perajin anyaman bambu tersebut. Tumpukan produk anyaman yang belum selesai banyak teronggok di samping-samping rumah penduduk. Ada juga onggokan bilah-bilah bambu yang baru saja disiapkan untuk membuat anyaman. Bambu yang baru disayat itu diletakkan di tempat yang terlindung dari panas dan hujan supaya tidak cepat rusak ketika ingin dibuat produk anyaman.

Jamil, perajin di desa Salagedang mengungkapkan, hampir seluruh warga di desanya berprofesi sebagai perajin anyaman bambu. Dia sendiri telah menekuni usaha ini sejak 10 tahun lalu mengikuti jejak sang orang tua yang juga perajin anyaman bambu.

Kebanyakan profesi ini ditekuni kaum pria. Tapi para ibu rumah tangga juga ikut turun tangan membuat berbagai anyaman, mulai dari kipas tangan, bakul nasi, kukusan, hingga topi tani.

Menurut Jamil, usaha ini bagi para ibu rumah tangga hanya sampingan saja pengisi waktu luang saja selain bertani dan mengurus anak. "Biasanya suami akan menularkan kemampuannya kepada istri untuk menganyam," ujar Jamil yang berusia 42 tahun itu.

Penduduk menjual produk anyaman itu dengan harga bervariasi. Misalnya kipas tangan Rp 2.000 untuk ukuran kecil, bakul Rp 10.000 untuk ukuran besar. Namun, menurut Jamil, produk yang paling banyak dibuat penduduk sekitar adalah boboko atau bakul kecil yang seharga Rp 7.000 per buahnya.

Sebulan ia bisa menjual dua kodi produk anyamannya itu dengan harga Rp 150.000 per kodi. "Saya lebih suka membuat bakul yang lebih kecil karena lebih banyak peminatnya," ujar Jamil.

Semua perajin di desa tersebut akan menjual produknya kepada seorang pengepul yang mempunyai kios di jalan utama kabupaten. Pengepul ini akan membeli produk anyaman dengan sistem grosir dan menjualnya kembali langsung di kios tersebut.

Nuroh, pemilik kios kerajinan bambu, bilang bahwa kerajinan bambu itu dijual kepada pelancong atau ke pedagang lain yang berasal dari Majalengka dan luar kota. Selain sekitar Majalengka, pembeli kerajinan mereka juga berasal dari Jakarta. "Omzet saya dalam sebulan bisa mencapai Rp 30 juta," ujarnya senang.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×