Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Tri Adi
Meski kerajinan seni kriya gerabah di Serang, Banten, tak lagi menjadi primadona, tapi perajin tetap setia menekuni usaha ini. Hanya, mereka mulai resah. Pasalnya, generasi muda Desa Bumi Jaya tidak tertarik meneruskan usaha warisan leluhur ini.
Dulu, saat pamor kerajinan gerabah tersohor hingga mancanegara, hampir seluruh warga Kampung Kosambi, Desa Bumi Jaya, Serang, memiliki mata pencaharian sebagai perajin gerabah. Namun, kini, setelah pamornya meredup, tak ada kaum muda di situ yang tertarik membuat gerabah.
Sejak sisa-sisa zaman keemasan gerabah Serang menghilang, generasi muda Desa Bumi Jaya mulai mencari penghasilan yang lebih pasti, seperti menjadi buruh pabrik yang banyak tersebar di Serang.
Sebagian dari mereka pergi ke luar Jawa hingga ke negeri seberang, atau mengadu nasib di ibu kota. "Dulu, orang jauh-jauh ke sini untuk cari gerabah dan buang uang. Sekarang anak muda di sini pergi jauh-jauh untuk mencari uang," tutur Jamallullael, Ketua Koperasi Perajin Gerabah Hataka Jaya.
Para perajin gerabah yang kini telah berusia lanjut pun risau akan ketiadaan generasi penerus. Pasalnya, jika tidak ada yang meneruskan keahlian seni kriya ini, bukan mustahil kerajinan gerabah dari Serang hanya akan tinggal kenangan.
Karena itu, meski pendapatan mereka turun, mereka tetap setia membuat gerabah dengan harapan generasi muda kembali tertarik menekuni seni kerajinan ini. Para perajin pun meminta kepada Pemerintah Kota Serang untuk mempromosikan sentra ini sebagai tujuan wisata, supaya bisa mendongkrak penjualan mereka.
Maklum, dari waktu ke waktu, pendapatan perajin ini kian menyusut. Pot-pot bunga dari tanah liat harus bersaing ketat dengan pot plastik buatan pabrik.
Namun, mereka tak patah arang. Kini, selain fokus pada pembuatan kowi atau tempat peleburan emas, perajin juga mulai membuat pendil atau kendil. Tingginya angka kelahiran di wilayah Tangerang mendorong permintaan pendil yang berfungsi sebagai wadah ari-ari bayi yang akan ditanam di dalam tanah.
Setiap perajin bisa menghasilkan 4.000 pendil per bulan. "Meski harganya cuma Rp 15.000, tapi kalau bisa menjual dalam jumlah banyak, untungnya juga lumayan," ujar Masali, salah satu perajin pendil.
Selain itu, perajin juga mengisi pundi-pundi uangnya dari penjualan tungku. Sejak maraknya ledakan gas elipiji 2009 lalu, penjualan kompor tanah liat ini kembali meningkat. Perajin memasarkan tungku ini di Cilegon, Cikupa, Tangerang, dan Serang.
Dalam satu bulan, seorang perajin bisa memasarkan hingga 2.000 tungku tradisional. Mereka menjual tungku itu dengan harga Rp 25.000 untuk pembelian grosir dan Rp 35.000 untuk pembelian eceran.
Meski para perajin gerabah Desa Bumi Jaya, Serang, ini bisa kembali mengepulkan asap oven-oven pembakaran gerabahnya, tapi mereka tetap merindukan kenangan kejayaan sentra ini. Perajin menginginkan karya-karya mereka kembali diborong wisatawan hingga mencapai mancanegara.
Tak lupa, mereka terus berharap, suatu saat, pemerintah tergerak untuk mewujudkan mimpi yang terpendam ini. Yakni, kerajinan gerabah kembali menjadi primadona warga Desa Bumi Jaya.
(Selesai)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News