kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sentra durian Pandeglang: Kampung Waas pusat durian terkondang di Pandeglang (1)


Selasa, 05 Juli 2011 / 14:40 WIB
Sentra durian Pandeglang: Kampung Waas pusat durian terkondang di Pandeglang (1)


Reporter: Dharmesta | Editor: Tri Adi

Penggemar durian wajib berkunjung ke sentra ini. Di sentra yang telah berumur puluhan tahun ini, Anda bisa leluasa berburu durian sepanjang tahun. Selain durian asal kebun-kebun di Banten, pedagang durian di sentra ini juga banyak mendapat pasokan dari Sumatra.

Jika Anda berkunjung ke Serang, sempatkan mampir ke sentra penjualan durian di Jalan Raya Pandeglang KM 14. Di sana, Anda bisa menjumpai puluhan pedagang durian yang menggelar lapaknya di sepanjang jalan.

Harga durian di sentra ini bervariasi. Biasanya, pedagang itu mematok harga jual mulai Rp 10.000 per buah. Untuk durian yang ukurannya lebih besar, harganya berkisar antara Rp 40.000 hingga Rp 70.000 per buah.

Pada bulan Juni-Juli, para pedagang di Kampung Waas, Kecamatan Cadarsari itu memperoleh pasokan durian dari Sumatra. "Hampir sebagian besar durian dari sana," ujar pedagang di sentra itu.

Salah satu pedagang di sentra itu adalah Yahya Djumyati. Ia menjual durian di Kampung Waas, yang merupakan kampung halamannya ini sejak tahun 1972. "Saya sudah lelah bekerja serabutan di Jakarta, dan memilih kembali ke kampung untuk berjualan durian," ujarnya.

Dengan modal uang hasil kerjanya sebagai buruh, Djumyati membeli beberapa buah durian dari temannya. Sekarang, dia menjual durian asal Sumatra. "Kalau membeli kebun sendiri, saya belum mampu " ujar Djumyati.

Lain lagi dengan Abdullah. Ia dulu adalah seorang pemotong durian di salah satu pedagang besar. Namun karena usianya sudah senja, sejak lima tahun lalu Abdullah membuka kios durian sendiri di rumahnya. Kebetulan, rumahnya berada di tepi jalan besar.

Berbeda dengan Djumyati. Abdullah memiliki kebun sendiri seluas satu hektare. "Namun, karena sekarang pohon durian di kebun belum berbuah, saya mengandalkan pasokan dari Sumatra" ujarnya.

Sentra durian ini memang telah berumur puluhan tahun. Atma, pedagang durian lainnya bercerita, ayahnya sudah membuka lapak di sini sejak 60 tahun lalu. Tak heran, Atma pun mempunyai saung untuk berjualan durian. "Dulu, ayah saya yang membangun saung ini pada tahun 1999 karena ingin pembeli bisa menikmati durian di teman yang nyaman," ujarnya.

Untuk memuaskan pelanggannya, Atma memasok durian dari petani yang ada di daerah Banten. Pohon durian di Banten bisa dipanen setiap tiga bulan sekali, sehingga pasokan durian ke saungnya rutin.

Namun, persediaan durian lokal tidak mencukupi, sama seperti pedagang lain, Atma mengambil durian Sumatra. "Dulu, sebenarnya ayah mempunyai kebun durian sendiri. Tapi, karena sudah maju, ayah memutuskan untuk menjual kebun dan mulai fokus pada usaha saung," kenang Atma.

Ia pun cukup beruntung bisa menjual durian sepanjang tahun. Sementara, Abdullah harus berhenti berjualan pada bulan Desember, Januari dan Februari lantaran ketiadaan pasokan. "Dari bulan Maret dan Agustus, saya berjualan durian asal Sumatera. Mulai Juli hingga November saya berjualan durian dari kebun sendiri," ujarnya.

Ia tak membeli durian dari kebun lainnya lantaran terbentur modal. "Modalnya harus besar, karena harus membeli durian yang masih ada di pohon, kadang sampai 25 pohon," ujarnya.

(Bersambung)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×