Reporter: Revi Yohana | Editor: Havid Vebri
Sentra batu mulia di Jalan Lemah Wungkuk, Cirebon, selalu ramai dikunjungi pembeli. Seperti saat KONTAN menyambangi sentra ini akhir tahun lalu, tampak beberapa pengunjung memadati sentra ini.
Di lapak milik Abdul Somad, misalnya, sejumlah orang terlihat antusias mengamati aneka perhiasan yang dijual di lapak tersebut. Selain batu akik, Somad juga menjual batu berharga lain, seperti jenis zamrud, safir, dan rubi.
Ada pengunjung yang sekadar melihat-lihat, menawar, dan membeli. Namun, banyak juga yang menjual batu mulia miliknya. Menurut Somad, pasokan batu mulia di lapaknya memang mayoritas bersumber dari konsumen.
Mereka datang untuk menjual barang. "Selain dari Cirebon, banyak juga konsumen yang jual ke saya dari Jakarta, Semarang, dan Surabaya," ujar Somad.
Tak jarang, mereka yang dari luar kota sengaja datang buat menjual batu miliknya. Aneka perhiasan batu mulia itu memang berharga lumayan tinggi. Batu zamrud, misalnya, bisa dihargai Rp 50 juta per biji.
Lantaran harganya mahal, Somad pun harus jeli meneliti batu yang hendak dibelinya. Pengalaman puluhan tahun menekuni bisnis ini membuatnya menguasai seluk beluk batu. Ia pun mampu menaksir perkiraan harga batu sesuai harga pasaran.
Misalnya, batu ruby dihargainya Rp 10 juta hingga Rp 15 juta per biji. Ia tak khawatir tertipu karena sudah tahu ciri khas masing-masing batu.
Somad pun selalu menjaga kepercayaan para pembelinya. Pasalnya, usaha ini sangat membutuhkan kepercayaan konsumen. Sekali membohongi pelanggan, bisa-bisa bisnisnya mandek.
Meski begitu, jika ada pelanggan yang tak yakin dengan batu-batu yang dijual, Somad pun akan mengurus jasa sertifikat keaslian batu.
Menurut Somad, batu mulia asli yang ia jual bisa dibuatkan sertifikat dari Gem Research International Lab (GRI) atau dari Adamas Gemological Laboratory (AGL) & Institute Gemology Paramiya (IGP). Ia akan membawa batu-batu tersebut ke Jakarta untuk pengurusan sertifikat.
Biaya membuat sertifikasi satu biji batu mulia sekitar Rp 450.000. "Kalau asli, pembeli yang membayar sertifikatnya. Kalau palsu, saya yang bayar," tutur Somad. Dengan begitu, kepercayaan pembeli pun tidak luntur.
Namun, tak semua penjual berani menjajakan batu mulia dengan harga mahal. Ismail contohnya. Ia hanya menjual batu alam dengan harga maksimal Rp 1 juta per batu. "Saya tak berani jual yang mahal karena perputaran modal lebih lama," ujarnya.
Rupanya, Ismail lebih menyasar pasar kelas menengah bawah. Selain dari orang yang datang menjual, pasokan batu alam banyak berasal dari perusahaan besar yang menjual dalam jumlah banyak. "Mereka rutin datang ke mari dua kali hingga tiga kali sebulan," ujar Ismail.
(Bersambung)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News